Ia terkejut, menoleh ke asal suara. Zilpa. Asisten rumah tangga dan sahabatnya, yang diberikan ayahnya di hari perkawinannya dulu.Â
"Jangan kesal, Zilpa. Tolong aku bangkit."
"Kau pikir bayi di dalam perutmu itu bisa cari makan sendiri?" omel Zilpa lagi.
"Kau tak tahu peristiwa yang baru kualami, Zilpa. Kali ini aku akan melahirkan bahagia, bersyukur kepada Tuhan Allah, Yakub mencintaiku atau tidak."
"Bagus! Lagipula aku bosan mendengar keluhanmu soal Yakub," jawab Zilpa cepat.
Ia tersenyum, melangkah dengan hati ringan. Mendekati kemah mereka, ia disambut teriakan dua jagoannya, Ruben dan Simeon. Lewi kecil mengembangkan kedua tangannya yang gemuk menggemaskan.Â
"Ibu tak bisa lagi menggendongmu, Sayang. Lihat perut besar Ibu," katanya sambil menunduk, mencium pipi Lewi yang kemerahan seperti tomat.Â
"Cepat, makan, Ibu!" teriak Ruben.Â
"Oo, lihat siapa yang lapar, Bibi Zilpa? Nah, siapa mengucapkan doa makan kali ini?" tanyanya tenang.
Simeon mengangkat tangan, lalu mulutnya yang kecil dengan cepat mengucapkan doa pendek. Selesai, dan ketiga laki-laki kecil itu meneruskan keributan.Â
Zilpa mencuil lengannya, memberi isyarat dengan dagunya. Ia mengikuti arah dagu itu, memandang ke luar kemah. Di ujung sana, sepasang mata cantik tengah mengamati keceriaan mereka, kemudian menghilang, masuk ke kemahnya yang indah, namun sepi.Â