Mohon tunggu...
Andri S. Sarosa
Andri S. Sarosa Mohon Tunggu... Bapak-Bapak Kurang Gaul

Menuangkan khayalan menjadi tulisan

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Yuk, Kurangi Pemakaian Botol "Sekali Pakai Buang"

21 September 2025   10:42 Diperbarui: 21 September 2025   18:18 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Botol PET Air Mineral (Sumber: Foto Pribadi/di Dapur)

Mulai 1 Januari 2026, Korea Selatan mewajibkan semua Produsen air minum dalam kemasan dan minuman non alkohol yang menggunakan botol plastik, wajib menggunakan plastik daur ulang.

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup Korea, Undang-Undang baru mengharuskan setidaknya 10 persen Polyethylene Terephthalate (PET) yang digunakan dalam botol harus berasal dari sumber daur ulang.

Tujuan dari UU baru ini adalah untuk mendorong sistem daur ulang "botol ke botol" demi mengurangi limbah plastik, emisi karbon, dan ketergantungan pada plastik yang tidak didaur ulang.

Selama ini, kewajiban penggunaan bahan daur ulang hanya berlaku bagi Produsen plastik non minuman, walaupun Korea selalu mengumpulkan dan memproses botol PET bekas (sekali pakai) dalam jumlah besar.

Untuk diketahui bahwa Uni Eropa dan Jerman menargetkan peningkatan konten daur ulang wajib dalam botol PET hingga 30 persen pada tahun 2030, sementara Inggris berencana mencapai target 30 persen pada tahun 2026.

Bagaimana dengan Indonesia?

"Galon War" masih berlangsung antara 2 Produsen air mineral, walaupun keduanya kini menggunakan bahan baku plastik yang sama: PET. Sebelumnya, salah satu Produsen mengangkat isu kandungan BPA pada plastik galon yang membahayakan.

Apa itu BPA?

BPA (Bisphenol A) adalah bahan kimia industri yang digunakan untuk produksi industri plastik Polikarbonat (PC) sejak tahun 1950-an yang berfungsi sebagai pengeras plastik (resin) agar galon/botol tidak mudah rusak dan dapat digunakan berulang kali.

Ambang batas penggunaan BPA di Indonesia (Peraturan BPOM Nomor 20/2019) maksimal 0,6 bpj (bagian per sejuta - ppm), sama dengan Korea Selatan dan China.

Sedangkan di negara lain misalnya, Jepang: 2,5 bpj dan Eropa: 0,05 bpj. Ambang batas ini masih sangat sesuai dengan mayoritas batas maksimum migrasi BPA.

BPA dapat meresap ke dalam minuman atau makanan dari wadah plastik jika terkena panas atau retak. Karena itu, galon air minum tidak boleh terkena matahari langsung atau terbentur bahkan jatuh hingga retak.

Bagaimana dengan PET (atau PETE)?

Sejatinya, PET (yang ditandai dengan segitiga nomor 1) yang biasa digunakan untuk botol minuman adalah jenis botol plastik sekali pakai.

Botol PET Air Mineral (Sumber: Foto Pribadi/di Dapur)
Botol PET Air Mineral (Sumber: Foto Pribadi/di Dapur)

Artinya, botol-botol berbahan PET tidak boleh digunakan berulang kali karena dapat melepaskan zat kimia berbahaya seperti antimon dan mikroplastik ke dalam minuman saat terpapar panas atau goresan, serta berisiko memicu pertumbuhan bakteri dan jamur di dalam botol.

Botol PET juga salah satu musuh dari Pegiat Lingkungan karena dapat berdampak pada pencemaran lingkungan dengan filosofi "sekali pakai buang" itu.

Kita tahu bahwa masyarakat Indonesia masih kurang peduli dengan pencemaran lingkungan, utamanya limbah plastik. Sehingga masih banyak ditemui botol-botol plastik bekas minuman yang berserakan di pinggir jalan.

Sesungguhnya, botol PET bisa didaur ulang dengan cara memilah, membersihkan, mencacah, dan melelehkan kembali botol PET menjadi pelet plastik untuk kemudian digunakan kembali untuk membuat produk baru.

Bahkan jika Pabrik Pengolahan Limbah Plastik memiliki peralatan canggih, limbah plastik dapat diubah menjadi energi bahan bakar kendaraan, gas rumah tangga, dan energi listrik.

Ilustrasi Pengelolaan Limbah Plastik (Sumber:Materi Pelatihan/MK Academy)
Ilustrasi Pengelolaan Limbah Plastik (Sumber:Materi Pelatihan/MK Academy)

Namun sayangnya, menurut penelitian, hanya 10 persen dari limbah plastik di dunia yang didaur ulang secara benar, sisanya dibakar atau berakhir di tempat pembuangan sampah yang dapat memicu pencemaran lingkungan dan perubahan iklim.

Ilustrasi Salah Kelola Limbah Plastik (Sumber: Sumber:Materi Pelatihan/MK Academy)
Ilustrasi Salah Kelola Limbah Plastik (Sumber: Sumber:Materi Pelatihan/MK Academy)

Bagaimana jika sistem daur ulang "botol ke botol" diterapkan di Indonesia?

Perlu diketahui bahwa bahan baku utama plastik adalah sumber daya fosil seperti minyak bumi dan gas alam yang tidak terbarukan. Karena itu bukan tidak mungkin sistem "botol ke botol" diterapkan di Indonesia, apalagi produk minuman atau makanan yang menggunakan bahan plastik PET sangat banyak sekali.

Jika teknologi semua Pabrik Pengolahan Limbah Plastik di Indonesia sudah memenuhi standar internasional, maka penggunaan bahan daur ulang untuk botol PET tidak menjadi masalah.

Tapi, bagaimana jika sebaliknya: teknologi belum mumpuni?

PET food grade memerlukan kontrol ketat untuk mencegah migrasi atau kontaminasi bahan kimia karena plastik daur ulang seringkali memiliki tingkat kemurnian yang berbeda-beda, tergantung bahan pembuatnya dan cara pengolahannya.

Ini dapat berpengaruh pada rasa, bau, atau kejernihan dari minuman yang menggunakan botol PET 100 persen daur ulang. Itulah mengapa Korea Selatan, sebagai langkah awal, hanya mewajibkan 10 persen saja.

Salah satu kontaminasi bahan kimia dari rPET (recycled PET) adalah Benzena yang digunakan sebagai pelarut dan bahan awal dalam produksi plastik atau resin.

Kemungkinan besar kontaminasi Benzena dapat muncul ketika proses pemanasan pada daur ulang PET sebagai efek dari penggunaan atau pengolahan sebelumnya.

Jika Benzena nantinya berpindah ke minuman, maka akan membawa dampak negatif untuk kesehatan:

  • Jangka pendek: pusing, mual, iritasi kulit atau mata.
  • Jangka panjang: mengganggu fungsi sumsum tulang, menurunkan jumlah sel darah merah dan meningkatkan risiko kanker darah.

Nah, jika suatu saat Pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan tentang sistem daur ulang "botol ke botol", maka yang harus dipersiapkan adalah:

  • Standarisasi teknologi daur ulang limbah plastik.
  • Uji keamanan melalui pemeriksaan laboratorium untuk memastikan tidak ada zat berbahaya yang berpindah ke dalam minuman.

Bagaimana sikap masyarakat?

Sebaiknya mulai sekarang, masyarakat bersiap, dalam arti:

  • Mengurangi penggunaan botol PET (segitiga nomor 1) dan botol HDPE - High Density Polyethylene (segitiga nomor 2)
  • Gunakan tumbler yang bisa digunakan berulang kali.

 Lengkapnya, silahkan lihat grafis.

Ilustrasi Berbagai Jenis Plastik (Sumber: generasi3r.wordpress.com)
Ilustrasi Berbagai Jenis Plastik (Sumber: generasi3r.wordpress.com)
Jika tidak dimulai dari sekarang, bagaimana kita mewujudkan Indonesia Emas 2045 yang sehat dan ramah lingkungan? *

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun