Sudahlah, hentikan perdebatan ini. Begitu lelah menguras tenaga. Aku letakan lukisan diruang privasi. Dekat menyentuh kalbu. Yang dulu kering merana.
Ah...! Kamu selalu begitu. Argumen mentah tak mau mengalah. Aku istrimu. Cemburu pada tetangga kiri kita. Menggantung lukisan di ruang tamu.
Biarlah semua tahu kita pun beragama. Bahkan kita majority. Buat apa sembunyi. Sesepi belantara. Sesepi asap meninggalkan api.
Dengan pakaian rapi ke tanah suci. Ke rumah guru kita mengkaji. Pakaianmu itu lho sama sekali tak seperti santri. Ayolah ayah. Kamu pemimpin dirumah ini.
Wahai istri tercinta. Tidaklah begini cara berkaca. Biar ku taruh lukisan di hati. Hati bersih punya daya pancar suci. Bagai mata air. Bagai pohon rindang diterik kemarau.Â
Tuhan tidak serumit dan sesimpel yang kita bayangkan. Yang berkembang di alam fikir. Dialah pertengahan rasa dari kesadaran yang berhembus di antara kematian dan kehidupan.
Bekasi 15.Juni.2019