Mohon tunggu...
Jonminofri Nazir
Jonminofri Nazir Mohon Tunggu... Jurnalis - dosen, penulis, pemotret, dan pesepeda, juga penikmat Transjakrta dan MRT

Menulis saja. Juga berfikir, bersepeda, dan senyum. Serta memotret.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Terobosan: Tarif Ojol yang Menyenangkan Semua Pihak

25 Maret 2019   12:42 Diperbarui: 25 Maret 2019   13:07 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Ubah aplikasi agar pengemudi dan penumpang bisa memilih tarif sesuai dengan yang diinginkannya. 

Pemerintah, pemilik aplikasi, dan mitra ojol (Ojek online) belum menemukan kata sepakat dalam menentukan tarif. Semua mempunyai argumentasi yang kuat mempertahankan usulan tarif yang mereka ajukan. Semua pihak bertahan demi kantongnya masing-masing. Sayangnya, mereka tidak melihatkan konsumen dalam menentukan tarif ini.

Pengemudia Ojol --yang diwakili oleh perwakilan asosiasi pengemudi ojol-- menginginakn tarif Rp3000 per km. tarif ini dinilai tinggi oleh pemilik aplikasi dan pemerintah. Kekhawatiran pemilik aplikasi adalah konsumen akan lari dari penggunaan ojol (dan kembali ke ojek pangkalan?) karena tarif dinilai terlalu mahal.

Pemilik aplikasi menginginkan tarif yang murah, yaotu Rp 1.600 per km, seperti sekarang. Menurut hitung-hitungan mereka, tarif sekarang disukai oleh konsumen dan tetap memberikan pendapatan memadai bagi pengemudi ojol. Tentu saja para mitra ---istilah untuk pengemudi ojol--- tidak menerima alasan ini. Bagi mereka overhead untuk mengoperasikan ojol tinggi, tidak bisa ditutup dengan penghasilan jika tarif Rp1.600. Kata mereka, penyusutan kendaraan, bensin (katanya mereka tidak menggunakan premium, bahan bakar minyak paling murah, demi masa pakai sepeda motor agar lebih panjang). Alasan mereka cukup kuat.

Semua pihak mempunyai alasan yang bagus dan kuat. Jika semua bertahan dengan pendapat masing-masing, sampai kapan pun tidak akan terjadi kesepakatan. Kecuali pemerintah tegas mengetok palu: tarif ojol sekian per km. Tidak ada perdebatan dulu. Tarif akan ditinjau tahun depan.

Tapi pemerintah juga tidak bisa setegas itu. Ini urusan perasaan dan urusan ekonomi. Apalagi saat ini, penetapan tarif ojol ini bisa menjadi urusan politik. Bila pemerintah salah mengambil kebijakan, bisa jadi pengemudi akan dirayu pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk menentang pemerintah. Repot.

Bagaimana jalan keluarnya?

Saya mencoba memberikan jalan keluar yang membuat semua hepi. Termasuk membuat hepi konsumen. Catatan: saya tidak tahu apakah selama ini dalam menentukan tarif ini pemerintah juga mendengarkan pendapat konsumen? Mungkin pernah melalui survei.

Tapi, anggap saja saya mewakili konsumen.

Selama ini, peranan pemilik aplikasi banyak sekali dalam nenentukan tarif. Jika permintaan naik di suatu lokasi, aplikasi yang mereka bikin otomatis menaikan tarif. Di saat begini, pengemudi akan senang, sebab pendapatan mereka naik. Tapi masih ada "tapinya" bagi pengemudi. Biasanya pada situasi seperti ini, jalanan macet. Akibatnya, waktu yang mereka butuhkan untuk mengantar penumpang menjadi lebih lama.

Karena itu, saya mengusulkan tarif mengikuti pasar sekaligus mengikuti perasaan si pengemudi dan si penumang. Jadi, kongkritnya saya mengusulkan kepada pemerintah dan pemilik aplikasi membuat tarif pilihan pada aplikasi. Jadi, pengemudi boleh memasang tarif per jamnya, begitu juga penumpang.

Jadi, pada aplikasi ojol milik driver dan penumpang ditmunculkan pilihan tarif sebagai berikut:

Tarif A: Rp3.000 per km

Tarif B: Rp 2.400 per km

Tarif C: Rp 1.600 per km

Trif D: Rp 0 per km

Mengapa ada tarif Rp0? Saya pernah membaca berita, seorang tukang ojek,  memberikan pelayanan gratif setiap hari Jumat. Jadi dia menggratiskan semua penumpangnya tiap hari jumat, ke mana pun mereka minta diantar. Saya tidak tahu apakah itu ojol atau opang. Tetapi di dunia ini selalu saja ada orang yang ingin beramal, di sisi lain ada saja penumpang tengah malam (atau siang) tidak punya uang. Jadi, merekalah sasaran untuk tarif Rp0 tersebut.

Penjelasannya sebagai berikut: Jadi, pada aplikasi yang dipegang oleh pengemudi, mereka harus memilih tarif yang ingin mereka pasang. Jika ingin pendapatan besar, pasang tarif A, yaitu Rp3.000 per km. Jika pendapatan sedang-sedang saja, pilih tarif  B, Rp 2.400 per km. Tapi, jika ingin dapat penumpang, pasang tarif C, Rp1.600 per km. Dan jika ingin beramal, pilih saja Tarif D Rp0.

Begitu juga pada aplikasi yang dipegang penumpang, ada pilihan. Jika mereka ingin cepat dapat ojol, sila pilih tarif mahal. Bila ingin tarif murah, resikonya adalah ojol lama muncul menjemputnya. Ini sesuai dengan kodrat manusia dan hukum pasar.

Pengemudi yang menginginkan tarif mahal harus bersabar dipanggil oleh calon penumpang yang terburu-buru atau penumpang yang tidak kenal kata mahal. Jika, ingin rajin jalan, panggilan yang tidak putus-putus, pasang tarif paling murah.

Sebaliknya dari sisi penumpang, kalau ingin cepat dapat tumpangan, pasar tarif mahal. Permintaah terhadap mereka pasti lebih rendah dibandingkan permintaan terhadap tarif murah. Begitu juga sebaliknya.

Terakhir, sebagai penutup. Tidak selamanya konsumen punya uang atau saldo uang digital pada aplikasinya. Mungkin lagi tongpes banget. Mereka masih ada kesempatan naik ojol, yaitu pasang tarif Rp0. Di sisi pengemudi, ada juga pengemudi yang ingin beramal, tidak mencari uang. Tapi hanya mencari pahala. Mereka boleh pasang tarif Rp0 di aplikasinya. Selain itu, ada orang yang ingin mendapat pengalaman saja menjadi pengemudi ojol. Golongan terakhir ini bileh juga memasang tarif Rp0.

Saya yakin dengan skema tarif seperti itu, semua pihak hepi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun