Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Peribahasa dalam Beberapa Bahasa tentang Kesombongan

10 Juni 2021   07:08 Diperbarui: 10 Juni 2021   07:27 6860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.azquotes.com

Plato berujar: Orang sombong ditinggalkan Tuhan.

Sombong atau Rendahhati adalah Pilihan

Koesplus, dalam lagu Wong Urip, Album Pop Jawa Melayu Koesplus pada 1976,  mengingatkan kita agar jangan sombong. Bait pertama lagu ini:

Bong kuburan Chino,* wong nek sombong bakal ciloko
Bong kuburan mayit, wong nek sombong bakal kecepit
(Bong kuburan China, orang kalau sombong akan celaka
Bong kuburan mayat (mayit), orang kalau sombong akan terjepit
)

*Saya koreksi sesuai artikel saya: Mengulik Kata "Cina" yang Salah Kaprah (Seharusnya: "China").

Koesplus sendiri mengambil sikap berhati-hati agar tidak jatuh dalam kesombongan "merasa lebih tidak sombong ketimbang orang lain," sehingga di dalam kata-kata pembuka lagu ini Koesplus menyisipkan kata "nek" ("kalau") dan dengan demikian tidak mencap apalagi menghakimi orang, sombong adalah pilihan: kalau sombong, ada konsekuensinya, bakal (akan)......... Ini sejalan dengan sebuah peribahasa Hokkien: Sombong tak lebih lama daripada celaka.

Bagi saya makna peribahasa dalam lagu ini sangat arif dan mendalam. Yang saya lihat menjadi masalah pada umumnya tatkala seseorang dihinggapi kesombongan adalah bahwa orang tersebut menjadi lupa diri, "akulah yang empunya dunia ini" dan semakin lama kesadarannya semakin berkurang lalu hilang, dan tak mungkin kita bisa berharap orang yang sudah bersenyawa dengan kesombongan itu bisa menyadari bahwa dia telah menjadi sombong karena memilih untuk sombong, karena dia dalam ketidaksadarannya tidak memiliki lagi "pilihan" selain sombong.

Bagai kacang lupa akan kulitnya (seseorang yang lupa akan asal-usulnya, terutama seseorang yang berasal dari desa dan pergi ke kota, menjadi kaya atau memiliki jabatan tinggi, dan lupa daratan).

Seperti buah kedempung, di luar berisi di dalam kosong (Orang yang sombong atau banyak cakap, padahal tidak ada kelebihannya).

Anjing ditepuk menjungkit ekor (orang hina atau bodoh, miskin, dsb, kalau mendapat kebesaran menjadi sombong.

Menjadi ular, pijat-pijat menjadi kura-kura (Orang hina atau miskin, bodoh, rendah, dsb, hendak menjadi/menyamai/berlaku seperti orang besar atau kaya, pandai, terhormat, dsb, tidak tahu diri atau congkak, sombong), mengharapkan yang bukan-bukan.

Yang paling parah adalah: Bagai buntal kembung (Bodoh dan sombong).

Kata C.S Lewis: A proud man is always looking down on things and people, and, of course, as long as you are looking down, you cannot see something that is above you (Orang yang sombong selalu memandang rendah hal-hal dan orang-orang, dan, tentu saja, selama Anda melihat ke bawah, Anda tidak dapat melihat sesuatu yang ada di atas Anda).

Eling lan waspada (ingat dan waspadalah!)

Jadi, kita patut bersyukur jika belum dihinggapi "sang sombong" sehingga masih bisa dengan penuh kesadaran menjauhkan diri darinya. Dalam hal ini, peribahasa yang bisa kita pedomani adalah: Di atas langit masih ada langit (Ketika kita merasa hebat atau pandai, jangan lupa bahwa masih ada orang lain yang lebih hebat atau lebih pandai dari kita, hal itu mengajarkan pada kita untuk dapat berendah hati dan tidak menyombongkan diri).

Dalam peribahasa-peribahasa digunakan dua kata yang kontras sama sama lain: sombong dan rendahhati.*

*Saya satukan saja karena maknanya menyatu, seperti kebiasaan saya menggunakan kata orangtua, rumahsakit, terimakasih, dsb.

Pilihan untuk menjadi sombong atau rendahhati ini juga sudah saya bahas dalam artikel: Mirsani lan Eling (Lihat dan Ingat) di Tengah Pandemi.

Untuk menunjukkan perbedaan kedua kata ini, dalam bahasa Inggris ada peribahasa: A vulgar mind is proud in prosperity and humble in adversity. A noble mind is humble in prosperity and proud in adversity (Pikiran yang vulgar sombong dalam kemakmuran dan rendahhati dalam kesulitan. Pikiran yang mulia rendahhati dalam kemakmuran dan sombong dalam kesulitan).

Karakteristik Orang Sombong dan Orang Rendah Hati

Air beriak tanda tak dalam (Orang yang banyak cakap, sombong dan sebagainya, biasanya kurang ilmunya).

Seperti ilmu padi,
kian merunduk kian berisi
.*
(semakin tinggi ilmunya semakin rendahhati, kalau sudah pandai jangan sombong, selalulah rendah hati).

*Susunan saya balikkan agar ritmik.

Buta baru celik (Menjadi sombong karena beroleh kekayaan atau pangkat dsb).

Atau: Seperti gadis jolong bersubang, bujang jolong bekerja (Sangat berlagak atau sombong, karena baru saja menjadi kaya, berpangkat tinggi, dsb.)

Kata Jeremy Taylor: He that is proud of riches is a fool, for if he is exalted above his neighbors because he has more gold, how much inferior is he to a gold mine (Seseorang yang sombong dengan kekayaannya adalah orang bodoh, karena jika dia ditinggikan di atas tetangganya karena dia memiliki lebih banyak emas, betapa rendahnyalah dia dibanding sebuah tambang emas).

Akibat kesombongan ditunjukkan oleh peribahasa: Gajah mati karena gadingnya, harimau mati karena belangnya, kesturi mati karena baunya, kuang mati karena bunyinya; rusa karena mati tanduknya (Orang yang mendapat bencana, kecelakaan, kebinasaan karena memperlihatkan keunggulan, kesombongan, kemegahan, kata-kata, dan tabiatnya sendiri).

Penyebab Kesombongan

Jeremy Taylor juga mengatakan: To be proud of learning is the greatest ignorance (Sombong karena pembelajaran adalah kebodohan terbesar). Pembelajaran di sini maksudnya merasa pintar.

Apa? Orang pintar juga bisa jadi sombong? Ya. Jadi, apa pilihannya?

Orang pintar bisa menjadi sombong karena merasa banyak yang dia ketahui, orang arif memilih untuk rendahhati karena merasa tak ada lagi yang perlu dia ketahui (dan hanya membagikan kearifannya kepada orang lain).

Kesimpulannya, kalau tidak eling lan waspada, kesombongan bisa menghinggapi diri siapa saja, entah orang miskin, kaya, bodoh, atau pintar, dsb. Waspadalah dan ariflah.

Masih banyak peribahasa lain terkait sombong dan rendahhati, tinggal kita cari.

Jonggol, 10 Juni 2021

Johan Japardi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun