Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dari Keris Rembrandt Sampai Pedagang Keris Paludani

10 Oktober 2025   09:53 Diperbarui: 10 Oktober 2025   14:53 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebilah keris di pinggang Samsom dalam lukisan Rembrandt, The Capture of Samson. Keris di pinggang Samsom mirip sosok keris Banten abad 17. (Sumber: Freepik/Rembrandt)

Mengapa begitu banyak keris Indonesia di Museum-museum Eropa? Persebaran keris tidak hanya di Museum-museum Belanda seperti Tropen Museum Amsterdam, Museum Leiden. Tetapi juga di museum-museum di Perancis,  Jerman, Austria dan bahkan Denmark, Inggris.

Salah satu model keris yang paling populer di Eropa terutama di kalangan para penggemar keris Belanda, adalah keris-keris Banten. Selain sosoknya atraktif dan khas Jawa pesisiran, juga keris Banten ini sempat "dipopulerkan" oleh pelukis Rembrandt. 

Rembrandt rupanya bukan hanya pelukis besar, ia juga penggemar barang-barang antik yang punya obsesi terhadap keris. Di bekas kamarnya (kini jadi Rembrandt's Town House Museum Amsterdam), tak hanya terpajang koleksi lukisan, akan tetapi juga keris-keris Banten koleksinya kesenangannya dulu.

Rembrandt adalah  pelukis Belanda yang disebut-sebut sebagai terbesar dalam sejarah seni Eropa. Rembrandt dikenal dengan keahliannya memanipulasi ekspos cahaya terhadap objek sehingga memberikan efek tertentu di dalam lukisan. Rembrandt juga sering membuat karya-karya grafis dan gambar.

Dalam karir lukisnya, Rembrandt Hamerzoon van Rijn (1606-1609) memiliki dua karya lukisan yang mengetengahkan keris. Lukisan pertama berjudul "The Capture of Samson" (Penangkapan Samson) yang dia selesaikan karya ini pada tahun 1629.

Sedangkan lukisan kedua Rembrandt yang ada kerisnya, adalah "The Blinding Samson" (Meringkus Samson) hasil karyanya pada 1636.

Cerita tentang Samson dan kekasih Delilah yang mengkhianatinya sehingga dia ditangkap, ada tertulis di Perjanjian Lama Alkitab, khususnya di Kitab Para Hakim, pasal 13-16. 

Dalam narasinya, Samson memiliki kekuatan yang diberikan ilahi melalui rambut ikalnya yang tidak pernah dipotong. Kisah yang berkias soal perjuangan melawan penindasan yang dilakukan orang Filistin, serta pengkhianatan Delilah ini, akhirnya membawa Samson dibutakan matanya. Samson yang perkasa pun menemui ajalnya.

Pelukis Rembrandt dalam lukisannya
Pelukis Rembrandt dalam lukisannya "The Blinding Samson" menggambarkan keris berlekuk untuk menusuk mata Samson, setelah rambut kekuatannya dipotong Delilah. (Sumber: Freepik/Rembrand)
Karena terobsesi dengan hobinya, hobi keris, maka Rembrandt pun memasukkan ke dalam lukisannya -- obyek keris sebagai senjata yang disengkelit Samson di pinggangnya. Dan kebetulan, yang disengkelit Samson itu dari ciri fisiknya, adalah "keris banten". Terlihat dari hulu kerisnya serta lekuk keris rengkolnya yang umum terdapat di keris berlekuk, keris Banten era kolonial (nom-noman).

Keris Banten era nom-noman (abad 17-an) memang sosoknya atraktif. Terkesan trengginas, dinamis, dan umum diwujudkan dalam jumlah luk (lekuk) banyak. Ada kemiripan dengan sosok keris Bali. Namun kerisnya memakai hulu Cirebonan (bisa juga disebut gaya hulu keris tlatah Pasundan). Keris Banten, hulunya biasanya ditambahi hiasan selut, atau mangkokan logam yang artistik. Banten lebih terkesan "macak" (dendy) ketimbang Cirebon, "leluhur" nya yang lebih sederhana.

(Sultan-sultan Banten, Maulana Hasanuddin, Maulana Yusuf alias Pangeran Sabakingkin yang meluluh-lantakkan kerajaan Pajajaran kerajaan Hindu terakhir di Pasundan pada 1579, kemudian Maulana Muhammad, Sultan Abdul Mafakir, Sultan Abu al Ma'ali Ahmad, Sultan Ageng Tirtayasa yang terbesar di Banten sampai pada generasi terakhir Sultan Muhyi alias Sultan Maulana Muhammad Shafiudin, boleh dikata semuanya adalah trah Sunan Gunung Jati Cirebon. Salah satu dari Walisongo dari Tanah Jawa...)

Sulit didapat di luar Banten

Di Jawa sendiri, hampir sulit didapat keris-keris Banten. Belakangan ini, tahun milenial, sudah mulai berdatangan dari Eropa. Sebagian besar berasal dari pemaharan atau lelang di Eropa). 

Sementara di Belanda? Banyak keris Banten. Umumnya diduga masuk melalui jalur perdagangan Banten-Eropa abad ke-17 yang terbuka, sementara di Jawa bagian tengah, Sultan Agung di Mataram dibelenggu kolonialisme korporasi Belanda.

Empat sampel keris Banten yang sosoknya mirip keris Bali dan juga seperti keris Cirebon, koleksi museum Eropa dan juga milik Raja Philip 2 Spanyol. (Sumber: KrisDisk/Karsten Sejr Jensen)
Empat sampel keris Banten yang sosoknya mirip keris Bali dan juga seperti keris Cirebon, koleksi museum Eropa dan juga milik Raja Philip 2 Spanyol. (Sumber: KrisDisk/Karsten Sejr Jensen)

Dan sebagian keris-keris Banten di kalangan kolektor Eropa masuk melalui "pedagang elit" seperti Dokter Bernard Paludani (1550-1633) di abad ke-17, seperti juga keris-keris yang didapat oleh pelukis terkenal Rembrandt van Rijn (1606-1609). Maupun keris-keris yang didapat oleh raja-raja Eropa, berkat keluwesan lobi Bernard Paludani sebagai seorang dokter medis yang relatif bebas keluar-masuk istana raja mengunjungi raja-raja Eropa.

Jalur perdagangan rempah-rempah Nusantara di abad ke-17 ketika itu adalah Banten di Jawa bagian Barat, Makasar/Gowa di Sulawesi, serta Aceh di Sumatera bagian Utara. Maka tidak heran jika keris-keris yang tersebar di Eropa pun berasal dari Banten, keris-keris Aceh di Sumatra dan keris Bugis, Bone di Sulawesi. Anda bisa melihat jejak perjalanan keris Nusantara itu misalnya di Tropen Museum Amsterdam, Rijkmuseum  Leiden di Belanda, Staatsliches Museum Dresden dan Museum fur Volkenkunde di Jerman. Bahkan perdagangan keris juga bisa mencapai Museum di Inggris, The Ashmolean Museum, Oxford. Ada keris-keris Sumatra di katalog The Tradescant Catalogue 1656 (terbitan 1637) menurut penulis barang antik,  Eva Winkler dari Dresden.

Bernard Paludani (1550-1633) dia seorang dokter medis yang bebas keluar masuk kerajaan ternyata adalah juga pedagang antik termasuk keris. (Sumber: Freepik/BritishMuseum)
Bernard Paludani (1550-1633) dia seorang dokter medis yang bebas keluar masuk kerajaan ternyata adalah juga pedagang antik termasuk keris. (Sumber: Freepik/BritishMuseum)
Bernard Paludani merupakan seorang dokter yang fenomenal di kalangan kolektor elit Eropa. Selain dirinya memang kolektor ulung, ia memiliki hubungan baik dengan kalangan bangsawan dan raja-raja Eropa. Namanya dikenal di seluruh eropa, termasuk kenal pula dengan raja Spanyol. Paludani sendiri tinggal di Belanda. Persisnya di Enkhuizen Belanda utara. 

Dia sangat banyak mengoleksi benda-benda etnografis, di antaranya keris. Katalognya berangka tahun 1617, misalnya, menyebutkan tiga keris yang akhirnya menjadi koleksi Museum Denmark Die Gottorfer Kunstkammer antara tahun 1651. Dan kemudian diambil alih oleh raja Denmark, The Royal Danish Kunstkammer pada tahun 1743.

Museum Die Gottorfer Kunstkammer Denmark itu dibangun oleh Raja Denmark, Frederik III pada 1650. Museum ini mula pertama ada di istana kerajaan, sebelum akhirnya menempati gedung arsip Denmark di Copenhagen sampai bubar 1825. 

Setelah 1825, koleksi museum kerajaan tersebar di berbagai museum lain di Denmark seperti Bente Dam-Mikkelsen & Torben Lundbaek. (KrisDisk, Karsten Sejr Jensen, 2008).

Dari catatan kaki penulis keris Karsten Sejr Jensen dalam karyanya KrisDisk (The Indonesian Kris), diperoleh tahu bahwa memang, kolektor antik, dokter kolektor yang pada akhirnya adalah juga para pedagang antik waktu itu ikut melancarkan penyebaran artefak berupa keris. Jalur lain ke Eropa di samping jalur perdagangan, tentunya adalah pampasan perang, rampasan perang dari para raja-raja di Timur yang dibawa oleh kolonialis Eropa.

Karsten Sejr Jensen

Karsten Sejr Jensen adalah seorang psyco-analist asal Denmark, yang sejak usia 12 tahun menyukai koleksi keris. Ia sendiri memiliki keris Nagasasra yang utuh dan asli. Dan pada kurang lebih sepuluh tahun menjelang meninggalnya, Karsten menulis buku yang populer di kalangan pekeris Indonesia, KriskDisk "The Indonesian Kris, A Weapon Imbued with Symbols".

"Terlalu mahal biaya menerbitkan buku di Eropa. Maka saya terbitkan dalam bentuk disket," sempat Karsten ungkapkan alasan pada saya, kenapa ia menerbitkan karya tulisnya dalam sebuah cakram disket dan bukan dalam bentuk buku cetakan.

Karsten Sejr Jensen penulis KrisDisk mewawancara pakar keris Haryono Haryoguritno (2008). Soal Samba Keplayu. (Foto Tira Hadiatmojo)
Karsten Sejr Jensen penulis KrisDisk mewawancara pakar keris Haryono Haryoguritno (2008). Soal Samba Keplayu. (Foto Tira Hadiatmojo)
Suatu ketika tahun 2008 bulan Agustus, saya sempat mengantarkan Karsten Sejr Jensen ketika ia mengunjungi Jakarta untuk mewawancara pakar keris Haryono Haryoguritno di Rawamangun, Jakarta Timur. Selama tiga hari, saya dan isteri mengantar Karsten dan istrinya Ingrid. Termasuk diajak mengunjungi Taman Anggrek di Kebon Raya Bogor, anggrek adalah kegemaran Ingrid yang rajin mengikuti kemanapun Karsten menjelajahi dunia perkerisan. Sementara Karsten mewawancara Guritno, Ingrid biasanya mencatat untuk Karsten.

Ada lebih dari sejam, Karsten mewawancara Guritno pada Agustus 2008 itu. Ia rupanya mencari tahu lebih jauh tentang apa makna hulu keris "nyamba" gaya Surakarta. Dan kenapa memakai tokoh Samba di jenis hulu keris yang posturnya mendongak itu. Guritno menerangkan, postur mendongak hulu keris "nyamba" memang seperti posisi tokoh keris pandawa Samba, yang kalau berjalan selalu posisinya mendongak.

Sayang, sebelum sempat wawancara dengan Guritno itu dituangkan dalam buku barunya setelah KrisDisk "Indonesian Kris", setahun kemudian pada bulan Juni 2009 Karsten Sejr Jensen meninggal karena penyakit kanker yang dideritanya, dalam usia 65 tahun.

Raibnya Kyai Anggrek

Kisah keris di Eropa yang paling fenomenal adalah "Raibnya Kyai Anggrek" keris pemberian raja Surakarta, Paku Buwana IV, untuk raja Belanda Willem I atau Willem Frederick van Oranye-Nassau (1772-1843). Keris Kyai Anggrek sempat melalui "drama perjalanan" yang fenomenal, mencekam.

Sekitar tahun 1818, Susuhunan Pakubuwana IV penguasa kerajaan Surakarta di Jawa Tengah, mengirimkan keris pusaka keris Kyai Anggrek sebagai tanda terima kasih dan persahabatan dengan Raja Belanda Willem I atau Willem Frederick sebagai tanda terima kasih dan persahabatan antara kedua kerajaan.

Keris Kanjeng Kyai Anggrek pemberian Paku Buwana IV pada raja Belanda Willem Frederick van Oranye-Nassau (1772-1843) (Sumber: Foto/Bambang Sujarwanto)
Keris Kanjeng Kyai Anggrek pemberian Paku Buwana IV pada raja Belanda Willem Frederick van Oranye-Nassau (1772-1843) (Sumber: Foto/Bambang Sujarwanto)
Keris Kyai Anggrek bukan bikinan Surakarta. Akan tetapi dibuat di era Mataram Sultan Agung (1593-1645) oleh Empu Cindeamoh, empu sepuh yang sangat dihormati di Mataram. Bahkan sampai sekarang pun, terdapat "larangan menempa keris" pada hari 'geblak'nya (wafatnya) Empu Cindeamoh setiap Ahad (Minggu) Wage.

Begitu dramatis perjalanan keris ke Belanda, lantaran empat dari delapan armada kapal Belanda yang membawa ribuan macam benda budaya (termasuk berbagai satwa)  itu tenggelam di lautan sebelum mencapai tujuan.

Keris Kyai Anggrek (Kyai Hanggrek) yang dibawa Admiraal Evertsen itu menjadi satu-satunya keris yang terselamatkan dan mencapai Belanda. Kapal yang ditumpangi Admiral Evertsen sempat tenggelam. Tetapi Evertsen sempat menyelamatkan diri, berenang sembari menyelamatkan keris yang akan menjadi persembahan bagi raja Belanda. Evertsen akhirnya sampai Belanda, menumpang kapal yang tidak tenggelam.

Namun jejak keberadaannya di Belanda sempat buram. Bahkan menurut Sri Margana, doktor lulusan Leiden Belanda kelahiran Klaten Jawa Tengah yang kini Dosen Ilmu Sejarah di Universitas Gajah Mada (UGM), keris Kyai Anggrek sempat "raib" entah kemana disimpannya. Tidak diketahui rimbanya keris pusaka yang dipercaya memiliki "tuah keselamatan" itu.

Margana mengungkapkan hal ini dalam sebuah diskusi keris di Resto Poenakawan Yogyakarta, Minggu (28/5/2023) saat berlangsungnya Pameran Keris Kamarogan oleh Sanggar Keris Mataram (SKM). Tetapi rupanya apa yang diungkapkan oleh Sri Margana itu sekarang sudah menemui titik terang. Nyatanya dari Nederland, sudah ada yang mengunggah foto terakhir Kyai Anggrek di Facebook. Lengkap dengan warangka yang khas wanda sepuh Capu Mataram. (Foto Kyai Anggrek saya pakai dalam presentasi saya di Semarang, 10 Oktober 2025)

Keberadaannya keris Kyai Anggrek di Belanda, menurut Sri Margana, pernah disinggung oleh seorang penulis Belanda, Rita Wassing-Visser dalam bukunya "Royal Gifts from Indonesia: Ikatan Sejarah dengan House of Orange-Nassau (1600-1938)". Wassing Visser menulis, bahwa keris -- yang telah mengarungi drama perjalanan mencekam tersebut telah dipindahkan dari Museum Rijks Ethnographisch -- kini disebut Museum Volkenkunde, bagian dari Museum Budaya Nasional Dunia (NMVW) di Leiden, Belanda.

Di kalangan kolektor Indonesia saat ini, Keris Kyai Anggrek ini menjadi sebuah 'legenda' tersendiri sehingga menjadi semacam merek dagang yang banyak diincar, sehingga keris-keris yang berlabelkan "Kyai Anggrek" kualitas keren bermunculan, walau belum tentu asli. Banyak di antaranya keris-keris "Kyai Anggrek" ini yang,  bahkan bohong besar.Itu bukan "Keris Kyai Anggrek" dari Paku Buwana IV untuk raja Willem Frederick di Belanda beneran. Nama Kyai Anggrek di pasaran para kolektor, menjadi "jaminan mutu" dan mendongkrak harga. "Kyai Anggrek" dengan garap bagus kini bisa mencapai harga ratusan bahkan milyar rupiah di kalangan mereka yang gila pusaka raja... *

Artikel Materi Sarasehan Nasional Keris di Wisma Perjuangan Jalan Imam Bonjol Semarang, 10 Oktober 2025 oleh

Jimmy S. Harianto, wartawan senior, mantan Redaktur Desk Internasional dan Olahraga Kompas.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun