Sulit didapat di luar Banten
Di Jawa sendiri, hampir sulit didapat keris-keris Banten. Belakangan ini, tahun milenial, sudah mulai berdatangan dari Eropa. Sebagian besar berasal dari pemaharan atau lelang di Eropa).Â
Sementara di Belanda? Banyak keris Banten. Umumnya diduga masuk melalui jalur perdagangan Banten-Eropa abad ke-17 yang terbuka, sementara di Jawa bagian tengah, Sultan Agung di Mataram dibelenggu kolonialisme korporasi Belanda.
Dan sebagian keris-keris Banten di kalangan kolektor Eropa masuk melalui "pedagang elit" seperti Dokter Bernard Paludani (1550-1633) di abad ke-17, seperti juga keris-keris yang didapat oleh pelukis terkenal Rembrandt van Rijn (1606-1609). Maupun keris-keris yang didapat oleh raja-raja Eropa, berkat keluwesan lobi Bernard Paludani sebagai seorang dokter medis yang relatif bebas keluar-masuk istana raja mengunjungi raja-raja Eropa.
Jalur perdagangan rempah-rempah Nusantara di abad ke-17 ketika itu adalah Banten di Jawa bagian Barat, Makasar/Gowa di Sulawesi, serta Aceh di Sumatera bagian Utara. Maka tidak heran jika keris-keris yang tersebar di Eropa pun berasal dari Banten, keris-keris Aceh di Sumatra dan keris Bugis, Bone di Sulawesi. Anda bisa melihat jejak perjalanan keris Nusantara itu misalnya di Tropen Museum Amsterdam, Rijkmuseum  Leiden di Belanda, Staatsliches Museum Dresden dan Museum fur Volkenkunde di Jerman. Bahkan perdagangan keris juga bisa mencapai Museum di Inggris, The Ashmolean Museum, Oxford. Ada keris-keris Sumatra di katalog The Tradescant Catalogue 1656 (terbitan 1637) menurut penulis barang antik,  Eva Winkler dari Dresden.
Dia sangat banyak mengoleksi benda-benda etnografis, di antaranya keris. Katalognya berangka tahun 1617, misalnya, menyebutkan tiga keris yang akhirnya menjadi koleksi Museum Denmark Die Gottorfer Kunstkammer antara tahun 1651. Dan kemudian diambil alih oleh raja Denmark, The Royal Danish Kunstkammer pada tahun 1743.
Museum Die Gottorfer Kunstkammer Denmark itu dibangun oleh Raja Denmark, Frederik III pada 1650. Museum ini mula pertama ada di istana kerajaan, sebelum akhirnya menempati gedung arsip Denmark di Copenhagen sampai bubar 1825.Â
Setelah 1825, koleksi museum kerajaan tersebar di berbagai museum lain di Denmark seperti Bente Dam-Mikkelsen & Torben Lundbaek. (KrisDisk, Karsten Sejr Jensen, 2008).
Dari catatan kaki penulis keris Karsten Sejr Jensen dalam karyanya KrisDisk (The Indonesian Kris), diperoleh tahu bahwa memang, kolektor antik, dokter kolektor yang pada akhirnya adalah juga para pedagang antik waktu itu ikut melancarkan penyebaran artefak berupa keris. Jalur lain ke Eropa di samping jalur perdagangan, tentunya adalah pampasan perang, rampasan perang dari para raja-raja di Timur yang dibawa oleh kolonialis Eropa.