Batavia juga merupakan nama sebuah kapal layar tiang tinggi yang cukup besar asal Belanda, yang dulu dimiliki VOC dan dibuat pada (1628). Kapal tersebut kini justru berada di sebuah museum di Fremantle, Australia.
Disimpan di Australia, lantaran kapal yang dinakhodai Kapten Adriaan Jacobsz itu kandas di pesisir Beacon Island, Australia Barat. Seluruh awaknya berjumlah 268 orang, mereka berlayar dengan perahu sekoci darurat menuju kota Batavia di Hindia Belanda.
Selain menjadi pelabuhan penting pada masanya, selama dua abad dari abad ke-17 itu, Batavia menjadi urat nadi jaringan niaga  bagi perdagangan jalur laut, yang terentang dari Pulau Decima di Nagasaki Jepang, sampai Cape Town di Afrika.
Juga pelabuhan niaga penting untuk perdagangan laut antara Ternate sampai bandar Surat di Teluk Arab, dengan seribu macam barang dagangan.
Nah, Galangan Kapal milik VOC di Batavia pada masa itu menjadi salah satu unsur pendukung penting yang paling ramai pula bagi jaringan niaga, selama 200 tahunan.
Barang niaga yang dibawa lalu-lalang di Batavia oleh agen-agen VOC dari berbagai pelabuhan dan daerah taklukan maskapai ini di Asia, diperdagangkan melalui Batavia.Â
Dari Ambon, misalnya, didatangkan cengkeh, dan dari Banda bunga pala monopoli VOC. Dari Sumatra dibawa lada dan emas.
Di luar Nusantara, VOC membeli perak dari Pulau Decima Jepang, serta sutra dan porselen dari Tiongkok. Bermacam-macam kain diperoleh dari India, dan kemudian dijual kembali oleh VOC ddi seluruh Asia. VOC juga memperdagangkan kayu manis dari India dan Sri Lanka, merupakan barang perdagangan yang sangat laku...
Akhir Romantika Jakarta
Romantika perdagangan di Hindia Belanda, yang berpusat di Batavia ini pun surut dan tenggelam ditelan zaman. Nama Batavia yang dipakai sejak (1621) pun akhirnya dihapus menjadi Djakarta, ketika Belanda tunduk lawan penjajah Jepang pada (1942).