Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kekesalan Lelaki Sepuh itu

23 Mei 2022   20:34 Diperbarui: 23 Mei 2022   20:36 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: debiaridiawan.wordpress.com

Kekesalan lelaki sepuh yang duduk di sebelah kananku tampaknya sudah memuncak. 

"Tyo sudah tiga kali tak jadi mengantarkan aku ke bank. Padahal sudah tiga bulan aku belum absen." Keluh lelaki itu sambil menahan kesalnya.

Lelaki sepuh itu, ayahku. Kakeknya anak-anak. Beliau adalah pensiunan guru yang ke mana-mana membutuhkan pertolongan anak mantunya yang memiliki mobil.

Ayah memang tidak bisa membonceng motor. Jadi aku tak bisa membantunya untuk mengambil uang pensiunannya.

Tentu kamu penasaran, kenapa ayah tak bisa membonceng motor, apalagi mengendarainya. Untuk berkendara dengan motor, ayah trauma. Beliau pernah jatuh saat latihan bermotor.

Sedangkan tak bisanya beliau dalam membonceng motor, itu disebabkan kakinya yang tak memungkinkan. Beberapa tahun sebelum aku menikah, ayah operasi pada tulang panggul sebelah kanannya.

Semua akibat dari kecelakaan masa kecilnya. Saat kecil, ayah jatuh dari pohon kelapa. Lalu selama berpuluh-puluh tahun, kalau berjalan langkah ayah pincang.

"Bapakmu bejik," ejek temanku saat aku masih kecil. Rasanya kesal juga mendengar ejekan teman-temanku. Apalagi kalau teman-teman menirukan langkah ayah.

***

Rupanya kecelakaan di masa kecilnya, akhirnya membuat ayah pincang dalam berjalan. Bahkan setelah pensiun, ayah harus opname dari rumah sakit ke rumah sakit.

Terakhir ayah opname di Rumah Sakit Kustati. Sebuah rumah sakit khusus untuk pengobatan atau operasi tulang. Beberapa kali operasi dilakukan. Bahkan terakhir, ayah sampai di ICU. 

Operasi berjalan lama dan ketika keluar ruangan, kondisinya menggigil. 

"Coba telpon Iza, biar minta tolong warga untuk bersih-bersih rumah," ucap Bulik tiba-tiba.

Aku menuruti ucapan Bulik. Dan di telepon kudengar tangis Iza. Aku sendiri menahan tangis. Aku masih berharap ayah tetap bertahan.

Selepas keluar dari ICU, pemulihan operasi ayah berlangsung lama. 

"Semangat, yah. Kan sebentar lagi mbak Na nikah. Ayah harus mengijabkan mbak Na 'kan?" Bujukku.

***

Alhamdulillah sampai saat ini ayah masih membersamai anak-anak. Menikahkan keempat putrinya meski dalam melangkah harus ditemani tongkat.

Khusus pernikahan, satu-satunya anak yang diijabkan di masjid hanya mbak Ka. Saat itu ayah masih sehat dan bisa duduk lesehan. Biasanya kalau menikahkan anak di masjid memang hanya lesehan.

Dalam bersikap kepada mantunya, ayah selalu menggunakan bahasa krama. Itu tak bisa diubah. Mungkin karena ayah ingin mengajarkan anak mantunya agar memiliki tata krama juga.

Nyatanya kini, ayah merasa tak dihargai suami mbak Ka. Hanya diminta mengantar ke bank saja sulitnya minta ampun. Padahal kalau dengan sahabat-sahabatnya, suami mbak Ka malah manut. Selalu ada waktu untuk mereka.

Anak-anak mbak Ka pun jarang ke rumah kakeknya. Si sulungnya mbak Ka tak menampakkan batang hidungnya saat pulang dari pondok. Entahlah, kenapa dengan keluarga kakakku itu.

"Aku kurang gimana to sebenarnya," keluh ayah.

Aku hanya terdiam. Bingung juga dalam menanggapi cerita ayah.

"Sampai tanggungan lima juta kuanggap lunas," ceritanya singkat.

"Tanggungan apa, yah? Kok sebanyak itu dilunaskan," selidikku.

Aku sebenarnya sudah tahu kalau ayah melunasi utang suami mbak Ka. Karena dianggap sulit melunasi utangnya. Utang itu sudah berpuluh tahun.

Untuk menurunkan tensi ayah, aku setengah bercanda mengatakan, "utangku mbok juga dilunasi, yah. Mosok mantu dilunasi, aku nggak dilunasi. Cuma dua juta lho utangku."

***

"Iza mau kusuruh beli mobil saja. Nanti aku uruni uangnya. Biar nggak kesal terus hatiku," ayah menyudahi obrolan kami sore ini.

Branjang, 23 April 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun