Di era globalisasi yang semakin maju, perekonomian termasuk investasi dan perdagangan antarnegara tidak lagi mengenal batas negara. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa di balik peluang-peluang besar ini, terdapat tantangan yang seringkali mengintai: Pajak Berganda. Bayangkan jika Anda sebagai pengusaha yang beroperasi di dua negara harus membayar pajak di kedua negara tersebut atas penghasilan yang sama, tentu masalah ini bisa menjadi mimpi buruk bagi pelaku usaha listas negara.
Untuk mengatasi masalah ini, banyak negara termasuk Indonesia, telah menjalin Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). P3B adalah alat yang dirancang untuk mencegah pengenaan pajak ganda dan memberikan kepastian hukum bagi para pengusaha. Dengan adanya perjanjian ini, negara-negara berkomitmen untuk membagi hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh oleh individu atau perusahaan dari negara lain.Â
Namun, seperti dua sisi mata uang, P3B juga terdapat tantangan yang harus dihadapi dalam implementasinya. Mulai dari risiko penyalahgunaan perjanjian, perbedaan interprerasi antarnegara, hingga kompleksitas administrasi. Semua hal ini menyebabkan implementasi P3B menjadi tidak semudah yang dibayangkan.
Dalam artikel ini, kita akan menggali lebih dalam mengenai Treaty Shopping yang masih menjadi tantangan yang sering terjadi di Indonesia karena banyak perusahaan di Indonesia yang memanfaatkan tarif pajak rendah yang di dapat dari P3B. Sebelum itu mari kita cari tahu terlebih dahulu apa pengertian dari P3B!
Apa itu Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda?
P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda) atau juga dikenal sebabgai Tax Treaty merupakan perjanjian bilateral antara dua negara yang bertujuan untuk menghindari pengenaan pajak berganda pada individu maupun perusahaan atas penghasilan yang sama. P3B memberi fasilitas kepada pelaku usaha/ wajib pajak berupa tarif pajak yang lebih rendah dari tarif pajak sebenarnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPh atau pengecualian dari pengenaan pajak di negara sumber. P3B berfungsi untuk mengatur pembagian hak pemajakan atas suatu transaksi yang terjadi antara negara asal dan negara tempat tinggal, yaitu negara di mana wajib pajak menetap atau tinggal.
Berdasarkan ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pajak Penghasilan (UU PPh) penghasilan berupa dividen, bungan, dan royalti yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) akan dipotong PPh sebesar 20% oleh pemberi penghasilan.
Apa itu Treaty Shopping?
Namun, seperti halnya kebijakan lainnya, P3B juga menghadapi sejumlah tantangan yang dapat mempengaruhi efektivitasnya dalam mencegah pajak berganda. Salah satu tantangan yang sering muncul adalah Treaty Shopping. Treaty Shopping sendiri ialah penyalahgunaan oleh pelaku usaha atau perusahaan atas Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antarnegara. Praktik treaty Shopping dilakukan untuk mendapat fasilitas P3B, seperti penurunan tarif pemotongan pajak (withholding taxes) oleh subjek pajak yang seharusnya tidak memiliki hak atas fasilitas tersebut. Penyalahgunaan ini biasa dilakukan dengan menggunakan pasal-pasal dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Salah satu contoh penyalahgunaan P3B, yaitu adanya perbedaan pada transaksi antara struktur yang format hukumnya dengan substansi ekonomisnya sedemikian rupa dengan maksud semata-mata untuk memperoleh manfaat P3B.Â
Contoh Kasus Treaty Shopping di Indonesia
P3B Indonesia-Belanda bertujuan untuk penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak agar tidak menghambat perekonomian kedua negara. Namun tarif pemotongan pajak (withholding tax) yang rendah pada P3B antar Indonesia dan Belanda, menyebabkan perusahaan-perusahaan multinasional mengenalnya P3B sebagai salah satu perjanjian yang paling menguntungkan. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan, termasuk AzkoNobel, menggunakan struktur perusahaan di Belanda untuk mengalihkan penghasilan dan mengurangi beban pajak yang ada di Indonesia.
Perusahaan-perusahaan multinasional, termasuk AzkoNobel terlibat dalam 27 kasus praktik Treaty Shopping yang berkontribusi pada potensi kehilangan penerimaan pajak bagi pemerintah Indonesia sebanyak Rp 390,5 Miliar dalam periode 2010-2019. Data ini diambil dari laporan berjudul "How the Indonesia-Netherlands tax treaty enables tax avoidance", yang dibuat oleh Perkumpulan PRAKARSA dan SOMO. Dari total kasus 27 kasus, sebanyak 25 kasus di antaranya dimenangkan oleh perusahaan multinasional. Meskipun terdapat indikasi penyalahgunaan P3B, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kesulitan memberikan bukti.
Kelemahan dari P3B Indonesia-Belanda yang paling terlihat adalah adanya ketidakjelasan pada konsep hukum seperti  penerapan beneficial ownership, yang pada 2002 konsep hukum tersebut sudah disepakati oleh Indonesia dan Belanda, Namun tidak berjalan hingga 2015. Selain itu, persyaratan P3B yang mudah oleh pemerintah Belanda menyebabkan banyak pelaku usaha atau perusahaan "nakal" yang memakai kesempatan itu untuk penyalahgunaan P3B.Â
Solusi yang bisa dilakukan atas praktik Treaty Shopping
Antisipasi terjadinya penyalahgunaan P3B sudah dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP), dengan dikeluarkannya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-62/PJ/2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sebagaimana telah diubah dengan PER-25/PJ/2010. Peraturan tersebut kemudian diganti dengan PER-10/2017 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. Namun para pelaku usaha atau perusahaan "nakal" pasti selalu berusaha mencari celah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.