Brukkkk...
Bubu, si anak burung hantu tiba-tiba jatuh ke semak-semak. Sayapnya merasa tak kuat untuk dikepakkan. Tubuhnya lemas. Matanya ngantuk.
"Bubu, kamu terlalu sering kemalaman kalau tidur. Jadi begini kan? Kamu harus banyak beristirahat," nasihat Ibu Bubu.
Bubu terdiam. Perkataan ibunya memang benar. Selama ini, dia sering begadang. Bukan untuk berburu makanan seperti ibu dan teman-temannya. Tapi dia sering melek sampai dini hari hanya untuk berceloteh sendiri. Dia merasa kalau memiliki bakat untuk menjadi pendongeng. Padahal saat mempraktikkan di depan teman-temannya, banyak yang tidak paham dengan cerita yang diucapkannya.
"Kalian terlalu! Aku sudah sering berlatih, tapi kalian nggak paham itu gimana?" protes Bubu saat mendongeng di depan teman-temannya.Â
"Kamu latihannya sama Bu Tutu saja, Bubu. Biar diarahkan sama beliau dan ceritamu bisa lebih bagus," usul Rurung, salah satu temannya. Bu Tutu adalah guru Bahasa Indonesia di sekolahnya.
Bukannya berterima kasih, Bubu malah tersinggung dengan usulan itu. Teman-teman Bubu pun meninggalkannya karena Bubu itu mudah sekali tersinggung seperti itu.
Bubu merasa sangat diremehkan. Makanya dia berlatih terus setiap malam hingga dini hari. Dia ingin membuktikan kalau suatu saat dia akan menjadi pendongeng yang sangat terkenal di segala penjuru hutan.
Latihan demi latihan dilakukan sendiri di dalam kamarnya. Latihan yang dilakukannya itu membuatnya lupa untuk berburu bersama orang tua atau teman lainnya. Seolah dia tidak berpikir, bagaimana kalau persediaan makanan di rumahnya habis.
"Ah tidurnya nanti saja," jawab Bubu, ketika ibunya mengingatkan agar lekas tidur.
"Tapi kamu besok harus sekolah, Bubu."
Nasihat ibu lagi-lagi tak didengarkannya. Bubu terus saja berceloteh tanpa arah. Andaikan saja dia menuruti usulan Rurung, pasti saat ini sudah ada kemajuan dalam bercerita.
***
Pagi hari berikutnya, Bubu diajak ibunya untuk berburu. Meski matanya masih mengantuk akibat begadang, Bubu mengikuti ajakan itu. Daripada dimarahi ibu terus menerus.
Dengan setengah hati, dia bangun tidur, salat dan mandi. Setelah itu dia ikut terbang bersama ibunya. Karena terlalu mengantuk, dia tidak konsentrasi terbang. Bahkan dia merasa kalau tubuhnya kurang sehat. Tubuhnya kedinginan. Perut mual. Kepalanya berkunang-kunang. Terbangnya pun seperti oleng dan akibatnya dia terjatuh. Ya, dia terjatuh dalam semak-semak.Â
Akhirnya dia beristirahat sebentar. Tidak mungkin dia terbang lagi untuk pulang ke rumahnya. Kalau dipaksa, pasti dia akan jatuh lagi.
Ibu Bubu mencarikan air untuk minum Bubu. Beliau menunggu Bubu yang terbaring di semak-semak. Kepala Bubu diusap pelan. Bibir ibu bergerak pelan. Samar-samar Bubu mendengar apa yang diucapkan ibunya itu.
"Ya Allah, ringankanlah sakit anakku, Bubu. Kasihan dia. Pucat seperti ini."
Lalu ibu berdoa, "Allahumma rabbannaasi adzhibilba'sa ishfi wa antasysyaafi laa syifa-a ilasyifauka syifaa-a laayughadiruu saqaman."
Hati Bubu tersentuh dengan ucapan dan doa ibunya itu. Ternyata meski dia sering ngeyel dan tidak menuruti nasihat ibu, tapi ibu tetap baik kepadanya.
"Ya Allah, kasihan ibu. Dia sangat khawatir dengan keadaanku," batin Bubu.
Dalam hati, Bubu berjanji akan berubah menjadi baik. Dia tidak ingin sakit hanya karena tidur larut malam. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih. Dan yang pasti, dia tidak ingin merasakan sakit. Sakit itu sangat tidak enak. Perut mual, kepala pusing. Lapar tapi tidak enak makan.
***
Setelah Bubu tidur sebentar, dia bangun dan diajak pulang oleh ibunya. Dengan sabar ibu mendampingi Bubu saat terbang, agar Bubu tidak jatuh lagi. Sesampai di rumah, Bubu masuk kamar. Dia ingin istirahat, biar lekas sembuh. Dia ingin ikut berburu bersama ibu dan teman-temannya.
"Pokoknya aku harus cepat sembuh," ucapnya pelan.
Di saat bersamaan Ibu Bubu masuk kamar Bubu dan membawakan bubur hangat untuknya.Â
"Ini dimakan, Bubu. Biar kamu nggak lemes dan cepet sembuh."
Bubu menerima bubur itu, meski setiap kali dimasakkan bubur, pasti dia tidak mau makan. Dia merasa kalau bubur itu rasanya tidak enak. Bentuknya membuatnya geli, seperti lumpur di sawah.
Tapi karena dia ingin tenaganya pulih dan lekas sehat, bubur itu diterima dan dimakan. Meski rasanya tetap hambar di mulutnya. Maklum karena sakit, jadi apapun yang dimakan pasti terasa aneh.
***
Sejak kejadian jatuh saat berburu dan sakit, Bubu mulai tidur teratur. Dia mengurangi begadang, biar istirahatnya bisa cukup.Â
"Aku akan mencoba ide dari Rurung. Aku akan temui Bu Tutu untuk belajar bercerita. Daripada aku begadang dan teman-teman nggak paham ceritaku," ucapnya mantap, berjanji pada dirinya sendiri.
Setelah beberapa hari, dia merasa tubuhnya lebih segar, kuat. Saat diajak berburu, dia bergerak gesit dan banyak buruan yang didapatkannya.
Ibu dan bapaknya memuji,"Bubu, kamu jauh lebih hebat sekarang!"
Bubu tersenyum bangga. Dia bahagia karena banyak yang mendukungnya.
"Iya, Bu-Pak. Aku sudah sadar, tidur yang cukup itu membuat tubuh sehat dan kuat!"
___
Branjang, 10-11 Februari 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI