Mohon tunggu...
Isnaini Khomarudin
Isnaini Khomarudin Mohon Tunggu... penggemar kopi | pemburu buku bekas

peminat bahasa daerah | penggemar kopi | pemburu buku bekas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bukan Sekadar Mengajar, Tapi Mendorong Anak Berpijar: Lima Pesan Pembuka Peluang

29 Agustus 2025   22:15 Diperbarui: 29 Agustus 2025   22:15 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar sebagai kebutuhan, bukan semata alat mencapai tujuan (Sumber: Dok. pri)

BERITA yang diturunkan Kompas.com Selasa (19/8/2025) menarik untuk disimak. Dian, gadis muda berusia 24 tahun, menggandeng tangan ibunya di Jakarta Jobfest 2025. Ia bertolak dari rumahnya di Cipayung Jakarta Timur menggunakan sepeda motor bersama sang ibu.

Setahun sejak lulus kuliah, Dian belum mendapatkan pekerjaan tetap. Ditemani ibu tercinta, ia berharap beroleh keberuntungan berupa posisi tetap dari jobfest tersebut. Dengan begitu ia tak perlu lagi magang di sebuah perusahaan yang tak kunjung mengangkatnya sebagai karyawan.

Kira-kira sebulan sebelumnya, CNBC Indonesia mengabarkan Karissa (24 tahun) yang berburu pekerjaan di sebuah job fair ditemani sang ayah. Sarjana Sastra Indonesia dari UI ini belum mendapatkan pekerjaan pascawisuda enam bulan sebelumnya.

Wajah Karissa pun semringah setelah ia menyerahkan berkas ke sebuah perusahaan sebagai customer service.

“Yang penting apply dulu, cocok atau enggak urusan nanti,” ujarnya ringan. “Anggap saja batu loncatan karena cari kerja susah apalagi jurusan sastra kaya saya.”

Terlepas dari kasih sayang orangtua yang mendampingi proses berburu loker, dua fragmen ini seolah mengafirmasi sulitnya mencari pekerjaan di Tanah Air saat ini. Diakui atau tidak, pendidikan tinggi masih diyakini sebagai modal primer untuk memperoleh pekerjaan dan akhirnya penghidupan yang layak.

Lima pesan di awal pelajaran

Cerita-cerita riil seperti itu kerap saya angkat sebagai motivasi bagi anak didik di SMA tempat saya mengajar secara freelance. Ini tahun kedua saya diamanahi mengampu literasi Bahasa Inggris sebagai bekal agar siswa kelas XII lancar melalui SNBT UTBK menuju PTN yang diidamkan. 

Tahun ini tugas saya bertambah, yaitu mendampingi mereka mempersiapkan diri sebelum menjalani Tes Kemampuan Akademik (TKA). Secara prinsip, saya menerapkan kedisiplinan dan latihan yang sama baik dalam UTBK maupun TKA, yakni berpijak pada penalaran dan pemecahan masalah. 

Sebagai upaya pelaporan capaian akademik murid dalam bentuk penilaian terstandar dan objektif, TKA bukan hanya berpotensi meningkatkan kapasitas pendidik dalam mengembangkan penilaian yang berkualitas, tetapi juga memetakan kekuatan dan kelemahan siswa dalam bidang akademik. 

Dalam tulisan sederhana ini, alih-alih merumuskan pola belajar atau kisi-kisi yang terlalu teknis, saya ingin membagikan lima pesan penting yang selalu saya gaungkan di awal pelajaran. Bagi saya, ini menjadi semacam pembuka cakrawala mereka agar berpijar dengan potensi masing-masing sebagai perwujudan aspirasi pendidikan bermutu untuk semua.

1. Kuasai bahasa asing

Awal tahun 2025 saya mendampingi dr. Erwin, seorang peraih beasiswa LPDP ke Cina. Dokter spesialis saraf yang lolos belajar di Nanjing ini mengaku dulu bukanlah siswa ataupun mahasiswa yang pintar. 

Selama menemaninya belajar untuk sesi wawancara dengan tim dokter di Cina, saya saksikan ia memang terbukti tekun dan punya semangat belajar tinggi--dalam hal ini mempraktikkan bahasa Inggris secara lisan. Selelah apa pun selepas praktik malam, ia akan meluangkan waktu untuk belajar, kadang terpaksa lewat Google Meet.

"Bahasa asing dan tahan banting," ujarnya singkat saat saya tanyakan skill apa yang ia wajibkan atas kedua anaknya sebagai modal kesuksesan.

Pendapatnya boleh dibilang sahih sebab penguasaan bahasa asing setidaknya akan membuka banyak peluang. Bahkan ketika kita tak sanggup kuliah tinggi, kemampuan berbahasa bisa diajarkan dan berpotensi mendatangkan cuan--dengan catatan mumpuni. 

2. Baca dan belajar sampai kompeten

Tak bosan-bosan saya ulang di setiap kelas bahwa bahasa asing adalah mutlak. Bukan melulu sebagai ladang rezeki, tetapi sebagai media untuk mengakses ilmu pengetahuan yang lebih luas, kaya, dan beragam. Dengan demikian, kecakapan berbahasa Inggris bukan lagi keunggulan, melainkan keniscayaan.

Bahkan saya tekankan--menilik perkembangan mobile app yang masif--bahwa mereka sebisa mungkin perlu menambah bahasa asing lain seperti Korea, Mandarin, atau Jepang sebagai nilai tambah.

Kemampuan berbahasa asing yang baik akan membuka jendela informasi pada dunia yang ekstensif. Ilmu apa pun nyaris bisa diperoleh berkat kecakapan berbahasa sebagai gerbangnya.

Kecakapan berbahasa pula akan mendorong mereka menguasai 4C yang konon menjadi kunci sukses anak di abad ke-21, yaitu Communication, Critical Thinking, Creativity, dan Collaboration

Intinya, bahasa asing menjadi modal berharga dalam pembelajaran. Syaratnya mesti mumpuni dan kompeten, jangan setengah-setengah apalagi serampangan.

Pada poin ini saya sisipkan sepotong gagasan Xi Jinping, presiden Tiongkok yang tersohor. Dalam sebuah pidatonya yang dibukukan, Xi menyitir pepatah kuno Cina yang menyatakan,

"Belajar adalah busur, sedangkan kompetensi adalah anak panah."

Xi menekankan pentingnya pemuda untuk tidak hanya bergairah belajar tetapi juga belajar tuntas hingga mencapai kompetensi. Ini barangkali salah satu problem pendidikan kita: ilmu hanya dipelajari, tapi tidak dikuasai. 

Alih-alih punya spesifikasi mendalam, semua dijelajah dan akhirnya mentah. Semua dijajal walau berakhir majal.

3. Attitude is altitude

Klausa menarik ini kali pertama saya baca dari buku karya Nick Vujicic. Lelaki asal Australia ini mengingatkan bahwa tanpa lengan tangan dan kaki pun ia bisa sukses. Semua bermula dari attitude yang benar, yaitu cara mendekati hidup atau memandang segala sesuatu dengan pemikiran yang tepat.

Kesalahan mindset atau keyakinan akan bermuara pada sikap atau tindakan yang salah--termasuk perbuatan semena-mena kepada orang lain. Jadi dalam attitude juga tercakup karakter yang solid.   

Jangan menyerah karena keterbatasan (Dok. pri)
Jangan menyerah karena keterbatasan (Dok. pri)

Secara umum karakter berarti cara kita bersikap terhadap orang yang tidak memengaruhi hajat hidup kita. Artinya, berbuat baik atau buruk kepada tukang parkir, pelayan toko, atau pekerjaan lain yang tidak mengancam profesi kita--di situlah karakter diuji.

Untuk mengelaborasinya, saya tak segan mengisahkan Henry Ford yang suatu hari mengundang dinner dua kandidat yang sama-sama insinyur. Selama sesi makan malam, Ford sama sekali tak menyinggung soal mesin atau otomotif dengan dua kandidat terkuat tersebut. 

Namun ketika makan malam selesai, Ford mengatakan, “Kamu saya terima, dan maaf, kamu tidak.” Insinyur yang ditolak pun penasaran, “Dari tadi kita cuma makan dan tidak sedikit pun menyinggung soal mesin. Bagaimana Anda bisa menerima dia dan bukan saya?”

Ford menjawab dengan tegas,

“Pertama, saya perhatikan kamu tadi langsung menambahkan garam ke steak tanpa mencicipinya lebih dulu. Berbeda dengan pesaingmu yang mencicipinya terlebih dahulu. Alasan kedua, kamu bersikap baik kepada saya karena ada maunya, sementara pesaingmu mau mengucapkan terima kasih kepada pelayan restoran—sesuatu yang tampaknya tidak penting bagimu.”

Maka meminjam ekspresi Nick, attitude yang kita miliki menentukan altitude atau ketinggian dalam hidup yang bisa dimaknai sebagai kesuksesan atau progres positif.

4. Bangun jejaring

Saya selalu yakinkan anak-anak bahwa keberhasilan dan peluang dalam hidup tidak semata-mata berkat kecerdasan atau kompetensi kita. Percuma kita piawai dalam sesuatu kalau tidak dikenal.

Di sinilah kemudian muncul istilah visibility is currency di kalangan pebisnis. Seberapa sering dan seberapa luas kita muncul di ranah publik, baik itu media sosial, kanal berita, atau komunitas profesional--maka sebesar itu pula peluang yang bisa kita raup. Popularitas kita bisa menjadi value untuk ditukar dengan kesempatan dan kepercayaan. 

Membaca kasus Karissa, saya spontan teringat pada dua teman yang merupakan lulusan Undip jurusan Sastra Indonesia. Seorang kini sukses menggeluti penerbitan indie di Bogor dan seorang lagi menjadi guru di Sekolah Turki di Semarang.

Bangun relasi demi keajaiban rezeki (Foto: success.com)
Bangun relasi demi keajaiban rezeki (Foto: success.com)

Jika dirunut ke belakang, rahasia "sukses" mereka adalah berkat keikutsertaan dalam komunitas. Secara akademik mereka tak menonjol, tapi secara sosial mereka ditempa. Peluang demi peluang akhirnya menghampiri berkat partisipasi berbuah koneksi. 

Konon banyak lowongan yang tidak diiklankan karena berputar di orang-orang tertentu yang butuh SDM andal dalam waktu cepat. Kesunyian informasi itu membutuhkan keharuman nama kita.

Tak heran jika Porter Gale menulis buku berjudul Your Network Is Your Net Worth yang menyiratkan bahwa relasi yang kita miliki menyimpan kekuatan menuju peluang, kekayaan, dan kebahagiaan.

Berkat silaturahmi pula saya pernah mendapat proyek penerjemahan lirik dari produser musik Malaysia padahal saya beberapa kali gagal diterima sebagai penerjemah bahasa Inggris di sebuah penerbit ternama. 

Namun saya ingatkan bahwa circle yang luas tidak akan berarti tanpa kompetensi dan karakter yang tanpa kompromi. 

5. Tekun dan resilien

Akhirnya, anak-anak saya bujuk untuk mengupayakan ketekunan. Ini sesuai pesan dr. Erwin yang telah memetik manfaat ketekunan dan tahan banting selama menjalani pendidikan kedokteran. Kebiasaan menghafal saat mondok di Gontor dulu juga diakuinya berkontribusi pada kesuksesan karier.

Semua rahasia sukses sudah terbuka, baik berupa kisi-kisi soal literasi Bahasa Inggris maupun jurus sukses orang-orang kaya. Yang jarang disuntikkan kepada para siswa adalah kesanggupan untuk setia pada impian. Terus mengusahakan aspirasi tak peduli keterbatasan di sana-sini. 

Tepat seperti spirit grit yang digagas Angela Duckworth, yaitu bahwa kesuksesan tidak semata berkat bakat atau kecerdasan--melainkan keuletan walau harus jatuh bangun dalam waktu yang lama.

Para siswa harus diperkenalkan pada kegagalan sebagai bagian tak terpisahkan dalam hidup. Agar mereka tak terbuai dalam indahnya fantasi mimpi yang bisa saja mencekik saat gagal diraih. Agar bisa bangkit setelah terjatuh dengan spirit resiliensi alih-alih mengutuk diri dan mengambil langkah ekstrem di luar kendali. 

Mereka wajib akrab dengan kalimat kondang Arianna Huffington, 

"Failure is not the opposite of success, it's part of success."

Bahwa kegagalan adalah titian biasa--bahkan mungkin wajib--menuju kesuksesan. Kegagalan sejati adalah ketika mereka tidak lagi punya semangat untuk belajar dan mengejar ketertinggalan.

Intinya, saya wejangkan kepada para siswa bahwa jurusan apa pun punya potensi rezeki masing-masing. Dengan catatan mereka mengingat dan mengerjakan lima pesan di awal pelajaran.

Percayalah, tenaga kerja Indonesia masih dibutuhkan di dunia. Saya yakinkan pula bahwa setiap manusia membawa berkah rezeki tersendiri asalkan tidak malas dan mau terus bergerak. 

Sopir bergaji besar (Gambar: IG Kompas)
Sopir bergaji besar (Gambar: IG Kompas)

Buktinya, akun Instagram Kompas pertengahan Agustus ini mengabarkan bahwa sarjana lulusan Indonesia mendapat gaji Rp600 juta per tahun sebagai sopir di Jepang. Dengan pajak dan biaya hidup, uang yang bisa ditabung masih lumayan.

Entah berkarya di Indonesia atau bekerja di luar negeri, saya ingatkan mereka untuk aktif terlibat dalam lingkup sosial. Sebab di sanalah mereka bisa memberi andil dalam mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun