Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gomer

21 September 2022   06:07 Diperbarui: 21 September 2022   06:30 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Tidak, Kak. Jangan bilang Ayah!" sela adik perempuannya.

Yizrel menoleh, membentak, "Uma, Ayah harus tahu. Karena Ibu, keluarga kita selalu jadi bahan olokan. Mau kau kita begitu terus?"  

Sang Ayah dengan sabar menunggu kedua anaknya selesai berurusan.

"Ibu di pasar, Ayah. Pakaiannya buruk. Aku malu melihatnya!" sentak Yizrel. 

Mata Uma kini berlinangan air mata.  "Lakukan sesuatu, Ayah. Jemput Ibu!" tangisnya.

"Tidak, Uma. Jangan, Ayah! Ibu akan meninggalkan kita lagi. Dia tidak sayang kepada kita," teriak Yizrel kesal. Wajahnya mengeras. 

Sang Ayah memandang putra sulungnya dengan hati masygul. Mata anak itu pun berkilat karena berisi air mata. Ah, hatinya yang tak pandai menipu. Ia pun merindukan ibunya. 

"Yizrel, darimana kau tahu Ibu tak sayang kita? Ibu selalu mengingat kita meski tak bersama kita, Ayah yakin itu. Dan sekarang Ayah akan menjemput Ibu. Kali ini Ibu takkan pergi. Dan takkan ada lagi orang yang mengolok-olok kita. Kau yakin itu?" kata sang Ayah lembut.

Yizrel membuang air matanya, mengangguk. Ia tahu ayahnya tak pernah berbohong. 

"Anakku, kalau orang menyakiti kita, kita harus memaafkan orang itu sebanyak tujuh kali tujuh puluh kali tujuh. Siapa pun dia, apa pun kesalahannya. Termasuk Ibu. Nah, sekarang jaga adik-adikmu. Ayah akan menjemput Ibu," kata ayahnya sambil memandang Ami, si anak  kenangan yang usia dua tahunnya mengingatkan kepergian ibunya. 

Ami yang malang. Tanpa air susu ibu. Namun ia bayi yang periang.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun