Mohon tunggu...
izatul laela
izatul laela Mohon Tunggu... Seorang Kepala Sekolah di SDN Karangsono Wonorejo Kab. Pasuruan Propinsi Jawa Timur,.

Seorang Kepala Sekolah di SDN Karangsono Kecamatan Wonorejo KAb. Pasuruan Propinsi Jawa Timur, seorang ibu rumah tangga dengan 3 orang putri dan 1 orang putra, hoby menulis.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Yuuk Jaga Perkataan Kita Ya, Ibu

25 Juni 2025   19:41 Diperbarui: 25 Juni 2025   19:41 3211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suaraindonesia.co.id

Kita tentu sering mendengar orang mengatakan bahwa omongan atau perkataan adalah doa. Ungkapan ini mengingatkan kita bahwa setiap perkataan yang terucap bisa menjadi kenyataan, baik itu yang baik maupun yang buruk. Oleh karena itu, kita diajak untuk selalu berhati-hati dan memilih kata-kata yang positif.

Seringkali perkataan yang tidak baik dan di luar kontrol muncul saat kita sedang emosi. Nah sebagai kaum perempuan yang memiliki kosa kata sampai 20.000 dalam sehari, harus ekstra hati-hati ya.

Ada beberapa kata atau kalimat yang bila diucapkan oleh seorang ibu kepada anaknya bisa berakibat buruk bagi perkembangan mentalnya di masa depan.

Pertama, "Ibu capek ngurusin kamu."

Perkataan ini akan masuk ke alam bawah sadar anak sehingga anak merasa bahwa dirinya tidak berguna dan menyusahkan.

Ini akan terbawa terus dalam kehidupan anak bila tidak segera diperbaiki. Anak akan merasa bersalah karena dianggap sebagai beban. Jika sudah seperti itu anak akan merasa tidak dihargai, bisa tumbuh menjadi pribadi yang pesimis, mudah menyalahkan diri sendiri, atau sulit menghargai diri.

Faktanya memang ibu capek, lelah namun cara menyampaikannya bisa diubah agar tidak merusak psikologis anak.

Silakan mengekspresikan rasa capek dan lelah itu tanpa menyalahkan anak. Ganti kalimat dengan yang lebih nyaman didengar. Misalnya "Ibu sedang merasa lelah hari ini. Ibu butuh istirahat sebentar."

Kedua, "Kalau ibu sudah tiada, baru tahu rasa kamu."

Efek dari perkataan ini secara langsung menanamkan ketakutan terbesar anak yaitu kehilangan sosok ibu. Bagi anak, ibu adalah sumber keamanan, kasih sayang, dan kelangsungan hidup. Mengucapkan hal ini sama dengan mengancam stabilitas emosional dan dunia mereka. Mereka akan hidup dalam kecemasan konstan tentang kemungkinan kehilangan ibu.

Jika amarah rasanya sudah di ubun-ubun, ayuuk tarik napas dalam-dalam, tinggalkan ruangan sejenak  jika kondisi memungkinkan, lalu tenangkan diri sebelum berbicara.

Kita juga bisa menerapkan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Saat kita emosi atau marah dalam posisi berdiri sebaiknya duduk. Bila dalam keadaan duduk disarankan untuk berbaring. Bila berbaring masih juga belum reda, ambil air wudhu. Karena sesungguhnya amarah itu dari syetan. Syetan diciptakan dari api. Dengan berwudhu insya Allah reda amarah itu.

Ketiga, "Sudah, diam kamu."

Anak-anak belajar untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kebutuhan mereka melalui berbicara. Ketika kita membungkam mereka dengan paksa, kita memberi sinyal bahwa ekspresi mereka tidak penting atau tidak valid. Ini bisa menghambat kemampuan mereka untuk mengelola emosi secara sehat dan membuat mereka memendam perasaannya. Pada akhirnya anak menjadi kurang atau tidak percaya diri.

Terkadang, di balik celotehan atau tangisan anak, ada pesan penting atau kebutuhan yang ingin mereka sampaikan.

Dengan membungkam mereka, kita kehilangan kesempatan untuk memahami akar permasalahan dan memberikan solusi yang tepat.

Libatkan anak dalam belajar bagaimana berkomunikasi dengan efektif, seperti menunggu giliran, berbicara dengan sopan, dan mendengarkan orang lain.

Membimbing anak agar mereka bisa mengungkapkan diri dengan cara yang sehat adalah bagian penting dari perkembangan mereka. Daripada membungkam, mari kita ajarkan mereka bagaimana menggunakan suara mereka dengan bijak.

Keempat, "Kamu bikin malu".

Anak-anak belajar tentang siapa diri mereka dari perkataan dan reaksi orang tua. Ketika dibilang "bikin malu," anak akan merasa dirinya sendiri yang buruk, bukan hanya perilakunya. Ini menghancurkan harga diri dan menciptakan citra diri negatif yang bisa terbawa hingga dewasa.

Mereka mungkin merasa tidak pantas, tidak berharga, atau selalu menjadi penyebab masalah.

Jika anak berbuat salah di depan banyak orang, ajak mereka bicara empat mata setelah situasi mereda. Teguran atau nasihat yang diberikan di depan umum bisa memperparah rasa malu dan dendam.

Kelima, "Kamu itu nggak seperti kakakmu"

Kita mungkin ingat ada lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi cilik "Ojo Dibanding-bandingke". Ya sebagai orang tua kita tidak boleh membanding-bandingkan antara satu anak dengan anak lainnya.

Ketika anak terus-menerus dibandingkan, mereka menerima pesan bahwa mereka tidak cukup baik sebagaimana adanya. Hal ini akan mengikis harga diri dan kepercayaan diri mereka, membuat mereka merasa rendah diri atau tidak berharga. Mereka mungkin mulai berpikir, "Aku tidak akan pernah sebaik dia."

Setiap anak adalah bunga yang tumbuh dengan kecepatan dan keindahannya sendiri. Tugas orang tua adalah menyirami dan merawat setiap bunga tersebut agar dapat mekar sempurna sesuai potensinya, tanpa perlu membandingkannya dengan bunga lain.

Pujilah usaha dan proses, bukan hanya hasil. "Ibu sangat bangga dengan usahamu belajar matematika hari ini," atau "Ibu suka sekali caramu menyelesaikan masalah tadi."

Kita sudah sampai di pembahasan terakhir. Ibu, menjaga kesehatan mental dan fisik  adalah bagian dari menjadi orang tua yang baik. Jika lelah, tidak ada salahnya meminta bantuan pasangan, keluarga, atau mengambil waktu untuk diri sendiri sejenak.

Mengelola emosi dan memilih kata-kata adalah tantangan besar bagi setiap orang tua. Namun, dengan kesadaran akan dampak jangka panjangnya, kita bisa berusaha untuk selalu memilih komunikasi yang membangun dan penuh kasih sayang bagi anak-anak kita.

Semoga bermanfaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun