Mohon tunggu...
Ismail Elfash
Ismail Elfash Mohon Tunggu... wirusaha -

orang biasa yang sedang belajar menulis, mengungkapkan isi hati dan sekedar berbagi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kenapa Aku Masih Begini, di Sini?

15 Juni 2013   00:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:00 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai guru muda yang baru lulus kuliah keguruan, aku masih idealis. Aku benci dengan sekolahku yang sistemnya amburadul. Perang batin antara idealis dan realitas,  membuat aku tidak nyaman, gelisah, dan marah. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk keluar, tanpa menghiraukan saran teman-teman guru yang menyayangkan akan nasibku di masa yang akan datang. Harapan untuk menjadi PNS sirna. Namun dengan emosional aku bertekad; kalau mau sekolah bagus, sistemnya bagus, hasilnya bagus, gajinya bagus, aku harus punya sekolah sendiri yang bagus.

Akhirnya aku terpelanting lagi ke jalan wirausaha. Yeah, aku berbisnis lagi. Aku lupakan dunia mengajar dan harapan menjadi PNS. Aku tidak suka mengajar, tapi aku suka bisnis pendidikan. Sebuah bisnis yang menjanjikan dan sebuah cara untuk menggapai kekayaan dan kesuksesan.

Kini aku mempunyai bisnis pendidikan. Aku punya TK, Bimbel, Privat dan kursus-kursus lainnya. Aku menemukan jalan lehidupan yang penuh kebahagiaan. Dan aku yakin inilah passion ku. Inilah jalan hidupku. Ke depan aku akan membangun SD, SMP dan SMA. Aku ingin menjadi sebaik-baiknya manusia; bermanfaat bagi orang lain.

Tahun 2003 aku lulus kuliah, tahun 2005 aku menikah. Apabila tonggak kehidupan dihitung dan diukur dari sejak menikah, berarti aku sudah menjalankan usaha selama 8 tahun. Ya, 8 tahun yang mengharubirukan, penuh onak dan duri, tidak semua orang sanggup meniti jalan ini. Namun, jujur kuakui bahwa usahaku belum besar, aku belum puas dengan pencapaianku selama ini. Aku merasa bahwa baru 2 tahun belakangan inilah aku fokus bisnis pendidikan, aku membuang bisnis-bisnis lain yang bukan inti. Disinilah letak kesalahanku, namun inilah jalan taqdirku. Fokus, fokus dan fokus, seharusnya dari dulu itu yang kulakukan. Buat apa punya banyak bisnis namun kecil-kecil, lebih baik punya satu bisnis tapi besar dan beranak-pinak. Alhamdulillah Ya Alloh, Engkau menunjukkan jalan ini. Aku berjanji akan mendalam sampai ahli bidang ini; bisnis pendidikan.

Ya, kini jabatanku sebagi direktur di CV sendiri, dan kepala sekolah di sekolah sendiri. Aku berprinsip; "lebih baik jadi kepala kecil daripada menjadi buntut besar". Tapi aku harus menjadi "kepala besar" yang tidak "besar kepala"

=======================================================================


Melalui FB, aku menemukan kembali permata yang hilang. Dialah teman-temanku semasa sekolah dan  kuliah. Aku dapat merajut kembali kenangan lama, mengingat memori akan sebuah kenangan di masa lampau. Kini aku dapat bersilaturrahmi tanpa jarak dan waktu. Mengetahui rimba teman-teman yang pernah satu kelas, satu asrama dan satu kost-an.

Ingatan lama bersemi kembali. Tentang teman yang kurang pintar, tentang teman yang menjadi anak buah, tentang teman yang selalu curhat, tentang teman yang galak di Pramuka dan Paskibra, tentang teman yang hapal Qur'an, tentang teman yang tukang mabok, tentang teman yang pernah menjadi "mantan", tentang teman yang menikah dengan teman kelas, dan masih banyak lainnya. Semuanya terungkap kembali berkat teknologi yang bernama Facebook, Twitter, Blog dan lain sebagainya.

Sungguh ada rasa haru, kecewa, marah dan menyesal dengan nasib diri dibanding teman-teman.  Saya bangga sekaligus iri dengan nasib teman-teman yang lebih baik. Ada Kang Muhtadi HS yang sudah menjadi Jaksa, ada Kang Bogel yang menjadi Pengacara, ada Anshori yang menjadi direktur perusahaan batu bara di Kalimantan, dan masih banyak teman yang menjadi PNS di berbagai intansi. Bahkan banyak pula yang menjadi penghulu di berbagai daerah.

Ada juga Kang Dede Ahmad Permana yang kuliah S2 di Mesir dan sekarang lanjut S3 di Universitas Jituna Tunisia. Itu semua gratis berkat beasiswa. Beliau sudah menulis 2 buku, best seller, nangkring di Gramedia. Ada juga yang tidak disangka-sangka, anak Kuningan adik kelas, yang kritis dan tukang demo, dialah Zezen Zaenal Mutaqin. Ternyata dia sudah menjadi orang hebat, bisa melanglang buana ke belahan dunia tanpa dana. Dia kuliah di UIN kostnya depan kostan ku. Ternyata dia dapat beasiswa S2 di Universitas Melbourne-Australia dan Universitas Utrech-Belanda. Kini, dia menjadi young lecturer di almamaternya UIN Jakarta.

Tanpa terasa, bulir-bulir bening mengumpal di pelupuk mata, lalu mengalir membasahi pipi.  Dulu kita pernah bersama, tapi kenapa nasib kita, kini jauh berbeda. Saya akui, bahwa nasib saya berada di bawah teman-teman. Namun saya tetap bersyukur, telah mengenal anda, dan menjadi teman anda. Anda adalah   tolok ukur kesuksesan yang harus saya raih. Bagi anda itulah jalan terbaik anda, dan bagi saya inilah jalan terbaik saya. Saya harus bisa melalui jalan saya, menjadi seperti teman-teman, bahkan harus lebih sukses dari teman-teman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun