Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Naftali [15]

12 Oktober 2022   09:07 Diperbarui: 12 Oktober 2022   09:17 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sofie Moran berbakat menjamu orang dengan mudah seperti mengocok kopi kental yang pas di sore hari. Beragam makanan dihidangkan dengan rasa percaya diri yang kuat. Resep-resep berlompatan ke luar dari kepalanya. Para asisten dapur yang cekatan akan mengeluarkan piring-piring keramik lebar dan ujungnya melengkung, gelas-gelas kristal, mangkuk beragam ukuran dan kegunaan, sendok-garpu-pisau, taplak, lilin, bunga segar. Semua peralatan dapurnya bersinar cemerlang. Stainless steel yang antikarat, piring-piring oval, pireks berbagai ukuran, tahan panas. Dialah ratu dapur keluarga.  

Ruang makan keluarga Moran cukup luas. Ia tak pernah menjadi ruang diskusi apalagi berdebat kusir. Ia hanya tempat merayakan makanan. Dan ada dua lokasi. Ruang makan satu terletak di lokasi setengah terbuka yang menghadap taman. Bakar-bakar ikan atau daging paling cocok di sini karena asap langsung hilang dan aroma akan tercium sampai jauh. Ruang yang lain di ruang tertutup di dalam rumah. Namun dalam perkembangannya, ruang yang berlokasi di tempat setengah terbuka itu menjadi favorit. 

Formasi duduk akan tetap sama pada satu ujungnya. Andrea Moran di ujung sana, Sofie Moran di sisi kiri, Dalom, ibunda Dada yang berusia 93 tahun, di sebelah  kanan. Andrea Moran tak perlu beranjak untuk mengambil apa pun. Ia sepenuhnya percaya yang ditaruh Sofie Moran di piringnya. Bahkan dia diam tak berkutik kalau Sofie Moran berkata 'cukup' kepadanya karena sudah beberapa kali tekanan darahnya tidak stabil lantaran terus-menerus makan enak. Berulang kali Andrea Moran harus berdiet dalam rangka menurunkan berat badan dan demi kesehatan jantungnya meski dia juga berolahraga. Sedangkan Sofie Moran, mantan model, seorang yang teguh berpihak pada kesehatan.  

Setelah itu barulah kursi-kursi lain diisi keluarga dari pihak Andrea Moran atau Sofie Moran, keempat anak dan menantu mereka, lalu cucu-cucu. Dua asisten Sofie Moran berdiri di sudut dekat pintu menunggu perintah. Anak-anak yang lebih kecil akan makan di meja berbeda ditemani perawat mereka masing-masing. Bila Andrea Moran mengundang kawan bisnis atau keluarga lain, ia akan memperkenalkan kepada tamunya setiap anggota keluarga yang hadir, bahkan bayi-bayi yang sedang tidur. Kesibukan makan dan percakapan dipertahankan dalam harmoni. Sofie dan Andrea Moran adalah pasangan yang ahli merawat hati orang bertahan di meja makan mereka hingga sajian penutup. 

Setiap jamuan makan ada temanya. Masakan ala Bali, Manado, Sunda, Melayu, Padang, Tapanuli, masakan oriental, Lebanon, Arab, sushi. Kadang-kadang kejutan, kadang-kadang bocor ke mana-mana. Biasanya Sofie Moran akan mendata dengan teliti siapa yang akan datang ke pesta makannya. Bila Ryan Moran, adik laki-laki Andrea Moran, menyatakan hadir bersama istrinya, wanita keturunan Lebanon, hidangan mengandung babi menjadi haram hukumnya. Pembicaraan di meja makan pun tersaring dengan sendirinya. Tak ada pemujaan lezatnya lemak babi panggang yang minyaknya menetes-melebur di langit-langit mulut, yang gurih, ditemani sambal hijau ala Tapanuli yang resepnya ditulis teman gereja Sofie Moran, Nyonya Simandjuntak, yang pedas-segar, yaitu cabe rawit hijau tua digiling bersama andaliman hitam, lalu dikucuri jeruk nipis. 

Ketika I Gde Kurnia, suami Magali, ayah Naftali, yang menganut Hindu menjadi warga meja makan Sofie Moran, segala daging sapi pantang tampil. Kalau berbarengan dengan keluarga yang tidak makan babi, Nana akan menghidangkan menu Jepang yang menghadirkan segala ikan laut segar. Sofie Moran mencari cara aman dengan membuat makanan yang setiap orang dapat makan dengan aman dan nyaman. Andrea dan Sofie Moran percaya makanan enak dapat mengukuhkan suasana hangat dan pembicaraan lebih panjang. Dan harmoni ini akan berpengaruh pada keputusan-keputusan keluarga atau perusahaan keluarga.  

Acara lanjutan berupa minum kopi hitam atau teh panas dan penganan kecil akan berlanjut di ruang keluarga dengan sofa-sofa panjang yang senang membuat penghuninya mengantuk. Di situ Andrea Moran duduk dan mendengarkan isu di singgasana yang lain, kursi hitam empuk yang tinggi di atas kepala, bisa dibaringkan atau ditegakkan. Beberapa terlibat percakapan, beberapa jatuh tertidur di sofa. Anak-anak tak bisa diperintahkan tidur siang meski sudah diberi contoh oleh orang dewasa di dekat mereka. Mereka akan sibuk mengurus bukit di belakang, naik ke rumah pohon dan pura-pura jadi orang hutan. Ibu-ibu muda datang dan pergi ke ruang keluarga atau ke ruang bermain untuk mengurusi anak mereka atau yang lain. 

Robbie, si kutu buku, adik laki-laki Ulinda, paling betah pada sesi ini. Tiap kali pertemuan ia membicarakan buku yang baru ia baca. Keluarga meramalkan ia akan menjadi penulis atau pemikir. Ia menyanggah, ia hanya membaca, tidak berpikir. Tetapi kenyataannya, tiap kali berbicara, dia mendahului kalimatnya dengan perkataan, "kupikir". Laki-laki lurus berkacamata ini tidak bisa diam, tertarik belajar apa saja. 

Saat libur sekolah ia mengurus sendiri kepergiannya ke Singapura atau Australia atau Amerika atau Paris untuk bertemu anggota keluarga yang berada di sana, melatih bahasa Inggris dan Prancis, dan mengamati kebiasaan bangsa lain. Padahal ia sembrono dan pelupa. Robbie sering lupa makan,  sehingga ibunya, Tante Monik, tiap kali harus mengirim pesan pendek hanya untuk mengingatkan makan siang atau makan malam. Kalau dihitung-hitung, dalam setahun dia tidak makan selama setengah tahun, tetapi tiap kali makan, piringnya menggunung dan selalu tambah dua kali.

Robbie kurang disukai sepupu-sepupu perempuan, termasuk Naftali, karena caranya mendominasi pembicaraan meski tampak bodoh dan terkesan tak bersalah. Tetapi aneh juga, karena---seperti tak ada pilihan---mereka memanggil Robbie untuk bercerita apa saja kepada mereka. Dan Robbie dengan gembira mengatur tombol di kepalanya, seperti robot, mengeluarkan koleksi cerita humor untuk para sepupunya yang cantik. Ia tak ikut tertawa sementara pendengarnya geli setengah mati. Ia pun rela menjadi semacam budak untuk mengambil minum, koran, majalah, membuat kopi tambahan. Seperti Naftali, ia juga pelanggan setia perpustakaan Andrea Moran yang berukuran sepuluh kali enam meter dan keempat dindingnya tertutupi rak buku sampai ke ujung atap. Ia membaca The Economist, Newsweek, The Washington Post, The Jakarta Post, Tempo, Man's Health, majalah-majalah perempuan, majalah anak-anak, berita Internet, untuk mengisi kepalanya dengan berita aktual sejarah, politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, kesehatan, humor. Sebut apa saja.  

Atau mereka akan membicarakan siapa pun yang tampil di televisi atau media lainnya. Penampilan dan yang ditulis di sana akan menjadi bahan olok-olok dan hal-hal serius dan penting di media akan menjadi bulan-bulanan di antara mereka. April pernah dikomentari sebagai model dengan wajah klasik oleh satu majalah wanita dan itu akan menjadi julukannya sepanjang pertemuan keluarga itu. Ia menjadi model iklan sabun wajah, tetapi sungguh tercela karena ia tidak pernah menyentuh sabun itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun