Di Iran, misalnya, tingkat nitrogen dioksida berkurang selama bulan Ramadan akibat berkurangnya penggunaan kendaraan pada siang hari.Â
Hal yang sama juga diamati di beberapa kota di Malaysia dan Indonesia, terutama di minggu-minggu awal puasa.
Namun, ada faktor lain yang perlu diperhitungkan. Meskipun siang hari lebih tenang, pada malam hari, aktivitas meningkat secara signifikan.Â
Mobilitas masyarakat untuk berbuka puasa di luar rumah atau berbelanja kebutuhan sahur dapat menyebabkan peningkatan emisi.Â
Jika jumlah kendaraan yang digunakan pada malam hari meningkat, maka dampak positif dari pengurangan mobilitas di siang hari bisa berkurang atau bahkan hilang.
Perubahan Pola Konsumsi Energi
Selain mobilitas, puasa juga mengubah pola konsumsi energi. Di banyak rumah tangga, penggunaan listrik dan bahan bakar mengalami pergeseran dari siang ke malam hari.Â
Penggunaan alat elektronik, seperti pendingin ruangan dan televisi, sering kali meningkat setelah berbuka puasa.Â
Peningkatan ini dapat menyebabkan lonjakan konsumsi energi yang berdampak pada peningkatan emisi dari pembangkit listrik, terutama yang masih menggunakan bahan bakar fosil.
Namun, di sisi lain, pengurangan aktivitas industri di beberapa sektor selama bulan Ramadan dapat membantu mengurangi polusi udara.Â
Beberapa pabrik mungkin mengurangi  atau jam operasionalnya, yang pada akhirnya dapat mengurangi emisi dari sektor industri.
Faktor Sosial dan Kebijakan Lingkungan
Dampak puasa terhadap polusi udara juga sangat bergantung pada kebijakan lingkungan yang diterapkan oleh pemerintah dan kebiasaan masyarakat.Â
Di beberapa negara, selama bulan Ramadan, kebijakan pengurangan emisi diterapkan lebih ketat, misalnya dengan membatasi penggunaan kendaraan pribadi atau meningkatkan penggunaan transportasi umum.