Mohon tunggu...
Said Sastraprayitna
Said Sastraprayitna Mohon Tunggu... pengamat media sosial

Suka makan steak dan minum bunga telang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Fanatisme, Lebih dari Sekadar Ketakutan.

26 Agustus 2025   13:56 Diperbarui: 26 Agustus 2025   13:56 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fanatisme: Lebih dari Sekadar Ketakutan --- Memahami Keterikatan yang Membentuk Hidup Kita

Banyak orang memahami fanatisme sebagai sesuatu yang negatif---bersifat irasional, penuh ketakutan, dan berbahaya. Pandangan ini juga didukung oleh tradisi filsafat klasik, seperti tradisi Heidelberg, yang menganggap fanatisme berasal dari ketakutan kehilangan makna hidup dan sikap menyerah pada dogma yang kaku.

Perspektif Tradisional tentang Fanatisme

Para pemikir klasik seperti Llorente menyoroti fanatisme sebagai hasil dari religiositas yang tidak rasional dan tidak terikat pada hukum negara. Hegel bahkan menggambarkan fanatisme sebagai hubungan destruktif terhadap realitas konkret. Filosofi Pencerahan, seperti Locke dan Kant, memandang fanatisme sebagai ancaman terhadap rasionalitas, dengan asosiasi ketat pada superstisi dan ketakutan akan identitas yang rapuh. Dengan kata lain, fanatisme tradisional umumnya didefinisikan sebagai suatu fenomena yang didasari oleh irasionalitas dan ketakutan berlebihan.

Pandangan Baru: Fanatisme sebagai Pengalaman Afektif dan Eksistensial

Namun, pengamatan dan penelitian empiris modern memberikan gambaran yang lebih kaya dan kompleks. Fanatisme tidak selalu didasarkan pada ketakutan atau sikap irasional. Sebaliknya, banyak fanatisme berasal dari pengalaman afektif positif; yakni, kesenangan batin yang mendalam, kenyamanan, dan makna eksistensial yang diberikan oleh objek fanatisme kepada individu. Contohnya, seorang penggemar olahraga atau aktivis spiritual dapat menunjukkan keterikatan dan perhatian yang intens tanpa kehilangan kendali atas diri mereka atau rasionalitas.

Definisi ontologis yang baru melihat fanatisme sebagai suatu "keadaan eksistensial manusia di mana seluruh perhatian dan afeksi tertuju pada satu objek bersama yang memberikan kesenangan batin paling optimal." Objek ini menjadi pusat hidup sang fan, membuat objek lain menjadi kurang relevan." Kesenangan batin ini pun dapat diukur secara operasional melalui alat psikologis seperti Positive and Negative Affect Schedule (PANAS), yang menggabungkan tingkat afeksi positif dan komitmen emosional.

Mengapa Pemahaman Ini Penting?

Pendekatan baru ini melengkapi kelemahan pandangan lama yang terlalu normatif dan sulit diukur secara empiris. Dengan mengintegrasikan teori filsafat klasik seperti Spinoza dan Deleuze, bersama dengan teori afeksi dari Tomkins dan bukti empiris neuroscience serta psikologi fandom, ini menjadikan pemahaman fanatisme lebih ilmiah, komprehensif, dan relevan dengan realitas sosial saat ini, termasuk fenomena fandom olahraga dan aktivisme digital.

Fanatisme dalam Kehidupan Nyata

Fanatisme bukan hanya perkara obsesi berlebihan. Ia adalah bagian dari kebutuhan manusia untuk merasa diterima, menemukan identitas, dan memiliki makna. Kesenangan yang dipicu oleh fanatisme juga diimbangi oleh ketakutan kehilangan obyek fanatisme, yang sering kali mendorong perilaku protektif. Bila tidak diatur dengan baik, ketidakseimbangan ini bisa memicu perilaku destruktif.

Implikasi Praktis

Memahami fanatisme sebagai pengalaman afektif dan eksistensial memungkinkan kita mengembangkan intervensi yang lebih efektif, terutama dalam mengatasi ekstremisme dan fanatisme destruktif. Misalnya, terapi afeksi yang menyeimbangkan antara kesenangan batin dan ketakutan dapat menjadi sarana pencegahan.

Kesimpulan: Membuka Mata Kita terhadap Fanatisme

Fanatisme adalah fenomena manusia yang kompleks, perpaduan antara afeksi positif dan negatif yang membentuk pusat orientasi hidup seseorang. Dengan pemahaman ini, kita dapat menyikapi fanatisme tidak secara simplistik sebagai penyakit atau ancaman, tetapi sebagai bagian dari hidup manusia yang butuh pemahaman mendalam dan pengelolaan yang bijaksana.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun