Pada tanggal 02 September 2025, demonstrasi tetap masih berlanjut, yang sebelumnya telah dimulai pada tanggal 25 Agustus 2025, dilakukan oleh para buruh dan disusul oleh para mahasiswa serta masyarakat umum atau solidaritas ojek online yang dilakukan diberbagai daerah;
Pada essensinya dari berbagai kalangan tersebut memiliki tuntutan dan kritik di antaranya meminta untuk disahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Asset, kenaikan gaji para buruh, penurunan harga pajak dan dst, yang ditujukan kepada Para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI dan Pemerintah;
Awalnya demonstrasi tersebut berjalan dengan baik dan tertib, tetapi seiring berjalannya waktu terindikasi kuat adanya oknum pihak yang memanfaatkan keadaan dan melakukan provokasi massa yang mengarah terjadinya kerusuhan, pembakaran gedung dan fasilitas umum hingga penjarahan pada rumah pribadi milik Anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Provokasi tersebut dilakukan secara nyata di lapangan dan melalui media sosial.
Faktanya banyak orang terbawa suasana dan tergerak untuk melakukan tindakan tertentu yang dilakukan banyak orang disekelilingnya hingga terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, bahkan terjadinya pelanggaran hukum yang memiliki konsekuensi pidana.
Penyampaian pendapat di muka umum merupakan bagian dari sistem demokrasi dan diperbolehkan sepanjang tidak merugikan masyarakat dan tidak melanggar ketertiban umum, karena hal itu diatur dalam ketentuan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi:
"Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat".
Selain itu juga diatur lebih lanjut pada ketentuan pasal 9 Undang-undang (UU) Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, berbunyi:
(1) bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan:
a. unjuk rasa atau demonstrasi;
b. pawai;