Mohon tunggu...
Alya Yalandra
Alya Yalandra Mohon Tunggu... Mahasiswa Hukum

Mahasiswa yang minat dalam isu-isu politik dan hukum yang ada.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tantangan Integrasi Nasional di Atas Kobaran Demonstrasi

4 September 2025   16:46 Diperbarui: 4 September 2025   16:56 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          Beberapa hari terakhir ini, kita diberikan surprise oleh pemerintah yang memicu kemarahan masyarakat sehingga mendatangkan aktivitas unjuk rasa yang awal mulanya dilakukan oleh para mahasiswa. Rasanya setiap bulan memang selalu ada surprise yang diberikan kepada kita, bukan? Namun, saat ini saya akan berfokus dengan berbagai tragedi yang berseliweran di beberapa hari terakhir ini. Entah itu bentuk demonstrasi secara langsung maupun yang dilakukan melalui media sosial.

          Pada Senin (25/08/2025), awal terjadinya demonstrasi di Kantor Pusat DPR RI oleh para mahasiswa akibat naiknya tunjangan DPR yaitu tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan. Dengan diberikan tunjangan ini pula, gaji dan tunjangan DPR tersebut telah mencapai Rp 100 juta per bulan yang di mana apabila dibandingan dengan gaji guru honorer hal tersebut sangatlah menyayat hati masyarakat. Coba bayangkan apabila rancangan tersebut dibalik alihkan kepada gaji UMR di beberapa wilayah yang sangat-sangat kurang untuk kebutuhan rumah tangga perbulan, bukankah hal tersebut dapat menaikkan kesejahteraan masyarakat?

          Kemudian pula, pada Kamis (28/08/2025), terjadinya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak aparat kepada seorang driver OJOL di tengah aktivitas unjuk rasa tersebut. Ia bernama Affan Kurniawan yang sedang mencari nafkah demi menghidupi keluarga. Video tersebut tersebar di mana-mana dan menghebohkan bagian media manapun. Kronologi yang terlihat di video itu, terlihat mobil taktis Brimob yang tengah melewati para demonstran yang sedang berupaya dipenuhi haknya sebagai warga negara. Lalu, Affan yang ingin membawakan pesanan makanan di sana terhenti karena berkerimunannya orang-orang yang sedang berlari menjauhi mobil rantis Brimob tersebut, tetapi Affan tak sempat kabur dari sana yang di mana ia pun tertabrak. Sebelumnya mobil ini telah berhenti, tetapi pada akhirnya mobil rantis tersebut melindas Affan dengan tak berempati sedikitpun.

          Tak lama setelah video tersebut menyebar, 'ACAB' mulai menyebar sebagai tagar untuk menindaklanjuti hasil pelanggaran yang diupayakan oleh berbagai khalayak, hingga pada akhirnya sampai disoroti di berbagai media luar negeri. Dengan kematian Affan sebagai pengobaran api, maka terjadilah demonstrasi besar-besaran di banyak wilayah Indonesia. Tak henti pula sautan demo di sosial media. Presiden RI Prabowo Subianto, menyatakan bela sungkawa terhadap Affan, tetapi apakah hanya hal itu yang layak didapat oleh pihak kuarga yang kehilangan anaknya?

          Pada aktivitas demonstrasi yang makin memuncak, timbul konspirasi di kalangan khalayak ramai yang di mana adanya para provokator oleh pemerintah agar terjadinya anarkisme dari kegiatan unjuk rasa tersebut. Rusaknya fasilitas-fasilitas negara, seperti Halte Senen dan lain sebagainya, diduga bukanlah ulah dari para demonstran karena adanya kejanggalan-kejanggalan aneh yang patut dicurigai asal-muasalnya. Memang masuk akalkah dari sebegitu maraknya kegiatan unjuk rasa yang terjadi di mana-mana, tetapi yang ditayangkan di media TV hanya aktivitas anarkisme tersebut?

          Beberapa hari ini pula, telah terjadinya penutupan media LIVE di berbagai platform, seperti TikTok dan media sosial manapun. Bukankah itu salah satu cara pemerintah membungkan masyarakat sebagaimana dalam Pasal terkait demo oleh masyarakat di Indonesia antara lain Pasal 28 dan 28E ayat (3) UUD 1945 yang menjamin kebebasan menyatakan pendapat dan berkumpul, serta Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Kebebasan Menyatakan Pendapat di Muka Umum yang mengatur lebih lanjut mengenai prosedur dan hak-hak dalam menyampaikan pendapat. Patutlah dipertanyakan apakah kebebasan berpendapat di negara tercinta kita ini masih ada?

          Setelah berbagai macam porak poranda yang terjadi di negara ini, timbullah '17+8 Tuntutan Rakyat' dari Malaka Project yang berisikan rangkuman tuntutan yang diinginkan oleh masyarakat untuk direalisasikan keadaannya secepatnya. Jika tidak juga, maka hilanglah sudah titik 'kekuasaan tertinggi yang berada di tangan rakyat' tersebut. Namun, kita sebagai Warga Negara tentulah harus memberikan perhatian penuh kepada keadaan negara ini, tidak hanya tone deaf yang merasa tak tahu menahu apapun.

          Integrasi Nasional ialah pemersatuan dari berbagai macam perbedaan yang ada (ras, suku, budaya, hingga agama), tetapi di sinilah titik temu kita untuk memperjuangkan tujuan Integrasi Nasional dengan satu kesatuan memperjuangan hak-hak kita sebagai warga negara dari berbagai macam khalayak, demi kemakmuran dan keberlangsungan cita-cita 'Indonesia Emas', jangan malah menjadi 'Indonesia Gelap' yang tak diinginkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun