Semut- semut tak terlihat lagi wira- wiri mencari dan membawa makanan ke lumbung. Mereka menikmati musim hujan di dalam rumah mereka. Jika lapar, mereka tinggal mengambil makan di lumbung.
Mereka tak khawatir kekurangan makan. Makanan cukup untuk persediaan selama musim hujan. Tak ada ketakutan juga akan terbawa arus air. Di sekitar rumah mereka tak ada sampah yang bisa mengakibatkan banjir. Setiap hari sampah dibuang atau dikubur dalam tanah.Â
Para semut sangat bersyukur, raja mereka sangat bijaksana. Raja mengajak para semut untuk berjaga- jaga agar tak mendapat celaka selama musim hujan.
Usaha keras selama musim kemarau benar- benar melelahkan tetapi terasa nikmat dirasakan ketika musim hujan. Tak seperti yang dirasakan monyet.
Monyet selama musim kemarau hanya bersantai. Namun ketika musim hujan tiba, sering kelaparan. Dia kesulitan mengambil pisang yang matang karena hujan deras dan batang pohon pisang sangat licin.
Tak jarang monyet itu terpeleset dan jatuh. Dia merasa kesakitan. Terkadang petir menyambar- nyambar, membuat hatinya ciut untuk keluar dari rumahnya dan mencari makan.
Monyet lebih sering merasakan lapar di saat musim hujan. Dia sangat menyesal. Padahal semut- semut sering mengingatkannya untuk mengumpulkan makanan persediaan.Â
"Kamu kumpulkan pisang yang tua, monyet. Bawa ke rumah biar matang di rumah. Buat jaga- jaga kalau musim hujan..." begitu nasehat Raja Semut saat itu. Namun itu tak dipedulikan monyet.
Kini monyet merasakan susah sendiri. Tubuhnya tak sekuat dulu. Dia mudah sakit karena kurang makan. Ketika hujan reda, monyet menemukan pohon pisang roboh dan buahnya rusak. Akhirnya monyet hanya mengambil sedikit pisang yang masih layak dimakan.
"Aku berjanji, kalau musim kemarau tiba, aku takkan malas lagi. Tak akan sombong lagi. Aku akan meniru semut- semut yang rajin itu..."