Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Drama Pencalonan Presiden Indonesia 2019-2024

10 Juli 2018   21:29 Diperbarui: 11 Juli 2018   09:29 1363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Paling tidak, sebagian mereka yang dari masa ke masa selalu dilanda kekhawatiran soal upaya pelemahan sistematis terhadap eksistensi lembaga KPK, sangat mungkin mulai berfikir ulang soal manfaat jangka panjang dari kesetiaan dirinya, untuk tetap membela dan memilih Joko Widodo. 

Bagaimanapun, masa tugas tersisa yang masih mungkin dilakoninya --- jika terpilih --- hanya tinggal 5 tahun lagi. Setelah itu, siapa pun yang sekarang terpilih bersama Jokowi dan menempati posisi Wakil Presiden, berpeluang untuk diajukan sebagai calon Presiden berikutnya.

+++

Eskalasi gelombang radikalisme keagamaan dalam peta perpolitikan Nasional, terjadi saat Ahok, Basuki Tjahaja Purnama, diajukan sebagai calon Gubernur DKI 2017-2022 kemarin. Sejak saat itu, issue Islam dan Non Islam menemukan celahnya dalam propaganda keberpihakan pemilik suara Indonesia. Pembubaran organisasi HTI yang dianggap bertentangan dengan dasar negara kita, juga berlangsung setelahnya. 

Sebab, setelah 'berhasil mengalahkan' Ahok dalam kontestasi pemilihan Gubernur DKI kemarin --- bahkan hingga menjebloskannya ke penjara --- gerakan mereka kemudian bergeser pada upaya-upaya untuk merongrong pemerintahan yang sah. Dalam berbagai kesempatan, mereka bahkan terang-terangan mengumandangkan keinginan untuk mendirikan negara khilafah.

Pemerintah kemudian bertindak tegas dengan mengoreksi kekeliruan pada UU Organisasi Kemasyarakatan. Kekeliruan itu tak sekedar ada. Tapi telah memberi celah terhadap kehadiran dan perkembangan radikalisme di tengah kita.

Meskipun kemudian dilarang, peran dan pengaruh radikalisme itu sempat merasuk ke tengah kehidupan sebagian masyarakat. Hasutan tentang pemerintahan Joko Widodo yang tak berpihak pada ulama dan agama Islam terlanjur berkembang liar. Bahkan hingga di tengah lingkungan kaum terpelajar dan birokrasi pemerintahan yang sah.

Fenomena itu kemudian dikapitalisasi sejumlah pihak untuk kepentingan politiknya. Lalu, berkembanglah pendapat seolah tokohulama menjadi alternatif yang layak dipilih untuk memimpin bangsa ini. Salah satunya dipropagandakan sebagai alternatif wakil yang mendampingi pencalonan Jokowi sebagai Presiden RI pada periode mendatang.

Bagi sebagian kalangan, gagasan untuk mengedepankan tokoh ulama Islam sebagai calon Wakil Presiden yang akan dipasangkan kepada Joko Widodo, mungkin seolah-olah terlihat relevan. Strategi tersebut mungkin tak hanya menawar, tapi juga dapat mengambil hati pemilih yang sempat terhasut soal ketidak berpihakan Jokowi terhadap umat Islam dan ulamanya.

Tapi, hal yang sesungguhnya paling dibutuhkan Joko Widodo untuk mendampinginya pada periode 2019-2024 mendatang, adalah sosok yang memiliki wawasan ekonomi dan kemampuan manajerial yang hebat. Pada kedua hal tersebutlah Indonesia harus memusatkan perhatiannya. Agar dapat memanfaatkan hasil kerja yang dilakukan Jokowi pada periode pertama kali ini, mengejar ketertinggalan sekaligus memperkuat fondasinya sebagai bangsa yang maju.

Dengan kata lain, upaya menawar hati pemilih yang sempat terhasut soal keberpihakan Jokowi terhadap umat Islam dan tokoh-tokoh ulamanya memang perlu. Tapi jika tak disertai dengan wawasan ekonomi dan kemampuan manajerial mumpuni untuk mengawal Revolusi Mental dan tekad Nawacita yang tertunda, hasil kerja mereka pada akhirnya mungkin tak cukup optimal. Sementara keberlangsungan Indonesia sebagai bangsa dan negara yang berdaulat, harus terus berlanjut, paska berakhirnya masa tugas mereka nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun