Di mata orang tua, anak sekarang banyak yang manja. Indikasinya sangat jelas, anak muda dan para remaja menghabiskan waktunya untuk rebahan. Makanya mereka disebut kaum rebahan.
Padahal, orang tua mungkin tidak tahu, tak semua yang rebahan itu sekadar bersantai-santai menghabiskan waktu.
Tak sedikit mereka yang rebahan untuk memperoleh cuan. Ya, mereka berbisnis tanpa perlu ke kantor atau ke pasar, tapi cukup dengan gawai.
Hanya saja, kalangan tua semakin yakin dengan pendapatnya yang mengatakan anak sekarang manja-manja.
Soalnya, meskipun anak muda itu bekerja dari rumah, namun terlihat tidak tahan banting. Dikit-dikit maunya healing.
Akhirnya waktu healing malah bisa lebih lama ketimbang waktu bekerja. Baru saja selesai healing, sudah merencanakan healing berikutnya.
Bukti kemanjaan lainnya di mata orang tua, betapa gampangnya anak sekarang resign dari pekerjaannya.
Sedikit saja tidak cocok dengan bos, fasilitas kantor yang tak sesuai harapan, beban kerja yang menumpuk, atau malah karena tidak ada tantangan, mereka langsung resign.
Ada lagi sejumlah kasus lain, yang menggambarkan anak muda yang terkesan gampang putus asa.Â
Coba saja menjelajahi berita dari media daring terkait remaja yang bunuh diri atau percobaan untuk bunuh diri.
Jangan kaget kalau ternyata banyak kasus yang diberitakan media dan tersebar tidak hanya di kota besar, tapi juga di kota kecil.
Atau, tak sedikit juga kasus yang sebaliknya, remaja atau anak muda yang membunuh orang tua atau saudaranya.
Hal itu juga ada kaitannya dengan rasa putus asa, misalnya si anak minta dibelikan sepeda motor, tapi tak dibolehkan orang tua.
Akhirnya malah orang tua yang dihabisi, sebuah jalan pintas yang diluar logika orang normal, hanya sekadar untuk punya motor.
Kalau tidak keliru, belum lama ini ada anak muda yang membunuh orang tua dan kakaknya sendiri, hanya gara-gara mengincar harta warisan.
Bukankah itu menunjukkan ada sesuatu yang kurang beres dari sisi mental si anak yang tega membunuh orang tua sendiri.
Nah, dikaitkan dengan maraknya media sosial, terlepas dari aspek positifnya, media sosial juga membawa dampak negatif.
Diduga berbagai konten di media sosial telah memicu sisi konsumtif para remaja yang nota bene masih meminta uang dari orang tua.
Masih banyak anak muda yang gagal membedakan keinginan dan kebutuhan.Â
Punya motor jika dipakai untuk mencari uang, misalnya menarik ojek, maka motor adalah kebutuhan.
Tapi, jika motor sekadar untuk dibawa jalan-jalan membonceng cewek yang ditaksir, padahal penghasilan orang tua pas-pasan, ini namanya keinginan, bukan kebutuhan.
Lalu, lihatlah munculnya fenomena "sultan" masa kini di media sosial. Mereka berlibur dengan private jet dan punya banyak mobil mewah.
Yang bikin konten tidak salah mempertontonkan kekayaannya, sepanjang didapat secara tanpa melanggar hukum.
Tapi, ada pesan yang tak sampai ke para pengikutnya, bahwa kekayaan yang didapatanya itu butuh proses, tidak bisa instan.
Akibatnya, orang lain juga punya keinginan untuk punya barang, tentu tidak perlu seperti sultan.
Namun, punya barang "remah-remah"-nya sultan pun tidak gampang dimiliki banyak orang.Â
Akhirnya, ada yang putus asa dan terlibat tindakan kriminal atau malah menjadi depresi dengan mengurung diri.
Nah, seperti yang ditulis di atas, orang yang putus asa cenderung berpikir negatif, seolah-olah tak ada sedikit pun harapan.
Makanya, menjadi kewajiban orang terdekatnya, baik orang tua, saudara, kerabat, atau sahabat, untuk memberi dukungan tanpa menghakiminya.Â
Istilah anak sekarang, perlu yang namanya support system dari lingkungan terdekat yang aktif mengamati kegalauan orang-orang di sekitarnya
Perlu ditekankan, yang diperlukan mereka yang merasa putus asa bukanlah nasehat yang menggurui, tapi cukup dengan memberikan empati.
Baru setelah kondisi yang putus asa ini mulai sedikit membaik, yakinkan mereka bahwa yang namaya kekecewaan itu bersifat temporer.
Tak ada yang abadi di dunia ini, kekecewaan sama tidak abadinya dengan kebahagiaan.
Semua bisa bangkit lagi dengan membangun cara berpikir positif dan bersikap realistis.Â
Boleh-boleh saja punya keinginan, tapi jadikan cambuk untuk bekerja lebih giat atau lebih kreatif mencari peluang.
Kalaupun hasil pekerjaan belum sesuai harapan, tetap berikhtiar dan tak lupa senantiasa berdoa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI