Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bawang Prei di Kebun Lea

20 September 2022   22:29 Diperbarui: 20 September 2022   22:53 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Rahel, adiknya, adalah segalanya. Orang rumah, tetangga, seluruh kampung mencintai wajah cantik itu. Ke mana pun kakinya melangkah, mata orang-orang akan mengawasi sinar yang mengerjab-ngerjab dari sepasang matanya yang bulat, bulu mata lentik, dan alis hitam lebat yang melengkung sempurna. Tawanya merdu. Ayah Ibu memujanya. Kesalahan apapun yang dilakukan, selalu ada maaf untuk Rahel.  

Kadang-kadang ia harus mengakui bahwa rasa rendah dan perasaan tak layak, terus memburunya. Ia sering mengasihani diri. Beberapa kali ia menangis sendirian di padang, tanpa sebab, menyesali rasa cemburu yang datang tak diundang. Tetapi ia tak pernah membenci Rahel. Sangat mudah mencintai Rahel, adik kesayangannya itu. Dia selalu bersikap manis kepadanya, dan kepada semua orang.   

Dan untuk mengalihkan pikiran jahatnya berkembang dan melupakan ketidakberuntungan fisiknya, ia membiarkan kedua tangannya sibuk, membantu ayahnya di ladang atau mencari buah-buah kesukaan ibunya di hutan.    

"Pergilah bersenang-senang dengan teman-teman perempuanmu!" usir ayahnya kalau ia terlalu sibuk di ladang. 

"Aku akan membantu Ibu di dapur kalau Ayah tak mau aku di sini," jawabnya kesal.

Dan di hari yang terik itu, Rahel berseru dengan riang bahwa ia akan mengambil air di sumur. 

Kalau saja aku yang ke sumur siang itu, dan yang pertama ditemui Yakub, apakah laki-laki itu akan jatuh cinta kepadaku seperti ia jatuh cinta kepada Rahel pada pandangan pertama?, tanyanya sendiri, berkali-kali berspekulasi. Tidak, tidak mungkin. Aku tak perlu menyesali peristiwa sumur itu. Ia bersyukur karena bisa bersikap tegas ke pikiran yang amat sering menggodanya, seperti singa mengaum-aum, menunggu saat lemah untuk menelan.

Ternyata Yakub adalah sepupu mereka. Bibi Sarah, ibunya Yakub, adalah kakak perempuan ayahnya. Ia dua bersaudara, abangnya adalah Esau. Ia mengaku dengan jujur bahwa telah kabur dari rumah karena mencuri hak kesulungan dari abangnya, menipu ayahnya untuk mendapat berkat sulung. Lelaki yang menawan itu seorang penipu. Tetapi dari caranya berbicara, sungguh hatinya telah tertambat.     

Malam itu ibunya menghidangkan makanan lezat untuk menghormati tamu mereka. Yakub dan rombongannya. Laban, ayahnya, tertawa lebar, berseru dengan gembira bahwa seorang pariban1 telah datang. Ia kesal dengan pernyataan ayahnya, karena itu berarti ia harus menikahi Esau, si pemburu.   

Padahal, pertama melihat Yakub, sepupunya itu, ada yang berdesir di hatinya. Ia sudah bertemu banyak laki-laki muda tetapi baru kali ini ia merasa seperti ribuan kupu-kupu terbang di perutnya. Apakah ini jatuh cinta? Betul-betul gila. Tetapi malam matanya sendiri menyaksikan, Yakub telah menautkan cinta kepada Rahel. Sepasang mata yang jatuh cinta tak pernah bohong.    

Jangan bodoh, jangan bodoh, ia bahkan tak memperhatikanmu, katanya sambil memukul-mukulkan kepalan tangan ke kepalanya. Kecantikan adalah sia-sia tetapi istri yang bijaksana dipuji-puji. Perempuan yang tangannya cakap bekerja takkan pernah kekurangan berkat di rumahnya, begitu pesan ibunya saat menasihati dia dan adiknya, tentang bagaimana menjadi seorang ibu dan istri yang berkenan kepada Tuhan Allah.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun