Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gomer

21 September 2022   06:07 Diperbarui: 21 September 2022   06:30 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang gadis muncul dari arah tangga, melangkah seperti melayang. 

"Silakan. Kue kismis. Khusus dibuat oleh Gomer dengan resep rahasia," serunya genit.

Rabi itu memandang si gadis yang dengan cepat menghilang. Harum kismis menari-nari di udara. Ia memandang kue berlatar belakang menggiurkan itu tetapi memutuskan takkan mencobanya.  

Tetapi laki-laki lain di ruang itu sudah mengunyah. Matanya memandang lurus ke luar jendela, berbalik, mengambil kue kedua. Cepat benar ia makan. Mulutnya berbunyi cemplang. Seketika tubuhnya membatu seperti ingat sesuatu, lalu ia berlari menuruni tangga, tak kembali.   

Seketika kegalauan meliputi sang Rabi. Belum lagi hilang, lelaki pertama tadi keluar dari balik tirai marun, lebih cepat dari perhitungannya. Kemudian terdengar suara jernih dari balik tirai, berseru, "Masih adakah di sana?"

Sang Rabi berdiri tegak. Jubahnya bergerak kikuk. Tak berpikir lagi, kedua tangannya menceraikan tirai dari bagian tengah. Tubuhnya kini di dalam. Seketika hidungnya mencium semilir mawar. Ia berhenti. Satu energi lembut mendekat. Tubuhnya menghangat. 

Perempuan jalang itu menjelma di hadapannya. Parfum bunga dan buah, harum birahi. Wajah yang menakjubkan.   

Matanya hitam, bercelak antimoni dan bubuk seng halus. Telaga putih di tengahnya dikelilingi bulu lentik yang berdesakan melindungi sepasang bola indah. Tulang pipinya tinggi. Kulitnya halus mur dan minyak badam. Sebentuk cincin emas melingkar di hidungnya yang mungil. Rambutnya panjang ikal legam. Pakaiannya, melebar pada kedua sisi tangan dan lipit sempurna membentuk buah pinggulnya.      

 "Rabi Hosea!" desis bibir delima itu. 

Rabi itu mengangguk, tersenyum. Untuk pertama kalinya hari ini, hatinya bersyukur kepada Tuhannya. 

"Jangan membuka jalan dosa. Kasihilah Allahmu. Pergilah, Tuan. Kita tak punya urusan di sini," suara perempuan itu bergelombang, risau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun