Mohon tunggu...
Jon Hardi
Jon Hardi Mohon Tunggu... Pengacara - ADVOKAT

Alumnus Fak. Hukum Univ. Andalas Padang lulus 1990.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Masa Pensiun, Akhir Hidup atau Hidup Baru?

10 September 2021   12:07 Diperbarui: 10 September 2021   12:14 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Jon Hardi

Bagi seseorang yang bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun  karyawan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) – selanjutnya disebut Pegawai - mengenal istilah pensiun. 

Pensiun berarti berarti berakhirnya masa kerja karena sudah memasuki usia pensiun. Kalau ASN dan BUMN biasa usia pensiun 58 tahun, untuk eselon tertentu ada yang usia 60 tahun. Ada juga yang usia pensiun 62 tahun seperti jaksa, ada juga yang 65 tahun, seperti hakim, dosen. Untuk pencapaian tertentu, seperti guru besar, hakim agung, maka usia pensiun bisa 70 tahun.

Apabila memulai masa kerja di usia 25 tahun, maka rata-rata seseorang bisa mengabdi selama 30 sampai dengan 45 tahun, yang berarti lebih dari separuh usianya dihabiskan untuk bekerja.

Bekerja dengan keras, spartan, mengorbankan tenaga, pikiran, bahkan nyawa, maka pekerjaan sudah mandarah daging dan menjadi warna khusus kehidupan Sang Pegawai. Predikat pegawai selalu dibawa dalam suasana apapun, tidak terkecuali dalam lingkungan keluarga, bertetangga, pergaulan sosial. Bahkan dalam mimpipun, dia tetap sebagai pegawai.

Maka wajar, begitu harus memasuki pensiun, Sang Pegawai sering dilanda ketidaksiapan mental. Apalagi bagi yang sudah mencapai posisi sebagai pejabat tinggi, kerap dilanda post power syndrome. Kehilangan fasilitas (gaji dan tunjangan yang besar, rumah dinas, kendaraan dinas, sopir, ajudan). 

Anak buah, teman pergaulan tingkat atas, yang biasanya setia di sekelilingnya, tiba-tiba hilang begitu saja. Menjadi rakyat biasa. Tidak ada lagi penghormatan atau tepuk tangan setelah berpidato. Hilang sudah pujian setelah bernyanyi meskipun dengan suara cemprang. Lenyap sudah kawan-kawan konkow. Harus ngantri mengambil uang pensiun atau berobat. Kondisi ini tentu sangat menyakitkan, jika tidak siap.

Ada yang merasa seperti narapidana mati menunggu eksekusi algojo. Hanya menjalani sisa usia sambil menunggu Malaikat Maut menjemput. Putus harapan dan paranoid. Alhasil, tidak sedikit yang menderita stroke, jantung dan ketakutan, sehingga tutup usia dalam kondisi yang tidak berbahagia.

Seperti cerita Pak Nursal (sebut saja begitu), yang tiba-tiba dilengserkan dari jabatannya sebagai direksi sebuah BUMN blue chip. Selama 3 bulan beliau kelimpungan, belum percaya dan tidak tahu harus berbuat apa. Terbiasa bekerja di perusahaan yang beromset ratusan triliun, sekonyong-konyong tidak bisa berbuat apa-apa. 

Untungnya beliau punya kawan-kawan yang baik. Beliau hanya mengekor kepada aktivitas kawan-kawannya. Yang penting ada kegiatan. Uang tidak masalah karena tabungan masih banyak. Untungnya, Pemerintah Kembali memberi beliau kepercayaan untuk memimpin sebuah BUMN lain.

Apakah masa pensiun memang menakutkan? Kalau tidak, bagaimanakah sebaiknya menyikapi masa pensiun ini?

Hidup Baru Yang Indah

Sesungguhnya masa penisun itu adalah masa yang indah. Serasa menempuh hidup baru. Masa yang dinanti-nantikan. Puncak dari masa depan, sebelum masa depan yang sesungguhnya (alam akhirat). Kalau waktu sekolah dulu kita selalu berupaya mempersiapkan masa depan, maka masa pensiun adalah masa depan yang dipersiapkan itu. Masa untuk bersenang-senang. 

Masa menikmati hasil jerih payah puluhan tahun sebagai pegawai. Masa tenang, tanpa terikat jadwal, bebas dari target dan deadline. Masa terbebas dari kemarahan atasan, masa kita merasa duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan mantan bos. Masa tidak perlu menahan hati akibat ketidakadilan di tempat kerja, masa tidak perlu memikirkan konflik dengan rekan kerja atau pihak lain.

Yang penting adalah kesiapan mental. Bahwa usia pensiun sudah diketahui jauh-jauh hari, pada saat akan bergabung menjadi pegawai. Kedua, keyakinan bahwa rezeki sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Setiap yang melata di muka bumi sudah disediakan-Nya rezeki. Rezeki sudah ditentukan sejak manusia dalam kandungan. Keyakinan ini tidak boleh goyah, sehingga batin menjadi tenang.

Beralih profesi

Masa pensiun merupakan saat yang tepat untuk menjalani profesi yang baru. Pensiun bukan berhenti bekerja tapi hanya beralih profesi. Ada yang melanjutkan usaha yang sudah mulai dirintis sejak berstatus karyawan. Bisa dengan memanfaatkan keahlian yang sudah ada, seperti mantan penegak hukum (jaksa, hakim, polisi), mantan legal korporat, menjadi advokad. 

Mantan eksekutif keuangan menjadi konsultan keuangan atau investor pada berbagai instrumen investasi yang ada. Mantan ahli kosntruksi di Perusahaan/instansi menjadi konsultan bangunan.

Profesi sebagai penulis merupakan pilihan yang baik. Tetap hadir di mana-mana tanpa harus ke mana-mana. Menulis melatih otak, perasaan dan memaksa untuk terus belajar. Menumpahkan uneg-uneg yang tertahan akibat belenggu birokrasi di tempat kerja. Menulis jadi ajang berbagi pengalaman.

Para mantan eksekutif perusahaan banyak yang selain menulis, juga mengajar pada masa pensiunnya. Seperti Pak Eet (sebut saja begitu), memilih mengajar di kampus setelah pensiun sebagai Direktur sebuah BUMN di Bandung. Berbagi ilmu dan pengalaman, membentuk karakter anak didik. Ilmu yang dibagi sebagai ladang pahala yang tidak putus meskipun jasad telah terkubur.

 Ada juga yang menjalani profesi baru di luar profesi yang telah digelutinya, misalnya menjadi pedagang atau produsen. Contoh, seorang pensiunan sebuah BUMN menjadi pengusaha sukses sebuah usaha kuliner terkemuka di Kota Bandung. Kolonel Sanders justru setelah pension dari militer mencapai sukses dengan usaha KFC yang legendaris.

Saran, sebaiknya tidak mengembail pekerjaan baru sebagai pegawai meskipun di instansi atau perusahaan yang berbeda, karena itu berarti mengulangi lagi periode sebagai pegawai. Ibarat keluar mulut harimau masuk mulut buaya. Akan tetap dalam kuadran satu yang berkategori poor dad versi Robert T. Kiyosaki.

Mendalami agama

Masa pensiun dapat digunakan untuk mendalami agama dan memperbanyak ibadah. Kesibukan bekerja sering membuat orang tidak sempat mempelajari atau mendalami ilmu agama. Rapat-rapat, deadline, membuat pegawai sering lalai beribadah. Ketakutan kepada atasan, ketakutan kehilangan pekerjaan, kadangkala melalaikan hati dari kebesaran-Nya. Peran Tuhan sepertinya telah tergantikan oleh harta dan tahta.

Dengan menikmati pensiun, ada kesempatan untuk ‘menebus’ dosa-dosa dan menambal ibadah yang tertinggal dengan memperbanyak taubat, meningkatkan ibadah dan memperbanyak ilmu agama. Selain shalat fardhu tepat waktu dan berjemaah, kesempatan terbuka lebar untuk memperbanyak ibadah sunat, seperti puasa sunat, bersedekah, iktikaf di masjid, ikut program one day one juz (ODOJ) atau ikut berbagai pengajian. Contohnya, ada seorang mantan Manajer di sebuah BUMN saat ini mendaftar menjadi Santri Penghafal Al Quran.

Aktif di kegiatan sosial

Untuk menyalurkan hasrat berorganisasi, masa pensiun dapat dipergunakan untuk aktif di organisasi sosial. Ada yang aktif di partai politik, menjadi pengurus Yayasan, pengurus Dewan Kemakmuran Mesjid (DKM), Lembaga-lembaga amal dan sejenisnya.

Kegiatan ini dapat mendatangkan manfaat positif. Beramal, beribadah, sekaligus membangun jejaring sosial, aktualisasi diri dan menyalurkan hobi berorganisasi.

Mendekatkan diri dengan keluarga dan kerabat

Selama bekerja, keluarga merupakan korban utama akibat larutnya seorang pegawai dengan pekerjaannya. Sering ditinggal saat berdinas di kantor atau perjalanan dinas keluar kota. Apalagi yang tempat tugasnya memang di kota yang berjauhan dengan home base keluarga, sehingga jarang bertemu. 

Ada yang bersetmu keluarga sekali seminggu, istilahnya PJKA (Pergi Jumat Kembali Ahad) atau S3 (Seminggu Sekali Setor). Ada juga yang sekali sebulan atau 2 bulan karena ngirit ongkos. Untuk pekerjaan tertentu seperti anak buah kapal (ABK) bisanya pulang sekali 6 bulan.

Keluarga sering menjadi pelampiasan kemarahan atau kekesalan yang tidak bisa disalurkan di tempat kerja. Meskipun keluarga juga menjadi penikmat dari hasil keringat Si Pegawai, namun kenikmatan seringkali tidak seimbang dengan pengorbanan yang keluarga berikan.

Pak Yoke – nama samaran - seorang mantan pegawai swasta di perusahaan geothermal, selama bekerja mendapat shift 30;30, artinya 30 hari bekerja di lokasi mandah yang terletak di kaki Gunung Lokon, Sulawesi Utara, sedangkan 30 hari lagi kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga di Bandung. Shift itu tidak bisa diganggu gugat. 

Apapun yang terjadi, saat gilirannya dia harus berangkat. Karena itu beliau sering kehilangan kesempatan untuk berlebaran, beridul qurban bersama keluarga. Tidak sempat menyaksikan anaknya yang diwisuda di sekolah, tidak bisa melayat saudaranya yang meninggal. Karena itu, begitu masuk usia pensiun, beliau memutuskan utk total Bersama keluarga. 

Tidak mau lagi diperpanjang bekerja sebagai tenaga kontrak di Perusahaan yang lama ataupun perusahaan sejneis, meskipun banyak yang meminta. Beliau bertekad akan full mencurahkan kasih saying kepada keluarga di masa pension. Qadarullah, di saat beliau ingin bersama keluarga, anak beliau yang sulung justru dipanggil Allah, dan tidak lama kemudia sang istri tercinta menyusul. Meskipun sedih tidak kepalang, namun beliau merasa lega, anak dan istri wafat di saat mendapat perhatian penuh beliau.

Pak Alex, bukan nama sebenarnya, begitu pensiun langsung melakukan napak tilas, dari domisilinya di Bandung, ke kampung kelahirannya di Jawa Timur dan ke kampung istrinya di Sumatera Barat. Mengunjungi kerabat-kerabat yang tidak sempat dikunjungi karena kesibukan bekerja. Ternyata itu adalah kunjungan terakhir, karena tidak lama setelah melakukan napak tilas tersebut beliau meninggal. Sebuah anugerah dari Yang Maha Kuasa, memanggil beliau setelah menuntaskan hablum minannas-nya.

Menekuni hobi

Kalau ingin menjalani masa pensiun dengan sangat menyenangkan, menekuni hobi yang sempat terbengkalai saat bekerja, adalah pilihan yang tepat. Bagi yang punya banyak tabungan atau pendapatan besar pasca pension, dapat menekuni hobi mahal, seperti golf, traveling, motor gede, atau aero modelling. Namun kalua kantong pas-pasan, cukup dengan hobi murah meriah, seperti mancing, ngagowes (bersepeda), bermusik, memelihara tanaman atau memelihara hewan. 

Bisa juga melakoni hobi yang terkesan nyeleneh, seperti main layangan, main gasingan atau main kembang api. Yang penting sesuai dengan kondisi kantong dan bisa membuat senang, ada kesibukan dan punya pergaulan sosial yang baru. Syukur-syukur hobi itu kemudian dapat mendatangkan uang.

Kesimpulan 

Masa pensiun merupakan momok yang menakutkan bagi pegawai yang belum siap, namun masa-masa yang menyenangkan bagi pegawai yang sudah siap secara fisik dan mental.

Jadi, masa pensiun dapat dilihat dari dua sisi, tergantung dari persepsi yang digunakan. Nah, dari pada membayangkan hal-hal negatif tentang masa pensiun, ada baiknya dari sekarang, selagi masih bekerja, mulai berancar-ancar untuk menjalani masa pensiun yang menyenangkan. Lalu, pada saatnya dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, kita dalam keadaan berkecukupan, berbahagia, dan berada di dekat orang-orang tercinta.

Bandung, September 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun