Mohon tunggu...
Isson Khairul
Isson Khairul Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist | Video Journalist | Content Creator | Content Research | Corporate Communication | Media Monitoring

Kanal #Reportase #Feature #Opini saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul dan https://www.kompasiana.com/issonkhairul4358 Kanal #Fiksi #Puisi #Cerpen saya: http://www.kompasiana.com/issonkhairul-fiction Profil Profesional saya: https://id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1 Social Media saya: https://www.facebook.com/issonkhairul, https://twitter.com/issonisson, Instagram isson_khairul Silakan kontak saya di: dailyquest.data@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

BPJS Kesehatan Belum Sehat, tapi Terus Berupaya Sehatkan Masyarakat

30 Agustus 2015   22:52 Diperbarui: 31 Agustus 2015   07:25 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BPJS Kesehatan memiliki prinsip gotong royong. Ketika kita sehat, kita gotong- royong membayar yang sakit. Begitu pula sebaliknya, ketika kita sakit, orang lain yang gotong-royong membayar biaya perawatan kita. Karena itulah, keteraturan membayar iuran tepat waktu adalah wujud dari kepedulian sesama peserta. Grafik di atas adalah rekapitulasi jajak pendapat Litbang Kompas pada 22-24 April 2015, yang melibatkan 592 responden di 12 kota di Indonesia. Foto: bpjs-kesehatan.go.id dan print.kompas.com

Oleh: isson khairul (id.linkedin.com/pub/isson-khairul/6b/288/3b1/ - dailyquest.data@gmail.com)

BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak 1 Januari 2014[1]. Rasio klaim BPJS Kesehatan tahun 2014 lalu, mencapai 103,88 persen. Artinya, klaim yang harus dibayar pada program Jaminan Kesehatan Nasional, lebih besar dibandingkan dengan iuran yang diperoleh. Bagaimana mereka menyiasatinya?

Sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, lembaga ini sejak awal sudah menyadari kondisi tersebut. Bukannya siap rugi, tapi ini konsekuensi logis yang sudah diperhitungkan dari semula. Apalagi ada misi Jaminan Sosial dan Kesehatan, yang mereka emban dari pemerintah. Mereka paham bahwa untuk menjamin masyarakat secara sosial serta melayani kebutuhan masyarakat banyak di bidang kesehatan, apalagi dalam skala nasional, dibutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit. Karena itulah, pada tahun pertama dan kedua, 2014 dan 2015, mereka menetapkan sebagai tahun transisi. Dengan kata lain, di dua tahun tersebut, penyelenggara BPJS Kesehatan fokus menata manajemen secara internal dan mengedukasi masyarakat untuk lebih menyadari pentingnya kesehatan.

Eforia Disambut Gembira

Dalam konteks edukasi dan penyadaran akan pentingnya kesehatan itulah, makanya sejak awal iuran kepesertaan ditetapkan dengan nilai yang relatif terjangkau oleh masyarakat umum. Sekadar informasi, bila warga ingin dirawat di kelas I ketika sakit, maka ia wajib mengangsur Rp 59.500 per kepala per bulan. Untuk layanan kelas II, iuran Rp 42.500 per bulan dan untuk kelas III, cukup Rp 25.500 per bulan. Dari sisi jumlah yang harus dibayarkan peserta, misi sosial jelas tercermin dari angka-angka tersebut.

Apalagi, proses kepesertaan, sama sekali tidak melalui pemeriksaan awal kesehatan. Ketika peluncuran pertama, begitu peserta mendaftar, saat itu juga bisa langsung dimanfaatkan. Keterbukaan dan keleluasaan tersebut menjadi eforia bagi masyarakat, yang rame-rame mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan. Eforia masyarakat ini disambut gembira oleh penyelenggara BPJS Kesehatan, meski konsekuensinya, kesiapan fasilitas kesehatan menjadi taruhannya. Sebagaimana kita saksikan, terjadi antrean panjang di berbagai puskesmas, klinik, dan rumah sakit.

Kualitas layanan administrasi dan layanan medis pun, menjadi sangat beragam, karena pasien membludak di mana-mana. Sudah dapat diduga, keluhan, omelan, serta kritikan bermunculan bagai jamur di musim hujan. Hasil survey yang dilakukan Litbang Kompas[2] pada 22-24 April 2015, mencerminkan hal tersebut. Ada 592 responden di 12 kota yang dilibatkan, 53,5 persen di antara mereka telah menjadi peserta BPJS Kesehatan. Dari 317 responden yang menjadi peserta BPJS Kesehatan, hanya 39,1 persen yang menyatakan puas terhadap layanan BPJS. Sebanyak 42,9 persen responden pengguna layanan BPJS Kesehatan, menyatakan tidak puas.

Ini tentu masukan yang berharga untuk penyelenggara BPJS Kesehatan. Pembenahan langsung dilakukan di banyak sektor. Sistem database peserta, misalnya, ditata lebih cermat, karena terintegrasi dengan banyak fasilitas kesehatan. Kerjasama dengan klinik dan rumah sakit, juga terus ditingkatkan. Baik secara jumlah maupun secara kualitas pelayanan. Karena itulah, belakangan ditetapkan ada proses 14 hari setelah mendaftar, sebelum peserta BPJS Kesehatan memanfaatkan fasilitas yang tersedia.

Ikhsan (nomor tiga dari kiri), Kepala Grup Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga (HAL) BPJS Kesehatan, bersama Kompasianer, pada acara Kompasiana Nangkring Setahun Bersama BPJS Kesehatan, di Ruang Ruby 1, Gedung Kompas Gramedia, Jl. Palmerah Barat, 29–37, Jakarta Pusat, Kamis, 30 Juli 2015. Acara ini dihadiri sekitar 50 Kompasianer. Foto: Uci Junaedi

Sadar Tapi Perlu Kesadaran

Kini, sudah satu setengah tahun BPJS Kesehatan melayani masyarakat. Data terbaru menunjukkan, peserta BPJS Kesehatan sudah mencapai 142 juta orang. Proyeksi tahun 2015, jumlah peserta akan meningkat menjadi 168 juta orang, dengan 30 juta orang merupakan pekerja penerima upah (PPU). Jumlah masyarakat yang sadar akan pentingnya kesehatan, dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan, adalah fakta yang menggembirakan. Di sisi lain, ada fakta yang kurang menggembirakan, yakni kesadaran masyarakat untuk tertib membayar kewajiban iuran bulanan.

Di Kabupaten Indramayu[3], Jawa Barat, misalnya, sebanyak 22.199 peserta BPJS Kesehatan, menunggak iuran. Per Juli 2015, BPJS Kesehatan setempat sudah tekor hingga Rp 5,6 miliar. Di Kota Cirebon, masih di Jawa Barat, ada tunggakan iuran sekitar Rp 1,3 miliar, meliputi sekira 5.000 orang peserta. Di Sumatera Selatan[4], kondisinya hampir serupa. Jumlah tunggakan BPJS Kesehatan di wilayah ini membengkak hingga Rp 35 miliar, per Agustus 2015. Tunggakan terbesar terjadi di Kantor Cabang Palembang, yang mencapai Rp 22 miliar. Semua itu meliputi belasan ribu peserta BPJS Kesehatan, dengan tunggakan mulai dari satu sampai enam bulan.

Fakta lapangan di beberapa wilayah di atas, setidaknya mencerminkan realitas tunggakan yang juga terjadi di sejumlah wilayah lain di tanah air. Ini memang memerlukan edukasi tersendiri. Ternyata, kemudahan serta keleluasaan yang sudah diberikan BPJS Kesehatan, tidak direspon masyarakat dengan positif, dalam hal kewajiban membayar iuran. Masyarakat yang menunggak tersebut, tentu saja akan mengganggu kinerja penyelenggara BPJS Kesehatan secara keseluruhan. Mereka telah menghambat aktivitas BPJS Kesehatan dalam melayani kesehatan masyarakat. Yang tidak disadari oleh para penunggak tersebut, mereka sesungguhnya telah merugikan diri sendiri, juga merugikan orang lain yang butuh BPJS Kesehatan.

Keterlambatan pembayaran[5] iuran untuk pekerja penerima upah, dikenakan denda administratif sebesar 2 persen per bulan dari total iuran yang tertunggak, paling banyak untuk waktu tiga bulan. Denda tersebut dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh pemberi kerja. Sementara, keterlambatan pembayaran iuran bagi peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja, dikenakan denda 2 persen per bulan, dari total iuran yang tertunggak, paling banyak untuk waktu enam bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.

Untuk memudahkan peserta BPJS Kesehatan membayar iuran bulanan, penyelenggara akan membuat sejumlah loket yang disebut Penerimaan Premi Online Bank (PPOB), di sejumlah mini market, yang kini sedang dijajaki kerjasamanya. Hal itu dikemukakan Asisten Manajer Departemen Hubungan antar Lembaga BPJS Kesehatan, Suciati Mega Wardani, kepada wartawan di Deresto Cafe, Plaza Festival, Jl. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Minggu (9/8/2015). Foto: antaranews.com

Perlu Evaluasi Komprehensif

Jika mengingat tahun 2014, klaim yang harus dibayar BPJS Kesehatan pada program Jaminan Kesehatan Nasional, lebih besar dibandingkan dengan iuran yang diperoleh, kemudian dikorelasikan dengan jumlah tunggakan para peserta, akan seperti apa sosok BPJS Kesehatan di akhir 2015? Ini tentu pertanyaan untuk menyambut 4 bulan lagi berakhirnya masa transisi. Mengacu kepada realitas di atas, diperkirakan, secara finansial, BPJS Kesehatan masih keteteran. Di sisi lain, masih cukup banyak masyarakat yang membutuhkan layanan serta peningkatan kualitas layanan BPJS Kesehatan.

Untuk itu, perlu ada evaluasi komprehensif, antara lembaga Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional, dan BPJS Kesehatan. Memang, ada sebagian masyarakat yang menganggap iuran yang ditetapkan saat ini, tidak memadai untuk meningkatkan pelayanan. Tapi, sebagaimana kita tahu, iuran adalah komponen yang sensitif untuk diutak-atik, apalagi dengan lemahnya daya beli masyarakat saat ini. Reaksi publik tentulah akan sulit dikendalikan, yang pada gilirannya akan menganggu mekanisme pelayanan yang sudah dirintis hampir dua tahun ini.

Penyelenggara BPJS Kesehatan hendaknya memetakan skala prioritas untuk dieksekusi. Pelayanan kesehatan sudah sepatutnya ditempatkan sebagai hal utama. Karena, itulah yang menjadi tugas pokok keberadaan badan ini. Meski demikian, tunggakan demi tunggakan, tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, yang ujung-ujungnya justru menambah beban masyarakat. Pihak berwenang sudah seharusnya mencari solusi, dengan memilah peserta mana yang benar-benar tidak memiliki kemampuan membayar iuran dan peserta mana yang dengan sengaja melalaikan kewajibannya.

Demikian pula halnya dengan fasilitas kesehatan, yang selama ini telah mendukung terlaksananya program BPJS Kesehatan. Melakukan survey kepada peserta secara reguler, terkait layanan kesehatan yang mereka terima, adalah hal penting untuk dilakukan. Dengan demikian, penyelenggara memiliki masukan yang memadai untuk membenahi layanan di berbagai fasilitas kesehatan tersebut. Bahkan, pada waktunya nanti, penyelenggara bisa memberikan award kepada fasilitas kesehatan yang telah memberikan pelayan terbaik. Ini setidaknya bisa menjadi acuan bagi yang lain, demi peningkatan pelayanan untuk jangka panjang dan berkelanjutan.

Jakarta, 30 Agustus 2015

----------------------------

[1] BPJS Kesehatan merupakan transformasi PT Asuransi Kesehatan Indonesia (Persero) dalam memberi jaminan kesehatan. Peserta BPJS adalah peserta PT Askes Indonesia, PT Jamsostek, program Jaminan Kesehatan Masyarakat, program Penerima Bantuan Iuran, dan peserta mandiri.

[2] Animo masyarakat untuk menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan, cukup besar. Dari mereka yang sudah menjadi peserta, ada ketidakpuasan berdasarkan pada pengalaman mereka dalam berbagai hal, mulai dari kerumitan prosedur untuk mendapatkan layanan, sejak pendaftaran keanggotaan hingga saat pemeriksaan. Selengkapnya, silakan baca Menilik Layanan Kesehatan BPJS, yang dilansir print.kompas.com, pada Selasa Siang | 9 Juni 2015 l 15:50 WIB.

[3] Menurut Kepala BPJS Kantor Cabang Cirebon, Deded Chandra, yang wilayahnya meliputi Kabupaten Indramayu, Kuningan, dan Kota/Kabupaten Cirebon, tingginya tunggakan tersebut, lebih disebabkan oleh rendahnya kesadaran peserta. Selengkapnya, silakan baca 22.199 Peserta Menunggak, BPJS Rugi Rp 5,6 Miliar, yang dilansir pikiran-rakyat.com, pada Senin l 24 Agustus 2015 l 21:08 WIB.

[4] Hal itu dikemukakan oleh Kepala Kantor BPJS Kesehatan Divre III Sumbagsel, Lisa Nurena, pada Jumat (21/8/2015). Selengkapnya, silakan baca Peserta BPJS Telat Bayar Iuran, Tunggakan Tembus Rp35 Miliar, yang dilansir jawapos.com, pada Jumat l 21 Agustus 2015 l 23:50 WIB.

[5] Masalah denda terhadap penunggak iuran ini, sempat dipersoalkan oleh anggota dewan perwakilan rakyat. Selengkapnya, silakan baca Peraturan soal Denda Iuran BPJS Kesehatan Harus Direvisi, yang dilansir okezone.com, pada Jumat l 31 Juli 2015 l 06:40 WIB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun