Mohon tunggu...
Bude Binda
Bude Binda Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Langkah kecil kita mengubah dunia. Berpuisi di Http://jendelakatatiti.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pengarang Perempuan dari Nh Dini, Ayu Utami, Sampai Dewi Lestari

6 Maret 2011   15:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:01 2193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nh. Dini seorang perempuan pengarang yang  mengaku  feminis. Artinya dia setuju dan dalam karyanya memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Novel-novel Nh. Dini penuh dengan masalah perempuan, Pada Sebuah Kapal, La Barka, Hati yang Damai, Keberangkatan, Tirai Menurun, Jalan Bandungan.  Pada  Orang-Orang Trans barulah tokoh lelaki lebih dominan, di sana bahkan sudut pandangnya tokoh pertama seorang lelaki transmigran.

Penerus Nh. Dini yang cukup intens dalam bercerita tentang perempuan Ayu Utami. Bahkan Ayu Utami demi ideologi atau pilihan hidup yang dipercayainya sampai saat ini memilih untuk tidak menikah. Ayu Utami menggebrak dunia sastra dengan novel Saman. Novel yang bertutur dengan gaya sudut pandang aku dari tokoh yang berganti-ganti tiap bab ini, mirip Para Priyayi Umar Kayam, sangat mengagetkan karena seperti membuka tabu dalam penulisan sastra. Di sana Ayu Utami dengan gamblang menggambarkan persetubuhan, bahkan terjadi antara seorang istri dengan calon pastur! Tokoh Laila yang diceritakan masih perawan menjadi bahan ledekan teman-temannya yang bergaya hidup lebih bebas dalam hal seks.

Jika Pada Sebuah Kapal Nh. Dini sudah menulis tentang seks namun dengan cara bertutur yang halus, maka  Ayu Utami lebih terbuka, tanpa tedeng aling-aling lagi.

Membaca Supernova karya Dee alias Dewi Lestari kita juga dikejutkan dengan tokoh Supernova / Diva peragawati, foto model yang bahkan rela menjual tubuhnya asal pemikirannya bisa merdeka, bebas! Lagi-lagi feminis mewujud dalam tokoh wanita yang memberontak, yang beranggapan tubuhnya miliknya yang bebas mau diapakan.

Saya terkesima dan takjub membaca novel karya perempuan pengarang Indonesia. Bahkan Jenar Mahesa Ayu juga sama, memberontak lewat tokoh-tokohnya. Barang kali memang  sudah tiba waktunya pengarang tak lagi  tunduk pada tabu. Dunia sastra memerlukan keliaran imajinasi. Mereka memilikinya......

Mereka juga langsung atau tidak, sadar atau tidak  pengusung ide feminisme.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun