Mohon tunggu...
yolla pamela
yolla pamela Mohon Tunggu... Freelancer - Tempat cerita

Ingin punya banyak cerita

Selanjutnya

Tutup

Healthy

The Connection: Enam Bulan Pertama Mengasihi

26 November 2019   20:27 Diperbarui: 26 November 2019   21:01 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Setelah 2,5 tahun menanti dan 9 bulan lebih mengandung akhirnya lahirlah anak pertama saya dan suami yang berjenis kelamin perempuan dengan nama panggilan Hulya. Sejak lahir sampai sekarang usianya 6 bulan lebih, Hulya masih bisa mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara penuh. Saat ini saya dan Hulya sedang memulai petualangan kami dengan Makanan Pendamping ASI (MPASI). Ada sedikit cerita tentang bagaimana wownya masa-masa 6 bulan pertama memberikan ASI untuk Hulya.

Informasi tentang ibu memberikan air susu ibu kepada bayinya sebenarnya bukanlah hal yang baru. Namun saat hamil tidak banyak informasi yang saya coba cari tahu tentang memberikan ASI kepada bayi. Anggapan saya menyusui bayi sesepele ketika ada orang haus lalu kita beri dia minum. Simple ya? Ternyata tidak sesederhana itu, Ferguso! Hari pertama melihat wajah Hulya yang baru lahir begitu mungil dengan kulit yang lembut diraba, hati ini rasanya terharu nonstop 24 jam.  Saat dia terlelap rasanya saya ingin menggendongnya dengan lembut seperti para ibu yang sering saya lihat di commercial break televisi. Namun saat perawat memberikan Hulya kepada saya tiba-tiba semua tampak mengerikan. Baru saja telapak tangan ini menyentuh tubuh Hulya seketika saya menyadari bahwa saya tidak tahu bagaimana cara menggendongnya. Saya takut dia jatuh karena bayi ini tampak begitu menggemaskan tapi juga rapuh. Beruntunglah Hulya masih lebih sering tidur dan memang belum membutuhkan ASI di hari-hari pertama kelahirannya. Jadi saya lebih sering meletakkannya di box bayi sambil memandanginya saja.

Menjelang hari ketiga, suasana tentram mulai terusik dengan kedatangan perawat yang menanyakan, "Bu.. adik bayinya sudah mulai buang air besar belum? Nanti kalau sudah mulai Buang Air Besar tolong kami dikabari ya, Bu". Dengan polosnya saya bertanya, "Memangnya kenapa, Mbak?". Perawat tersebut menjelaskan bahwa jika sudah BAB berarti sistem pencernaanya mulai berfungsi dan bayi sedikit demi sedikit mulai butuh ASI. Kagetlah saya karena saat itu juga saya baru sadar kalau sejak Hulya lahir ASI saya belum keluar dan saya tidak tahu bagaimana nanti saat air susu itu keluar. Akhirnya saya memberanikan diri untuk bertanya kepada perawat tentang apakah saya bisa mulai mencoba menyusui Hulya walaupun air susu saya belum ada tanda-tanda akan keluar. Ternyata perawat tersebut responsive dan langsung menyuruh saya mencoba menyusui. Sayapun senang bukan kepalang tapi juga bingung bagaimana caranya menyusui. Tapi dengan bantuan perawat, mama dan insting bayi yang kuat, Hulya bisa menyedot air susu ibu dengan kuat. Sayangnya, hanya air susu ibu di kanan yang keluar sedangkan yang kiri belum juga mau keluar. Padahal saya tidak merasa nyaman menyusui Hulya di sebelah kanan. Berbagai posisi saya coba untuk menyusui Hulya tapi tetap hanya sebelah kanan yang mau keluar. Sayapun selalu ketakutan tiap Hulya terbangun dari tidurnya dan menangis keras ingin minum ASI. Ketakutan ini terbawa sampai saat kami dibolehkan pulang. Saya selalu menghindar untuk menggendong Hulya karena takut salah. Belum lagi jika teringat pesan dokter untuk member ASI setiap 2 jam sekali. Rasanya saya tidak ingin pulang dari rumah sakit karena terbayang tidak akan ada perawat, bidan dan dokter yang bisa saya panggil kapan saja setiap kali saya butuh bantuan mereka untuk memeriksa, memakaikan bedong dan membantu saya memberikan ASI pada Hulya.

Kecemasan dan rasa stres saya rupanya sampai pada Hulya. Malam hari setelah pulang dari rumah sakit, tubuh Hulya panas tinggi dan tidak mau minum ASI serta menolak digendong. Sayapun tidak beda jauh dengannya. Tubuh saya panas, keringat dingin mengucur deras, kepala sakit seperti dipukul dengan palu. Akhirnya karena panik kamipun kembali ke rumah sakit. Sampai di sana Hulya dimasukkan ke ruangan khusus bayi dan sayapun masuk ke ruang perawatan. Dokter jaga malam itu mendiagnosa Hulya mungkin kekurangan cairan dan saya stres. Oleh karena itu kami berdua harus sama-sama dirawat. Saya harus memompa ASI setiap 2 jam dan harus menghasilkan paling tidak 15Ml. ASI itu nantinya akan diminumkan secara teratur pada Hulya agar tidak kekurangan cairan. Saat itu saya seperti berkejaran dengan waktu. Kegiatan saya setiap harinya hanya makan, pumping, makan, pumping dan begitu seterusnya. Sampai di hari kedua kami dirawat, tibalah giliran jaga seorang bidan yang menurut saya galak dan sangat menyebalkan sebab jika tiba saatnya Hulya minum ASI, bidan tersebut selalu menggendong Hulya ke kamar saya dan meminta saya agar langsung menyusui Hulya. Tentu saja saya sebal karena saya masih takut menyusui Hulya secara langsung. Padahal hati saya sudah cukup tenang karena biasanya saya cukup memompa saja lalu ASInya akan diberikan langsung kepada Hulya. Tapi lama-kelamaan saya merasakan bahwa dialah bidan yang paling telaten membantu saya untuk bisa menggendong Hulya dan memberikan ASI secara langsung pada Hulya bahkan sampai kedua payudara saya akhirnya bisa memiliki kekuatan yang sama dalam menghasilkan ASI. Setelah 3 hari dirawat inap, dokter spesialis anakpun memanggil saya dan mengatakan bahwa saya harus rutin member Hulya ASI yang cukup. Sebab jika tidak maka bilirubin Hulya akan naik dan harus disinar biru selama 3 hari agar kulitnya tidak menguning. Tapi dengan penuh keyakinan dan kenekatan saya mengatakan pada dokter bahwa saya bisa member Hulya ASI secara teratur agar tidak kuning tubuhnya.

Akhirnya dokterpun membolehkan kami pulang ke rumah dan secara teratur setiap 2 atau 3 jam sekali di rumah saya selalu berusaha memenuhi kebutuhan ASI Hulya. 

Hulya tetap menguning pada akhirnya saat di rumah namun dengan pemberian ASI yang teratur dan kemauan Hulya untuk selalu berusaha menyusu meskipun saya masih sering kewalahan menggendongnya, lama-kelamaan warna kuning di tubuh Hulya menghilang. Setiap 1 minggu sekali sampai Hulya berusia 1 bulan kami selalu control ke dokter dan di salah satu pertemuan dokter mengatakan bahwa penyebab kuning pada bayi adalah bilirubin yang tinggi. 

Salah satu penyebab bilirubin tinggi yang biasa terjadi adalah jika golongan darah anak dan ibunya berbeda. Di dalam tubuh anak perbedaan tersebut seolah menimbulkan perlawanan sehingga setelah ditaklukkan atau selaras, barulah fungsi pencernaan dan organ tubuh lain bisa berjalan dengan lebih baik.

Semuanya mulai berjalan dengan lebih menyenangkan dan menenangkan dan saya mulai bisa menikmati saat-saat indah menyusui sampai suatu hari saat sedang berkirim pesan dengan seorang teman dia menanyakan pada saya apakah setiap hari saya sudah rajin memompa ASI untuk persediaan saat nanti bekerja? 

Saya kaget karena saya pikir nanti saja menjelang berangkat kerja saya baru memompa ASI untuk persediaan ASI perah Hulya. Tapi teman saya bersikeras saya harus mulai memompa bahkan seharusnya sejak pertama kali ASI keluar saya sudah menyimpan persediaan untuk nanti saat Hulya saya tinggal bekerja setelah masa cuti saya habis. Sayapun panik dan akhirnya mulai mencari informasi dengan googling dan membuka instagram. 

Selesai membaca bukannya tenang saya justru menangis karena takut nanti persediaan ASI saya tidak cukup. Terlebih saat bertanya pada mama dan ibu mertua mereka tidak tahu bagaimana caranya mengelola ASIP (ASI perah) dengan benar sebab mama saya adalah ibu rumah tangga yang tidak selalu membawa bayinya ke manapun dia pergi dan menyusui langsung. 

Sementara ibu mertua saya walaupun saat itu bekerja namun pada masa itu sebuah hal yang lumrah jika ibu bekerja tidak bisa selalu pulang untuk memberikan ASI pada bayinya maka fungsi ASI itu akan digantikan dengan susu formula. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun