DURI – Beberapa diantara pesona dunia yang tersembunyi kini perlahan mulai muncul dan kian tersibak dengan berjuta daya tarik tersendiri. Anugerah alam yang diperutuhkan Sang Pencipta bagi kehidupan manusia bukan hanya keindahan alam, dibalik semua itu terdapat pula kekayaan tambang yang juga menjadi perhatian serius atau dalam pengelolaannya akrab dikenal dengan sebutan “Industri Hulu Migas”. Satu sisi hal ini mendorong para pelaku industri berlomba-lomba meningkatkan peran sertanya dalam mengalola sumber daya alam tersebut, seiring dengan itu timbul pula kesadaran untuk mempersiapkan SDM yang mumpuni. Bersamaan dengan itu juga muncul kesadaran untuk merawat ekosistem dan menjaga kelestarian alam sebagai warisan bagi generasi selanjutnya. Namun di sisi berbeda terdapat pengabaian dan penelantaran bagian-bagian penting yang mesti dipertimbangkan lebih matang.
Desas-desus pengelolaan migas sontak menjadi pembicaraan hangat yang menyorot perhatian banyak pihak dari berbagai kalangan, terutama dalam region skop nasional. Pada skala yang lebih kecil, kegiatan tersebut dapat kita jumpai seperti pada aktifitas pengeboran yang tiada hentinya beroperasi di ladang minyak Duri (negeri suku sakai, sentral Pemerintahan Kecamatan Mandau) dan penambangan minyak lepas pantai dibagian pesisir Riau lainnya. Sejak dekade 1950-an, eksplorasi migas di Riau semakin menunjukkan kegemilangannya, Caltex (berkepemilikan swasta; sekarang menjadi Chevron) dan Pertamina dikenal sebagai perusahaan industri tambang yang paling berperan penting dalam pengembangan ini. Caltex Pacific Oil Company atau bagi masyarakat sekitar menyebutnya CPO terbukti telah menghasilkan minyak mentah dengan kualitas terbaik di lapangan Minas. Dibalik semua itu, keberhasilan lainnya bertopang pada tender yang juga didukung oleh beberapa perusahaan lainnya seperti Halliburton, Schlumberger, Bormindo dan lain-lainnya. Singkatnya, tiada lagi gap antara pengelolaan yang dimiliki swasta dan non swasta.
Sepintas perhatian tertuju ke Riau, pipa-pipa berukuran besar yang membentang hampir di setiap penjuru menjadi nadi bagi eksploitasi tambang minyak mentah. Pemompaan beberapa kawasan seperti Rumbai, Minas, Duri, Balam hingga sebagian dari daerah kabupaten Rokan Hilir lainnya menjadi wilayah kerja P.T. Chevron Pacific Indonesia. Sebagian lainnya seperti Zamrud, Pusako, Pedada dan beberapa daerah lainnya di kabupaten Siak hingga Langkat, Bukit Batu, Sei Pakning dan beberapa daerah lain di kabupaten Meranti yang dahulunya sempat ditangani Caltex dan kini menjadi lahan yang dikelola BUMD P.T. Bumi Siak Pusaka. Selain memiliki lahan tambang minyak, posisi strategis menguntungkan Kota Dumai karena terdapat kilang minyak dan pelabuhan yang menjadi terminal pengangkutan minyak terakhir. Apapun perusahaannya baik itu swasta maupun non swasta, imbas positif yang dapat dirasakan terutama bagi masyarakat disekitar penambangan masi minim.
Lemahnya pengawasan berdampak pada buruknya upaya strategis. Potensi Duri sebagai salah satu daerah industri tambang minyak dan industri perkebunan kelapa sawit belum diberdayakan secara optimal, bahkan tersisihkan dari lingkungan yang asri dan masyarakat yang dinamis. Kasat mata, himpitan ekonomi penduduk Duri-Pinggir menempati penelantaran diantara investasi bernilai besar. Konsentrasi pun terpecah belah, diantara berjuta kekayaan yang berlimpah ruah, pekerjaan menjadi tuntutan, pendidikan bermutu tinggi menjadi barang langka. Layaknya suatu sindrom penyimpangan akut yang tidak terselesaikan, hanya sedikit dari sekian banyak penyelewengan dapat terungkap dan luput dari pengawasan. Pemerintahan melalui menteri ESDM sejauh ini terlalu berfokus pada produksimigas sebagai penyumbang penerimaan Negara, bahkan terlalu jauh melibatkan diri. Seakan tak mau terlena, keberpaduan kekuatan melalui Supply Chain Management (SCM) yang digembar-gembor SKK Migas dengan bermodal dukungan kebijakan penuh hadir sebagai pesaing diantara Pertamina dan Chevron.
Secarik tulisan ini disusun bukan bertujuan mengkritisi kinerja berkaitan perubahan kelembaga dari BPMIGAS ke SKK Migas ataupun Caltex ke Chevron. Pada era orde baru hingga menjelang runtuhnya, kebijakan “Repelita” yang tak kunjung datang untuk daerah Riau bukan bearti membuat daerah ini tertinggal dari daerah lainnya. Meskipun tidak memiliki jalan tol, jalur kereta api dan apapun itu, Caltex telah mendedikasikan dirinyanya menjadi bagian dari anggota masyarakat Indonesia yang berdedikasi pada sektor sosio-ekonomi jangka panjang. Karakter masyarakat industri yang tertaman memaikan perannya tanpa membedakan struktur sosial dan jenjang kehidupan. Bagaikan “Manajemen Rantai Suplai (Supply chain management)” yang berbasis kemasyarakatan, keberadaan Duri-Pinggir belum dapat diakui sebagai masyarakat industri, terlebih sejauh ini negara dan kapitalis Chevron bagai melacurkan Duri-Pinggir di pelelangan tender pengeboran minyak. Seakan masyarakat bermukim mendiami daerah ini masi dianggap sebagai pendatang yang hanya semata mengais keuntungan di daerah ini.
Hegemoni masyarakat industri dihadapkan pada peluang dan tantangan. Melalui tinjauan sepintis, lapisan masyarakat dengan tingkat kebutuhannya dapat dibedakan menjadi golongan mampu, berkecukupan dan serba kekurangan. Ketiga lapisan ini persis terlihat jelas di era 90-an. Golongan mampu di isi oleh pegawai-pegawai berjabatan tinggi seperti pengisi beberapa kantor penting atau kepala/mandor pergudangan. Golongan masyarakat berkecukupan diisi oleh para pengabdi yang mendukung kinerja golongan kelas atas. Pada bagian ini pola hidup sederhana tampak begitu berbaur pada berbagai kalangan disekitarnya. Meski terkadang dalam kondisi darurat terbelit di hutang, secara perlahan-lahan dapat kembali stabil. Sedangkan dalam kondisi tingkat pendapatan rendah seperti kaum buruh dihadapkan pada tuntutan serba kekurangan. Bagai rantai makanan kecurigaan pun menyebutkan ini seperti simbiosis parasitisme, namun dibalik itu semua, para investor dan beberapa pemangku jabatan notabene berada di pusat dan tidak mengetahui persis kondisi daerah ditambah lagi tidak memperdulikan bagaimana gejolak-gejolah permasalahan sangat sensitif.
Disini lah saatnya kehidupan terbebas dari bahaya isu-isu politis dan sara. Meski berada ditengah penelantaran, kelak semua pencapaian dari upaya yang diusahakan secara tekun, tabah dan penuh keyakinan akan menghantarkan penduduk Duri pada takdir yang cemerlang-gemilang. Generasi muda melalui pedagogi yang bersinergis melahirkan jiwa-jiwa kemanusiaan dan mampu bersaing ditengah sengitnya perkembangan teknologi dan pengetahuan. Tradisi mandah para kelas buruh menentramkan keharmonisan dalam keluarga. Sakai dan perantau bersatu memandirikan diri, sesekali bersama-sama pergi mengail di sungai rangau. Kelengkapan pun semakin sempurna, tak lengah bukak tudung saji – singsing lengan, angkat periuk – duduk beselo – ambik pinggan – kais nasi – tuang mangkok gulai rebung-umbut rotan ditambah asam pedas kakap dan tak tinggal tumis belacan, sesekali ditutup dengan buah betik.
[caption id="attachment_409021" align="aligncenter" width="150" caption="Lokasi: Minas, menghasilkan minyak mentah yang dikenal dengan nama Sumatran Light Crude (SLC), dan tercatat sebagai daerah pertama yang menghasilkan minyak mentah ekspor."][/caption]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI