Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - pendiri komunitas Seniman NU
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis opini di lebih dari 100 media berkurasi. Sapa saya di Instagram: @Joko_Yuliyanto

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Naskah Monolog: Koin

18 Mei 2021   14:29 Diperbarui: 18 Mei 2021   14:47 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak akan bisa. Terhadap pilihannya. Semua orang mempunyai keindahan, semua orang mempunyai kelebihan, hanya saja tidak semua orang melihatnya. Berhenti! Jangan! Jangan keluar jalan, Tuhan pasti akan memberi jalan keluar. Atau mungkin yang kita keluhan saat ini adalah yang sebagian orang mimpikan. Bedebah!"

Gelap tidak berarti hitam, terang tidak berarti putih. Sedangkan mereka yang takut kegelapan akan menjadi musibah memahami sebuah pengertian. Seperti halnya orang yang takut pada bayangan maka ia akan masuk dalam kegelapan.

Hidup bukanlah sebuah pemutar musik, dimana kamu harus memilih apa yang ingin dimainkan. Hidup adalah sebuah radio, dimana kamu harus menikmati apa yang dimainkan. Sisanya adalah peruntungan!

MEMUTAR DIMENSI WAKTU KEMBALI PADA MASA LALU.

Dulu.... aku tidak diberikan pilihan untuk memilih selain ketidakbahagiaan. Apapun bisa diminta. Bapak yang pagi buta pergi mencangkul, Ibu yang susah payah masak di dapur. Mereka menghiburku, tidak diperkenankan meneteskan air mata hanya karena tidak mampu beli ikan hias.

Semakin dewasa mulai mengerti banyak pilihan. Kehidupan yang serba paradoks. Sampai pada suatu malam aku sempatkan merenungi. Bapak yang menghutang ke sana kemari hanya untuk aku bisa sekolah. Ibu yang siang malam mendoa untuk kesuksesan anak-anaknya. Dan anak yang mengabaikan segala bentuk kasih sayang orang tuanya.

Koin, aku tidak punya hak memilih lahir dari rahim ibu presiden. Motivator tentang kesuksesan tidak semudah membalik koin-koin keberuntungan. Iya, hidup hanya tentang sebuah perjalanan, tidak melulu keberuntungan.

ANGKA!

"Bangsat! Pelacur bangsat! Hey... berapa tarif tertinggi menyewamu? Bukan hanya kamu, seluruh keluargamu pun bisa saya beli. Jangan nangis! saya tidak sudi menyempatkan diri turut berempati atas ketololanmu. Ingat! Kalau besok masih melakukan hal serupa, saya bedah kemaluanmu. Cuih! Jilbab, tapi kelakuan biadab."

"Pak, mana tega saya menjual diri jika bukan sebab keterpaksaan. Saya harus mengasuh tiga anak. Suami saya setiap bulan harus kemoterapi kanker. Belum lagi tagihan sewa kontrakan yang nunggak 4 bulan. Saya tahu pak, melacur perbuatan hina. Tapi memang hanya melacurlah saya bisa dapatkan uang. Kami bukan seperti bapak yang ketika ingin bisa didapatkan"

Percik di danau lebih bermakna daripada hujan di laut. Sudah masanya. Manusia terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan. Tentang kesamaran dan keabu-abuan. Lekas memilih tanpa sempat memilah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun