"Tidak semua orang berpikir seperti itu dan tidak semua orang Afrika melakukan itu," jawabku ringan, lalu mengalihkan ketegangan, "Di mana menukar ringgit?"
"KL," jawabnya, ketus. Kemudian dia menjelaskan kenapa dia dirugikan karena sering dianggap orang Afrika. Dia selalu mendapat pemeriksaan lebih lama dari yang lain, terutama bila pihak itu perlu mengetahui identitasnya. Aku segera mengangguk mengerti kenapa dia tak suka pertanyaan kasir tadi.
Kami duduk berseberangan. Thiru memeriksa makanannya, lalu bergumam, saya perlu sambal. Dia mengangkat piringnya lalu keluar dari tempat duduknya, tak lama kemudian kembali dengan sambal yang kira-kira setengah porsi nasi. Aku tertegun melihatnya, tak menemukan kata yang cocok untuk berkomentar. Aku memperhatikan gerakannya sambil menyesap teh lemon dan membuka makananku sendiri. Dia mulai dengan membuka jaket, menaruhnya baik-baik di sandaran kursi, seraya berkata "Saya akan cuci tangan."Â
Walah, kapan mulai makan, pikirku. Aku menggigit gourmet tipis-tipis dan mengunyah pelan. Lalu dia muncul dengan posisi tangan di udara persis ahli bedah yang akan memasuki ruang bedah, berdiri tegak, dan kala itulah aku dapat membaca jelas kalimat pada kaus putihnya: Miri Hash House Harriers 15th Founder's Day Run 919, 7th May 88. Aku tertegun lagi, tahun berapa sekarang?