Mengemaskan Indonesia - Tulisan 1
Kalau nanti kau punya anak merantau, selipkanlah emas untuk dia gunakan di kala darurat, bukan uang! - Pesan Ibu
Sudah seperti kekasih.Â
Sejak jaman kuliah di Jogja awal tahun 90an, Pegadaianlah yang paling berperan. Setia. Dan cintanya tak pernah luruh. Jujur, akulah yang sering berpaling. Bagiku, Pegadaian sulit untuk dipisahkan. Meskipun aku pernah bersumpah untuk tidak kembali. Berbalik badan. Namun kadang rindu menggugah. Rasa benci tiba-tiba berubah. Di saat-saat  genting. Di kala aku membutuhkannya.Â
Sebagai anak perantauan dari Pelembang yang kuliah di Perguruan Tinggi Negeri, kiriman dari orangtua tak selalu cukup. Apalagi Ayah bergaji pas-pasan. Hidup dengan uang 40 ribu sebulan, di masa itu belum memberikan rasa nyaman. Meskipun itu cukup, kadang mendadak kurang. Apalagi Pak Pos yang selalu ditunggu--yang membawa selembar wesel--telat datang. Kalau hari yang ditunggu-tunggu itu berlalu, alamat makan sekali sehari bisa sampai seminggu!Â
Kawan-kawan lain punya cara. Di kala darurat membutuhkan dana, mereka bisa saja melorotkan celana. Membawanya ke Pasar Sentir di belakang Titik Nol Jogja. Menjualnya dengan harga berapa saja. Aku sendiri? Tak pernah mencoba dan tak tega. Â Â
Ini kisah yang tak bisa kulupakan. Membawa cincin titipan ibu ke daerah Ngupasan. Di situ ada kantor pegadaian. Letaknya dekat penjara di ujung jalan. Tepatnya Malioboro bagian Selatan. Â Â
Awalnya, aku segan dan malu. Takut berseliweran kawan-kawan di situ. Namun, gara-gara ada kawan senasib seperti aku. Menggadaikan selembar kain ibunya untuk uang saku. Maluku hilang seperti nyali penghisap candu. Kawan itu ternyata lebih parah dari aku!
Di masa itu, memang kain simpanan boleh digadai. Juga barang-barang antik dan pecah belah pun  tak masalah. Termasuk kebaya. Asal ditaksir ada nilai uangnya.  Â
Cincin titipan ibu tidak besar. Emas. Itu yang bikin aku tak pernah cemas. Tapi bisa kuandalkan. Untuk hidup selama 2 bulan. Itu pun tidak kugadai dengan nilai maksimal. Aku mengambil uang seperlunya. Sambil menunggu wesel tiba. Andai pun nanti kurang, aku bisa datang lagi minta tambah. Sampai pagu tertinggi nilai taksirannya.
Mengenang Pegadaian Ngupasan seperti mengenang kekasih pertama. Mantan yang tak pernah benar-benar sirna. Belakangan aku baru tahu, Pegadaian Ngupasan bukan hanya sejarahku. Tapi tonggak sejarah aksi buruh. Konon, Tan Malaka dan Bergsman memimpin pemogokan itu. Sampai-sampai Pemerintah Hindia Belanda mengasingkan keduanya ke Eropa. Pemogokan itu  terjadi pada 11 sampai 18  bulan Januari tahun 1922 (sebagaimana ditulis J. Th. Petrus Blumberger dalam buku De Nationalistische Beweging in Nederlandsch -- Indi, Dordrecht Holland / Providence-U.S.A : Foris Publications, 1987).
Menopang Perekonomian Keluarga
Setelah berkeluarga dan bermukim di Jakarta, kehidupan naik turun bagai putaran roda. Pernah mengalami PHK di saat krisis moneter 1998 mendera. Harta satu-satunya, motor dengan merek Honda Supra kutitip di Pegadaian Kebayoran Baru. Uangnya kujadikan modal warung makan kecil-kecilan di tenda biru. Sambil menunggu dan melamar lagi pekerjaan baru. Sampai akhirnya perekonomian Indonesia perlahan sembuh. Parahnya, saat kutembus motorku hampir setahun berlalu, rodanya sulit bergerak dan mesin sulit dinyalakan. Kedua bannya gembos dan mesinnya tak pernah dipanaskan. Namun, kini setiap lewat Pegadaian Kebayoran Baru, rasanya ingin kucumbu. Lagi-lagi Pegadaian telah menolongku. Â Â
Sejak saat itu aku berfikir bagaimana supaya memiliki emas agar tidak riweuh di saat-saat perlu, di saat-saat membutuhkan uang cepat. Seperti pengalamanku tadi, menggadai motor membuat "kaki-kakiku" lumpuh. Aku tak bisa kemana-mana, karena moda andalanku menjadi jaminannya. Pun ketika aku menggadaikan barang elektronik seperti laptop dan kamera. Barang yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan uang tambahan, malah terpenjara tak bisa digunakan. Dari situlah aku memutuskan menabung emas batangan. Kalau pun tergadai, tak mungkin ada kerabat dan kawan yang bertanya, "Emasmu mana?", seperti ketika aku menggadaikan motor, laptop atau kamera  Â
Di masa pandemi Covid yang membuat ekonomi keluarga habis-habisan, simpanan emas Pegadaian juga yang kuandalkan. Karena harganya yang tak pernah berkurang. Apalagi emas sangat mudah dicairkan. Dengan tabungan emas inilah aku mendapat modal. Membuat usaha laundry kecil-kecilan. Dan kini, usaha binatu itu sudah punya 3 karyawan. Usaha yang tadinya coba-coba sekarang justru jadi andalan. Tak bisa kubayangkan seandainya aku tak menabung emas di Pegadaian. Mungkin badai pandemi telah menghayutkanku ke dalam kemiskinan. Â Â
Di tahun 2020, anakku mencoba ikut-ikutan. Menabung emas seperti ayah katanya.  Ia menitipkan uang hanya 500 ribu. Setelah mendapat buku, 5 tahun lamanya ia lupa. Aku kira, uang yang mengendap itu akan sirna. Seperti simpanan uang di bank-bank swasta. Habis dikurangi biaya administrasinya. Tak kuduga, ternyata uang itu malah bertambah dan hampir berlipat ganda. Tapi dalam bentuk emas. Anakku gembira. Ia semangat lagi  melanjutkan tabungan emasnya.       Â
Semuanya Semakin Mudah
Dari pengalaman masa lalu aku jadi belajar, sekecil apa pun penghasilan, kita harus punya tabungan. Tabungan Emas Pegadaian adalah tabungan yang kuanggap paling aman. Apalagi sekarang perusahaan plat merah milik pemerintah ini sedang giat-giatnya melakukan program Pegadaian Mengemaskan Indonesia. Dan semuanya semakin mudah. Pembukaan rekening yang tak perlu lagi ke kantor pegadaian. Bisa dilakukan melalui aplikasi Pegadaian Digital. Top-up saldo emasnya pun dengan nominal yang sangat terjangkau. Bahkan, mulai dari 0,01 gram dan bisa dibayar dengan uang sepuluh ribu saja. Dan ini sudah mendapatkan gratis biaya fasilitas titipan di tahun pertama. Setiap menambah saldo sepuluh ribu, akan menjadi saldo emas sesuai harga Tabungan Emas saat itu. Saldo emas yang kita miliki pun dijamin emas 24 karat! Bila nanti saldo tabungan emas kita sudah mencukupi, tinggal pilih, mau dicetak menjadi emas batangan atau kepingan, atau ditukar dengan emas perhiasan  sesuai kemauan. Hal yang tentu saja menggiurkan dan sering kualami adalah harga jual kembali (buyback) emas yang jarang sekali jatuh. Sangat mudah dan likuid. Juga yang tak kalah penting,  saldo emas yang kita miliki juga dapat digadaikan sebagai agunan untuk kembali mendapatkan pinjaman. Lantas, apalagi yang diragukan?Â
Coba, deh, sekarang download aplikasi Pegadaian Digital. Hanya kurang 5 menit pendaftaran saya yakin kamu sudah memiliki tabungan emas batangan. Ini bukan lagi mimpi, tapi ikhtiar yang membentengi kamu dari kecemasan bencana ekonomi yang tak menentu. Dan aku sendiri mengalami dan pernah menjadi pelaku. Â Â Â
Pada akhirnya, kelak, ketika kita kan tua dan kehilangan pegangan, seperti lirik lagu Barasuara yang sedang viral, Pegadaian tentu akan tetap senyum memberi kekuatan. ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI