Mohon tunggu...
Gus Memet
Gus Memet Mohon Tunggu... Relawan - Santri Kafir

Ada dari satu suku kata

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tarian Mata Pena

8 Januari 2023   19:00 Diperbarui: 8 Januari 2023   19:00 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: speedballart.com

Di titik manakah mata penaku mulai melangkah dan di mana pula letak noktah yang hendak ia jangkah?

Di satu waktu ia menuju satu arah sedang di masa lain ia meluas jelajah.

Atau ia seperti air kembara: melangit memega, lalu dihembus angin memeluk puncak-puncak, meluruh merinai menderai, diam mengendap, menyelinap, menembus rekah tanah bersemayam dalam gelap, memancar, merayap, menyenandung gemercik meliuk menderas lalu mendebur dan membuncah tarian ombak untuk kembali meninggi? berputar dari aksara ke aksara, kata demi kata... ke mana?

Atau kucari saja arti pada makna demi makna yang dicercap akar tumbuhan, pada elok dan wangi bunga, pada kelimun kepak sayap-sayap serangga, dan pada setiap rasa yang perutnya membuncit mengandung lembaga.

Pada setiap pemberhentian itukah mata penaku menuju dan memulai perjalanan baru, sehingga tak terperangkap ia pada kubangan usang yang terus diulang dan diulang?

Aku menggores, menitik, meliuk, membentuk bukan dari dan hendak ke mana. Aku menari dan terus menari menyusuri kurva demi kurva agar setiap kali kutumbuhkan tunas, kuncup, kelopak, benang-benang sari dan orkestra kepak sayap-sayap serangga. Dalam nuansa yang berbeda. (Wim.)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun