Mohon tunggu...
Jimmy Haryanto
Jimmy Haryanto Mohon Tunggu... Administrasi - Ingin menjadi Pembelajaryang baik

Pecinta Kompasiana. Berupaya menjadi pembelajar yang baik, karena sering sedih mengingat orang tua dulu dibohongi dan ditindas bangsa lain, bukan setahun, bukan sepuluh tahun...ah entah berapa lama...sungguh lama dan menyakitkan….namun sering merasa malu karena belum bisa berbuat yang berarti untuk bangsa dan negara. Walau negara sedang dilanda wabah korupsi, masih senang sebagai warga. Cita-cita: agar Indonesia bisa kuat dan bebas korupsi; seluruh rakyatnya sejahtera, cerdas, sehat, serta bebas dari kemiskinan dan kekerasan. Prinsip tentang kekayaan: bukan berapa banyak yang kita miliki, tapi berapa banyak yang sudah kita berikan kepada orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Korupsi Tetap Korupsi walau Jumlahnya Kecil!

18 Januari 2019   09:13 Diperbarui: 18 Januari 2019   10:36 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Menonton debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) televisi tadi malam (17 Januari 2019), terbersit kesalah-pahaman tentang akar korupsi. Tulisan ini sesungguhnya bukan mengkritik salah satu capres, hanya ingin meluruskan agar negeri kita bisa lebih baik lagi. 

Terkesan pernyataan Prabowo seolah-olah menghukum berat para koruptor besar namun kalau kecil seperti karena menerima THR tidak perlu dihukum berat. “Mungkin korupsi juga enggak seberapa“ kata Prabowo di salah satu pernyataannya.

Mudah-mudahan sikap seperti ini tidak dianggap masyarakat bahwa kalau korupsinya kecil diperbolehkan. Karena korupsi besar itu tidak datang tiba-tiba saja, pasti dimulai dari hal-hal kecil dulu. 

Kalau orang sudah terbiasa dengan menerima hal kecil padahal itu melanggar ketentuan, maka ketika makin besar nanti dia juga sudah terbiasa menerima itu.

Orang-orang yang terlibat dalam korupsi seperti dalam kasus KTP elektronik yang melibatkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, bukan tiba-tiba saja. Pasti karena dalam hal-hal lain yang lebih kecil sudah terbiasa. Ya tertangkapnya ketika kasusnya sudah besar dalam kasus KTP elektronik tersebut.

Seandainya mereka yang terlibat korupsi tidak menganggap biasa menerima sesuatu yang jumlahnya mungkin kecil dan dengan tegas menolaknya, maka ketika godaan untuk menerima yang jumlahnya besar akan lebih kuat.

Tentu saja memiliki sikap seperti itu tidak mudah. Mungkin saja akan dianggap aneh oleh teman-temannya. Namun walaupun dianggap aneh dan tidak ikut arus, itu lebih baik. 

Dalam kasus korupsi yang melibatkan hampir semua anggota DPRD di Sumbar, dan DPRD Malang, dan lain-lain, seandainya ada yang memilih sikap aneh dan tidak mau menerima, maka dia tidak perlu tertangkap melakukan tindak pidana yang sangat merugikan masyarakat itu.  

Para pengemis di pinggir jalan juga bisa menjerit kepada guru besar ITB Prof. Dr. Rudi Rubiandini (lahir di Tasikmalaya, 9 Februari 1962), mantan Ketua Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas (SKK Migas), yang menerima gratifikasi senilai $700 ribu atau sekitar Rp 7 milyar, "Rudi, bagikan tujuh miliar itu kepada kami agar tidak perlu mengemis lagi." 

Lulusan ITB tahun 1985 dalam usia 23 tahun dan mendapat gelar doktor dari Jerman tahun 1991 itu mungkin akan tergugah jika bisa mendengar jeritan rakyat miskin itu.

Kita masih ingat dengan kasus mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Prof. Dr. Rudi Rubiandini yang dinyatakan bersalah karena melakukan korupsi Rp 7 milyar. Dulunya Rudi Rubiandini dianggap orang yang sangat sederhana walupun sudah diberi kedudukan tinggi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun