Mohon tunggu...
Yuniarto Hendy
Yuniarto Hendy Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Lepas di China Report ASEAN

Youtube: Hendy Yuniarto

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Fobia

3 Februari 2020   18:27 Diperbarui: 4 Februari 2020   07:45 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekhawatiranku yang sebenarnya adalah berita, membuat panik, membiaskan realitas, menyalahkan yang tak bersalah, sampai memfitnah dan bertidak rasis. Namun rasis dalam masyarakatku memang sudah biasa, sudah ada sejak dalam pikiran. Tinggal menunggu saat yang tepat, bersembunyi di balik konflik ideologi dan agama. Kali ini rasis mendapat tempatnya, meskipun di situasi panik ini, wabah virus yang sedang melanda wilayah yang kutinggali, tidak peduli.

Mereka dituduh tertimpa azab, pendosa, seperti balas dendam yang tersalurkan, belum tuntas. Ah, ternyata tidak beda dengan virus lain, bahkan lebih parah, gumamku. Yang belum menderita tidak ketinggalan ikut didiskriminasi, dijauhi, diusir, seperti kutil yang dipaksa cabut dari kulit. Mereka dengan percaya diri membuat video berita bahwa virus saat ini sudah diramalkan ada di kitab sucinya. 

Beberapa video berseliweran di grup menunjukkan banyak orang berjatuhan terkapar, massal, dilatar belakangi musik horor, seperti menebar teror. Sebagian bertanya padaku mengecek kebenarannya, tak kubalas. Dia sudah tahu karena dia adalah seorang dosen, di kampus ternama, tapi jarang publikasi karya ilmiahnya.

Kini semua orang ahli virologi, bahkan multidisipliner, dengan teologi, sosiologi, politik internasional, dan disiplin ilmu lainnya, mengomentari dengan segala daya dan upaya. Tak jarang saling cerca, hujat, kurang puas lalu berganti akun samaran, kembali mengumpat seperti turun di medan perang komentar. Banyak juga penonton televisi tak mengalihkan saluran berita hangat ini, update terbaru katanya, breaking news alasannya, mengabarkan tentang konspirasi, kompetisi ekonomi, lengkap dengan pembicara yang dipercaya ahli di bidangnya, meskipun gelar akademisnya tidak nyambung.

Kini tidak sedikit orang yang terbawa arus, bahkan terombang ambing di gelombang berita, pada situasi ini. Aku pun tidak heran mereka terseret arus sekalipun, karena masih sering membuat mitos menjadi fakta. Tertipu pun sudah biasa dan mudah. Bukti mitos masih berlaku, laris seperti gorengan tahu.

Sudah dua minggu ini tidak bepergian ke mana-mana, hanya sebatas lingkungan komplek apartemen. Tetap waspada, juga ada kekhawatiran. Aku mandi, menyemprot minyak wangi, tidak lupa menggosok tangan pakai disinfektan alkohol 63%. Masker N95 tidak lupa kukenakan, lalu keluar dari apartemen untuk menghirup udara segar, setelah salju turun dengan lebatnya. Kuingat temanku yang merasa saat ini seperti tinggal di penjara. Ah, tidak juga. Semua adalah usaha dan kerja sama sampai semua ini bisa terlewati dengan baik, tanpa mengorbankan banyak orang. Lewatilah dengan hal-hal yang produktif.

Kulihat dari kejauhan masih ada beberapa petugas keamanan, mungkin juga ada petugas kesehatan di antaranya. Mereka berjaga dan memeriksa orang yang keluar masuk komplek. Saat ini memang terasa sangat sepi, lebih dari biasanya, karena lebih baik tetap di dalam ruangan. Itu yang selama ini dianjurkan. Deteksi awal dan isolasi awal, itu yang dianjurkan ahli virus SARS, dan aku memang lebih percaya anjuran itu, dan media lokal serta nasional di sini. Meskipun media dimiliki pemerintah, namun jelas dan tegas, memberikan keyakinan dan semangat.

Setelah menghirup udara segar di luar aku masuk kembali ke kamar, mengecek hape, kembali membaca berita-berita yang sama, tentang fobia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun