Semakin berkembangnya zaman, semakin berkembang pula cara kita berkomunikasi. Kemajuan teknologi digital melahirkan berbagai bentuk interaksi baru, termasuk munculnya istilah-istilah atau bahasa slang yang terus bermunculan di media sosial. Aplikasi video pendek seperti TikTok, Instagram, atau X menjadi ruang paling subur bagi lahirnya kata-kata baru yang sering kali diciptakan oleh para remaja atau anak muda. Bahasa-bahasa tersebut muncul secara spontan, menyebar dengan cepat, dan menjadi tren hanya dalam hitungan hari. Tidak jarang, kata-kata itu terdengar unik, lucu, bahkan asing bagi generasi yang lebih tua. Namun di balik kreativitas itu, ada sisi lain yang perlu diwaspadai: banyak pengguna media sosial menggunakan bahasa slang tanpa memahami maknanya, bahkan menjadikannya alat untuk menyindir atau menghina orang lain.
Fenomena ini menunjukkan bahwa setiap kata yang kita tuliskan di ruang digital memiliki kekuatan besar. Di balik layar ponsel, kita mungkin merasa bebas menulis apa saja, tetapi kebebasan itu sering disalahgunakan. Tidak sedikit komentar yang berisi kata-kata kasar, ejekan, atau hinaan tersembunyi di balik istilah gaul. Komentar seperti ini bisa menimbulkan luka batin, menurunkan rasa percaya diri, hingga mengganggu kesehatan mental orang yang menjadi sasaran. Ironisnya, pelaku sering kali tidak menyadari dampaknya, hanya mengikuti tren atau ingin terlihat "kekinian." Padahal, satu kata yang diucapkan dengan sembrono dapat meninggalkan bekas yang lama pada diri seseorang.
Di era digital, di mana setiap unggahan atau komentar dapat dilihat ribuan bahkan jutaan orang, kita harus semakin berhati-hati. Bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga cerminan sikap, kepribadian, dan tanggung jawab. Karena itu, penting bagi kita untuk menggunakan bahasa yang benar, baik, dan santun. Benar berarti sesuai kaidah bahasa Indonesia dan tepat makna. Baik berarti jelas, tidak menyinggung, dan dapat dipahami oleh banyak orang. Santun berarti menghargai perasaan orang lain, menggunakan kata-kata yang sopan, dan disampaikan dengan cara yang ramah. Ketiga hal ini menjadi fondasi penting agar media sosial tetap menjadi ruang yang sehat, bukan arena pertengkaran.
Ajakan ini terutama ditujukan kepada para pengguna media sosial, khususnya remaja dan anak muda yang paling aktif di dunia digital. Mereka adalah generasi yang akan menentukan arah komunikasi di masa depan, sehingga kebiasaan berbahasa mereka akan menjadi contoh bagi adik-adik, teman sebaya, bahkan orang tua. Namun, peran orang dewasa tidak kalah penting. Orang tua, guru, atau siapa pun yang lebih berpengalaman perlu hadir sebagai teladan. Mereka dapat memberikan pengetahuan, mengingatkan ketika ada kesalahan, atau mengedukasi tentang pentingnya memilih kata yang tepat sebelum diunggah ke dunia maya.
Lalu, bagaimana caranya kita menjaga bahasa di era digital ini? Mulailah dari langkah paling sederhana: pikirkan sebelum menulis. Tanyakan pada diri sendiri, apakah kata-kata yang kita ketik akan menyinggung orang lain? Apakah istilah slang yang kita gunakan benar maknanya? Jika ragu, lebih baik mencari arti kata terlebih dahulu atau menggantinya dengan kalimat yang lebih netral. Selain itu, kita juga bisa menegur atau menasihati teman yang menggunakan kata-kata tidak pantas, tentu dengan cara yang baik agar pesan dapat diterima. Setiap orang memiliki peran untuk mengingatkan dan mengedukasi lingkungannya.
Media sosial seharusnya menjadi ruang untuk berbagi ide, mengekspresikan kreativitas, dan menyebarkan hal-hal positif. Jangan sampai kebebasan berekspresi berubah menjadi kebebasan melukai. Mari kita jadikan era digital sebagai tempat yang aman bagi siapa saja, tanpa takut diserang kata-kata kasar. Setiap komentar, setiap unggahan, dan setiap pesan adalah jejak yang menunjukkan siapa diri kita. Oleh karena itu, ayo bersama-sama kita wujudkan media sosial yang lebih sehat dengan berbahasa yang benar, baik, dan santun. Setiap kata yang kita tuliskan bukan hanya sekadar rangkaian huruf, tetapi juga cerminan akhlak, empati, dan rasa hormat kepada sesama. Mari gunakan kekuatan kata untuk membangun, bukan untuk meruntuhkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI