Citrapata Insan
Jangan tertawa melihat bumi terpecah belah
Jangan menangis melihat uang jatuh dari langit
Jangan meringis manakala sepatu berhak tinggi menemani langkahmu di jalanan penuh bebatu
Jalani seadanya
Jalani tanpa kegelisahan
Toh yang di atas masih sibuk berdebat
Sulit untuk perbanyak tindak
Yang diatas masih sibuk merapat
Padahal semua orang tenggelam dalam cemas
Toh yang diatas melihat bencana seolah emas
Untuk memperbanyak anggaran, kalau-kalau bisa diperhalus
Dipermanis media
Tinggal nota tersedia
Jangan tunggu yang atas turun
Kita yang setara ini harus saling mendukung
Mengusir lalat diatas sampah
Katanya itulah para petinggi dimata masyarakat
Padahal Tuhan menanti Dzikir dan Tafakur
Rumah mereka di kawasan elit
Syukur sekarang mereka bisa merasakan rugi
Karena lontong dan ketoprak berpisah arah
Meja dan kaca berbalik terpisah
Manekin -- manekin di bawah layangan berserak
Alasannya demi ketertiban pejalan kaki
Ah... sebenarnya siapa marah kepada siapa?
Apakah keadilan Tuhan datang disaat bencana?
Ataukah bencana adalah sakit hati alam di hadapan Yang Maha?
Lalu....
Hujan dikirim kepada kaum terpinggir
Meluap menuju kaum papan atas
Ular menjalar,
Tikus berenang... anak- anaknya tenggelam.
Hidup yang tidak adil terhadap alam
Menyiksa nurani yang berusaha lupa
Adakah kita menguasai sejagad ini?
Memang manusia tercipta dari apa?
Biarkan air menghapus debu
Siapa tahu besok perangai berubah tabiat.
Maksiat ditempat -- tempat tertutup
Jarum -- jarum di lorong sempit
Transaksi di darat menyepi...
Terbawa arus menuju hilir.
Sekarang... Tinggal siapa?
Siapa yang masih bergantung pada apa?
Insan dan amerta
Karya : Jefry Daik
(*Citrapata berarti lembaran hidup (sansekerta
 Insan dan Amerta berarti : manusia dan Keabadian)