Mohon tunggu...
Jarang Makan
Jarang Makan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis content untuk bidang manajemen dan fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Foto Jimat

26 Februari 2024   09:50 Diperbarui: 26 Februari 2024   09:53 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang gadis terlihat terpekur menghadap laptopnya. Pandang matanya menelusur tiap-tiap kata yang terpampang di layar. Wajahnya berkerut-kerut mewakili lika-liku alur logika di kepalanya. Ia mencoba menyelaraskan isi teori dan isi makalahnya.

Sejenak kemudian, jari-jari gadis itu memijiti papan huruf laptopnya. Jari-jemari yang idak lagi mulus karena terpapar kerasnya hidup. Dan paragraf demi paragraf pun mulai bermunculan. Hingga dirasa cukup, gadis itu mengambil nafas panjang setelah membaca hasil pemikirannya.

Tubuh dan pikiran gadis itu terasa lumayan penat. Rasanya ia ingin segera mematikan laptopnya dan meletakkan kepalanya di atas bantal. Tapi tugasnya tinggal sedikit lagi usai, apakah diselesaikan sekarang atau yang sisa sedikit ini dikerjakan besok?

Pada situasi seperti itu si gadis lalu melirik ke arah buku catatannya. Ia buka sampul buku itu. Di balik sampul buku itu bersemayam selembar foto yang melukiskan seorang wanita paruh baya berkerudung sedang tertawa bersama beberapa wanita lain yang seumuran. Wanita berkerudung itu adalah ibunya. Ibu si gadis adalah seorang porter di sebuah stasiun di kota besar. Sedangkan wanita-wanita yang lainnya di foto itu adalah rekan sesama porter.

Si gadis lalu bercerita pada dirinya sendiri, "Mereka adalah wanita-wanita perkasa. Bekerja keras membantu para pelancong mengangkat beban bawaannya, sekaligus mengangkat beban keluarga mereka."

Sambil fokus memandang foto ibunya, si gadis bergumam sendiri, "Ibu, dirimu kerja keras seperti itu, nyaris nggak pernah mengeluh lelah, demi anak-anakmu, di pagi buta sudah menyiapkan sarapan, lalu berangkat ke stasiun mengangkat beban. Masakan anakmu sekarang ini hanya segini aja udah mau rebahan?"

"Lho, Yuni? Belum tidur? Lembur?" suara seorang kakek membuyarkan angan si gadis yang ternyata bernama Yuni teresebut.

Di sela daun pintu ruang tata usaha yang sedikit terbuka, sebuah kepala melongok. Kepala milik seorang kakek yang membina yayasan tempat Yuni bekerja. Wajahnya yang dihiasi keriput kerasnya hidup menyiratkan keteduhan.

"Iya abah. Tapi sebentar lagi sudah mau selesai," jawab Yuni ramah.

"Oh kalau begitu jangan lupa matikan lampu bila sudah selesai, yah," sahut Abah kemudian. Sedangkan Yuni hanya tersenyum mengiyakan sebelum Abah menghilang di balik daun pintu.

Yuni adalah seorang mahasiswi ilmu pendidikan yang saat ini sedang menumpang di sebuah yayasan. Ia direkrut oleh ibu pimpinan lembaga yang merupakan anak Abah. Sebagai perantau, Yuni tentu tidak bisa menolak tawaran ibu pimpinan lembaga agar menumpang saja di yayasan daripada harus keluar biaya kos. Karena latar pendidikannya, Yuni direkrut menjadi guru di TK yang dikelola yayasan. Sebelumnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup di perantauan, Yuni bekerja sebagai pelayan di sebuah rumah makan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun