Aku menatap airnya yang berkilau keemasan disinari mentari pagi, dan dalam hati berucap:
"Sungai ini telah menyaksikan perjalanan ribuan jiwa. Hari ini, biarlah ia juga menjadi saksi langkah kecil kami melawan rabies."
Tak jauh dari sana, Jembatan Kramasan berdiri, menjadi penghubung Palembang dengan dunia luar. Namun di depan jembatan itu, deretan truk panjang berjejer seperti naga besi yang tak mau bergerak. SPBU di pinggir jalan dipadati kendaraan besar menunggu biosolar yang langka.
Suara klakson bersahutan, aroma solar menyesakkan. Lia menggenggam kemudi kuat-kuat, matanya tajam mengukur celah.
"Pak, kalau kita sabar sedikit, bisa lolos di sisi kiri," katanya.
Aku mengangguk. "Pelan-pelan, Lia. Jangan paksakan. Tapi jangan menyerah."
Dengan penuh kehati-hatian, Lia menuntun mobil itu melewati antrean panjang. Setiap inci jalan seperti pertaruhan.
Sampai akhirnya, kami keluar dari kerumunan, meninggalkan riuh dan panas di belakang.
"Alhamdulillah," ucap drh. Rudy lega.
Aku tersenyum. "Perjalanan baik memang selalu diuji sejak awal."
Tol Panjang, Pikiran yang Tak Henti Bekerja