"Tapi kamu besok harus sekolah, Bubu."
Nasihat ibu lagi-lagi tak didengarkannya. Bubu terus saja berceloteh tanpa arah. Andaikan saja dia menuruti usulan Rurung, pasti saat ini sudah ada kemajuan dalam bercerita.
***
Pagi hari berikutnya, Bubu diajak ibunya untuk berburu. Meski matanya masih mengantuk akibat begadang, Bubu mengikuti ajakan itu. Daripada dimarahi ibu terus menerus.
Dengan setengah hati, dia bangun tidur, salat dan mandi. Setelah itu dia ikut terbang bersama ibunya. Karena terlalu mengantuk, dia tidak konsentrasi terbang. Bahkan dia merasa kalau tubuhnya kurang sehat. Tubuhnya kedinginan. Perut mual. Kepalanya berkunang-kunang. Terbangnya pun seperti oleng dan akibatnya dia terjatuh. Ya, dia terjatuh dalam semak-semak.Â
Akhirnya dia beristirahat sebentar. Tidak mungkin dia terbang lagi untuk pulang ke rumahnya. Kalau dipaksa, pasti dia akan jatuh lagi.
Ibu Bubu mencarikan air untuk minum Bubu. Beliau menunggu Bubu yang terbaring di semak-semak. Kepala Bubu diusap pelan. Bibir ibu bergerak pelan. Samar-samar Bubu mendengar apa yang diucapkan ibunya itu.
"Ya Allah, ringankanlah sakit anakku, Bubu. Kasihan dia. Pucat seperti ini."
Lalu ibu berdoa, "Allahumma rabbannaasi adzhibilba'sa ishfi wa antasysyaafi laa syifa-a ilasyifauka syifaa-a laayughadiruu saqaman."
Hati Bubu tersentuh dengan ucapan dan doa ibunya itu. Ternyata meski dia sering ngeyel dan tidak menuruti nasihat ibu, tapi ibu tetap baik kepadanya.
"Ya Allah, kasihan ibu. Dia sangat khawatir dengan keadaanku," batin Bubu.