Mohon tunggu...
Gus Memet
Gus Memet Mohon Tunggu... Relawan - Santri Kafir

Ada dari satu suku kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Madjoe Makmoer

21 November 2022   05:42 Diperbarui: 21 November 2022   07:27 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalur penyelamat dimaksud. (sumber: beritaberaking.blogspot.com -tulisannya emang gitu)

Adegan berdurasi duapuluh satu menit di terminal bus Bawen yang panas, ngap, sesak, dan berisik oleh iklan pedagang asongan tidak perlu diceritakan. Juga keadaan Nina. Ipunk sih udah standby di pintu belakang. Nunggu giliran.

Di pojok bangku deretan belakang, sorang ibu muda duduk terhimpit tumpukan barang dan kakek tua yang pulas di sampingnya. Berkali dia mengusap peluh di wajah, coba menimang bayinya yang tak kunjung diam. "Cup.. cup.., sabar yo le.. iki mangkate kapan to yo?" Dia pengen menyusui bayinya biar diam, tapi takut pada tulisan "Dilarang Mengeluarkan Anggita Badan".

Jam sepuluh lewat sebelas, semoga jam hape kita terkalibrasi di zona waktu yang sama, Madjoe Makmoer akhirnya beringsut. Hufh.. si ibu bernafas lega. Ipunk merangsek ke depan, menyibak beberapa penumpang yang tak kebagian jok. Ia berpapasan dengan Yu Tum, pedagang tahu asin yang heboh mau turun. "Alon mas sopir, tak mudun sik. Laris yo Punk."

"Iyo, Yu. Amin."

Di pintu keluar terminal, bus AKDP Semarang - Purwokerto itu mandeg lagi. Odang berteriak memanggil Iban, membisikkan sesuatu ke kuping kondekturnya. Lalu mereka terlibat diskusi serius yang tak kedengaran.

Ipunk menyandarkan punggung di sandaran jok depan pintu depan. Openingnya ajeg: "Assalamu'alaikum penumpang, salam sejahtera bagi kita semua, hom swastiastu, namo budaya, salam kebajikan. Ketemu lagi dengan saya, penghibur setia perjalanan Anda. Mohon maaf sebelumnya diiringi do'a semoga Anda selamat sampe tujuan. Oke, satu lagu..."

Rekaman CCTV yang kelak viral menayangkan Madjoe Makmoer pelan meninggalkan terminal Bawen. Adegan selanjutnya nampak bus tua itu berijuang menembus kepadatan lalu lintas di pasar Ambarawa. Berhenti. Menurunkan penumpang. Jalan. Berhenti lagi, macet. Jalan lagi. Berhenti lagi, menaikkan penumpang, jalan lagi. Di ujung sesi, pemuda ceking berbaju gombrong, memegang cak mungil, kusam, dan agak sumbang, kelihatan meloncat keluar dari pintu belakang usai menghimpun saweran.

Perjalanan Madjoe Makmoer juga tetangkap kamera di pertigaan Secang. Belok kanan arah Temanggung. Ngetem di sana lima menit, lalu jalan. DVR CCTV pasar Kedu, pertigaan Temanggung - Pring Surat, RSK Ngesti Waluyo Parakan, dan SPBU Kledung Pass, pun jadi saksi, tapi gak penting sehingga enggak dipublis.

Padahal setting lokasi terakhir itu, yang menyajikan pemandangan di punggungan gunung Sumbing - Sindoro selagi langit cerah sungguh mempesona. Soalnya ada view resto di puncak bukit Botorono, Petarangan, dan banyak lagi. Tapi daripada deskripsinya berkepanjangan, coba saja sendiri lewat sana.  Lagipula, Nina tidur memeluk ransel gembungnya.

Diskusi antara Odang dan Iban, plus Roji (kenek) waktu bus itu berhenti di pinggir jalan depan pasar Reco, secara tak sengaja terekam kamera hp salah satu penumpang yang iseng bikin konten travelling. Tapi gak ada suaranya. Apalagi kemudian kru Madjoe Makmoer turun dari bus, berdebat di luar.

Karena kata-kata mereka penting, ditulis aja ya? Gak usah nanya sumbernya dari mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun