Tito, anak kura-kura yang senang makan dan tidur, dikenal sebagai warga hutan yang tidak mau berolahraga. Ada saja alasan yang dikatakannya saat menolak ajakan untuk berolahraga.
"Lari-lari? Nggak, ah! Aku bisa kecapekan."
"Ya kalau gitu, jalan-jalan pelan saja, To!" ajak Kuthuk, si anak ayam yang lucu.
"Ah, malas! Kamu pasti ninggalin aku. Kamu itu sering lari, nggak inget temen yang jalan pelan," ucap Tito ketus.
Kuthuk terdiam. Dia merasa percuma saja kalau ucapan Tito itu ditanggapi. Pasti Tito akan semakin marah. Akhirnya Kuthuk meninggalkan Tito.Â
Tito lega. Dia segera masuk kamar.Â
"Aku lebih nyaman kalau rebahan di kamar," ucap Tito pelan.
Ibu Tito yang sedang meracik sayuran untuk dimasak, menggelengkan kepala. Beliau merasa kewalahan untuk menasehati putra sulungnya agar mau berolahraga. Beliau ingin Tito lincah dan cekatan seperti teman atau adiknya, Lili.
Saat ini, Lili bermain lompat tali bersama Wawah dan Fatan di halaman rumah. Mereka bermain dengan riang. Suara tawa mereka terdengar sampai di kamar Tito. Akibatnya Tito merasa terganggu oleh suara itu. Tito jadi marah dan keluar kamar untuk mengusir Lili dan teman-temannya itu.
"Lili, Wawah, Fatan! Kalian main di lapangan sana! Suara kalian berisik! Ganggu aku yang mau tidur!"Â
Suara Tito melengking. Wawah dan Fatan sangat kaget mendengar suara itu. Apalagi saat mereka melihat wajah Tito yang menakutkan. Sementara itu, Lili tidak terima karena diusir kakaknya itu.Â
"Kami kan baru saja mulai mainnya, Mas. Masa kami harus pindah sih," omel Lili.
"Justru itu. Kamu sama teman-temanmu ini harus pergi dari sini!"
Lili tetap tak terima. Dia ingin bermain di dekat rumah. Karena Lili tak mengindahkan ucapannya, Tito semakin marah. Wawah dan Fatan ketakutan dan akhirnya berpamitan.
"Lili, aku pamit, ya!" ucap Fatan.
"Aku juga pulang saja ya, Li," pamit Wawah.
Lili tercengang. Dia kecewa karena kedua sahabatnya pulang begitu cepat.
"Ini gara-gara kamu, Mas!"
Tito bergegas meninggalkan Lili. Dia ingin melanjutkan rebahan di kamar.
"Mas Tito jahat!" omel Lili, sambil menahan tangisnya.
"Hei, Lili! Lompat tali itu nggak pantes buat kita, tahu! Yang pantas itu si Cici."
"Siapa yang bilang? Aku kan juga bisa..."
"Bisa apaan? Bisa kalah sama Cici? Hahahaha."
Lili menangis tersedu-sedu karena diejek Tito. Memang dia sering kalah kalau main lompat tali dengan Cici. Tapi kan dia menang kalau main sama Wawah dan Fatan.
Ibu yang sudah selesai memasak, lalu mendekati kedua anaknya yang bertengkar. Seperti biasanya, beliau menasehati Tito agar tidak mengolok-olok adiknya. Beliau juga menasehati agar Tito mau berolahraga. Nasihat itu tak digubris Tito. Dia langsung masuk kamar.
***
Sesampai di kamar, Tito menghempaskan tubuhnya di kasurnya. Dia ambil handphone yang setia menemaninya di kamar. Hingga tak berapa lama, handphone terlepas dari tangannya.
Tito berada di pinggir sungai yang arusnya sangat besar. Memang hari ini baru saja hujan reda. Jadi, air sungai pasti tinggi.Â
Tito sangat senang melihat sungai yang deras arus airnya. Dia punya mimpi bisa renang saat air sungai tinggi seperti ini.
Tito memberanikan diri turun ke sungai. Namun, baru saja dia turun, tiba-tiba...
Blerrrr...byuuuurrrr...
Tubuh Tito terhempas oleh air sungai yang semakin meluap. Dia berusaha untuk berenang. Bagaimanapun dia dulu bisa berenang di sungai. Namun karena arus air sangat cepat dan dia jarang berenang, akhirnya dia terbawa oleh arus air. Ya, dia tenggelam dan kesulitan untuk keluar dari sungai.
"Too..toloooooong!" teriak Tito. Namun tak ada yang mendengar suaranya.Â
Semakin lama, tenaganya semakin berkurang. Tubuhnya semakin lemah. Untuk berteriak, dia sudah tidak kuat lagi. Dia hanya bisa menangis dan menyesali dirinya yang tidak bisa berenang. Dia merasa kalau tidak mungkin selamat dari banjir bah seperti itu.
Saat pasrah dengan keadaan, tiba-tiba punggungnya terasa disentuh oleh seseorang.
"Tito...Titooo...bangun! Kamu itu kalau tidur jangan sore begini!"
Tito mengerjap-ngerjapkan matanya. Suara penolongnya sangat dikenalnya. Ya, itu suara Ibu.
"Ibuuuu! Huhuuuuhuuu."
Tito memeluk ibunya. Dia sangat bersyukur karena ibu telah menemukan dan menolongnya dari banjir bah.
"Terima kasih, Bu. Kalau Ibu nggak nolongin aku, pasti aku terbawa sampai laut."
Tito menangis sesenggukan. Sementara ibunya kebingungan dengan ucapan Tito.
"Hei, rupanya kamu mimpi buruk. Istighfar, To!"
Tito membuka matanya yang terasa pedih karena terlalu lama menangis. Saat melihat sekelilingnya, dia sadar kalau berada di dalam kamarnya. Akhirnya dia sadar kalau dia memang mimpi buruk. Tapi, tunggu dulu! Kalau itu benar mimpi buruk, kenapa dia merasa badannya basah semua?Â
Tito meraba-raba di sekitar tempatnya berada, dan benar, di bawah tubuhnya, kasur sudah basah. Untuk meyakinkan dirinya, Tito turun dari kasur dan melihat kasurnya memang basah kuyup.
"Ye..yeee...Mas Tito ngompooool," ledek Lili, yang sedari tadi berada di samping ibunya.
___
Branjang, 9 Februari 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI