Mohon tunggu...
Ismail Pong
Ismail Pong Mohon Tunggu... Administrasi - direktur Pilar Indonesia

Bekerja untuk Pendiikan Lingkungan, Konservasi sumberdaya alam dan pemberdayaan masyaakat.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Lau Mentar Canyon: Sensasi Wisata Bersepeda Menyusuri Track yang Indah dan Menantang

17 Maret 2015   14:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:32 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Aku yakin semua orang suka berwisata atau travelling! Tetapi tidak semua orang pandai memilih cara untuk bisa menikmati indahnya alam dengan sensasi yang berbeda.
Namun, bagi sebagian orang berprasangka bahwa untuk berwisata menikmati indahnya alam dengan sensasi yang beda harus mengeluarkan biaya yang mahal. Itu tidak berlaku bila kita berani menyusuri indahnya alam di Lau Mentar, Deli Serdang, Sumatera Utara. Sebuah desa yang luput dari cerita bibir, tapi disini anda akan menemukan banyak ke “asyik”an dan membuatmu malas beranjak darinya.

*************

14265795041679118394
14265795041679118394
Pagi itu minggu 15 Maret 2015, fajar terlambat mengejar kami. Sebelum sang surya menampakan sinarnya, sebanyak 9 sepeda telah tersusun rapi di atas mobil bak terbuka itu. Aku (Ismail), Deni, Wagianto, Sutris, Oni, Bdoel, dan Ricky Prandana (saat ini menjabat sebagai ketua DPRD Kabupaten Deli Serdang) serta 2 pemuda lainnya meluncur menuju kecamatan STM Hulu untuk mendatangi titik start awal petualangan yang tak terlupakan ini.
Seperti apa lengkapnya cerita serunya ber-sepeda ke Lau Mentar Canyon-Deli Serdang ? Cekidot!!

Memang pemula, tapi kami yang pertama,

14265748261846648
14265748261846648


Jam sudah diangka 10, start dari desa Durian Tinggung, jalan mulus beraspal sangat membuat semangat kami memuncah untuk membuat tarikan pedal kami laju kencang menyusuri turunan yang indah. Hanya hitungan menit, kami sampai di satu jembatan yang membuat anda bisa menikmati panorama indah, pepohonan hijau, jembatan gantung yang sudah tak digunakan oleh penduduk kampung untuk menyeberangi bukit dengan jurang dan sungai dibawah setinggi ratusan meter. Panorama ini membuat otakku langsung menerawang betapa asrinya kehidupan kampung disini.

Baru sebentar menikmati indahnya alam, petualangan pun dimulai dengan trek menanjak, mengayuh pedal dengan sekuat tenaga untuk melewati tanjakan memaksa jantung memompa darah dengan cepat, tarikan nafas lebih besar. Wuiiih, serunya petualangan sudah terasa sesaat melewati titik start. Indahnya lahan pertanian dan kebun pisang mengalahkan perjuangan mengayuh tanjakan. Didepan kami menjumpai pemukiman penduduk, perkiraan kami 100% mereka adalah suku karo. Keramahan tampak terasa, saat anak-anak lari kepinggir jalan dan menyapa kami dengan “hei… lereng balap” dengan dialeg karo yang khas. Sontak kami pun menyapa anaka-anak sambil terus melanjutkan perjalanan.

Trek menantang dimulai,

1426576012788435181
1426576012788435181

Kampung pertama sudah terlewati, trek tanjakan dan turunan berbatu pertama dimulai, dan jalan tanah sampai ke titik tujuan. 3 jam melewati jalannan berbatu, mendaki dan menurun ini adalah kenangan indah, mahal dan tak terlupakan. Saat menemukan puncak bukit “panatapan” dengan ketinggian lebih dari 700 diatas permukaan laut, pandangan kami bisa menjangkai jauh perkampungan, hutan dan lading-ladang penduduk dari ketinggi ini. Disinilah tempat mengabadikan perjalanan dengan berfoto ria bersama tim dan tentu nya “selfie” yang paling penting, hahahahaaaaa. Tapi sayang dipuncak ini kami belum menemukan signal handphone sehingga tak bisa langsung upload foto untuk eksis di media social.

Ditemani pemandu local, perjalanan dilanjutkan menuju desa Liang tujuan kami. Sedikitnya 2 bukit kami lewati ternyata tujuan belum sampai, sebagian perbekalan minum hampir habis di beberapa orang pemula ini. Tapi surprise… sungai jernih, dingin dn segar ada di depan mata, disini kami minum sepuasnya melepas dahaga, mengeringkan peluh, cuci muka adalah syarat minimal untuk menikmati kesejukan sungai disini. Tinggal 1 bukit lagi kita akan sampai ke lau mentar, tutur pemandu local memberi semangat kami. Sontak seolah ada minuman energizer yang disajikan, kaki-kaki kami kembali kuat mengayuh pedal mendaki trak menanjak.

Kepulan asap kecil dibalik bukit t

14265796141518229971
14265796141518229971
erlihat terbang ke langit, menandakan kampung liang tujuan kami telah tampak seolah dekat. Benar saja, satu tanjakan dan turunan terlewati akhirnya sampai di kampung Pematang Liang, atau lebih akrab di sebut kampung Liang. Warung sudah ramai penduduk yang ternyata sudah menunggu kedatangan kami, cerita santai bersama warga, canda dan gurau ala karo pun terlempar dari lidah penduduk yang ramah. “Kam semua pertamah lah sampe kampung ini pake lereng, kuat kam ku rasa”, seorang bapak paruh baya berkumis tipis itu berujar, bahwa kami adalah orang pertama yang menyambangi kampung liang dengan bersepeda tegasnya, dan kami kuat sampai disini. “owe bapak, bujur” ujar kami untuk menyambut pijian itu dengan Bahasa karo ala kadarnya.

1426576749170021205
1426576749170021205
1426576411158740279
1426576411158740279
1426582032888730367
1426582032888730367

Kampung bersejarah, indah nan ramah,
Melahap ikan mas bakar dengan sambal khas karo itu adalah super kenikmatan tak terhingga merupakan menu makan siang yang tidak dilewatkan di kampung Liang, apalagi dibarengi keramahan penduduk asli kalak karo. Cerita punya cerita,ternyata kampung Liang adalah induk dari sejarah kecamatan STM Hulu dan Hilir, “STM itu apa bapak?” Tanya kami, ternyata STM itu adalah singkatan dari “Sinembah Tanjung Muda”, dari namanya saja kampung ini punya kedekatan sejara dengan  Kesultanan Deli, konon kampung ini merupakan kawasan kesultanan deli yang dikelola dan didiami oleh penduduk bersuku karo. Tidak sebatas itu, sejarah perjuangan kemerdekaan indah terukir disini, dengan mudah anda akan menemukan monument tugu juang 45 berdiri kokoh ditengah kampung sebagai bukti bahwa dahulu masyarakat kampung bersama para pejuang bergerilya melawan penjajah Belanda. Hhmmm…., tak sekedar panorama alam yang bisa kami nikmati tenyata disini juga tempatnya wisata sejarah.

1426576927556723948
1426576927556723948
142658001431525824
142658001431525824
Gemericik air terjun dan aroma belerang, menggoda hati untuk segera menyeburkan badan penuh peluh ke air yang dingin. Sungai  dan air terjun Lau Mentar adalah pesona dua iar berbeda yang tidak bisa dilewatkan untuk mendi didalamnya. Air tawar dingin bertemu dengan hangatnya sungai belerang mengalir lembut disela bebatuan yang membentuk jeram-jeram putih. Air tenang tampak biru kehijuan membawa dedaun yang jatuh hanyut bersama arus lembut mengalir.

Surya mulai bergerak ke arah peraduan, kami pun bergegas melanjutkan perjalanan pulang ke titik start. Dengan mengambil track berbeda, tim memutar mengeliling perbukitan seberang, melawati jembatan bambu, mengayuh dipinggiran ladang yang baru dibuka oleh petani, menjad pesona tersendiri perjanalan kembali. Hinggi senja, dan surya bersembunyi dibalik mega merah, akhirnya kami menyelesaikan petualangan di Lau Mentar ini.

Sekali lagi kami katakan, “memang masih pemula, tapi kami yang pertama” mengalahkan track panjang Lau Mentar dengan mengayuh sepeda lebih dari 6 jam.

14265801832145977445
14265801832145977445
14265802751155518298
14265802751155518298
14265782961879223344
14265782961879223344
14265797991215460704
14265797991215460704
14265782441035265991
14265782441035265991
14265815651419177071
14265815651419177071
1426581909979710141
1426581909979710141

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun