Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tak Ada "Quiet Quitting" Jika Anak Muda Diberi "Hak Otonomi"

12 September 2022   16:38 Diperbarui: 14 September 2022   09:28 1617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangan abaikan aspirasi angkatan muda, jika tidak ingin mereka mengajukan resign lebih cepat, atau jika tidak ingin terjadi praktik quiet quitting (Pexels.com)

Dunia kerja sekarang ini, khususnya yang dialami para karyawan kantoran di berbagai perusahaan, sudah berbeda jauh dibandingkan kondisi zaman dulu, setidaknya kondisi hingga belasan tahun yang lalu.

Salah satu perbedaan tersebut berkaitan erat dengan gaya komunikasi antar atasan dan bawahan, atau antar angkatan senior dengan angkatan junior yang baru beberapa tahun direkrut.

Zaman dulu, karyawan junior tidak begitu mempermasalahkan sikap senior yang terkesan kurang memberi perhatian, bahkan senior hanya sekadar memberi instruksi dan menagih hasil pekerjaan saja.

Sekarang, karena begitu maraknya penggunaan media sosial, kekesalan karyawan angkatan muda yang merasa kurang mendapat perhatian, bisa ditumpahkan di media sosial.

Maka, jangan heran bila angkatan muda berani mengolok-olok, bahkan mengejek generasi lama. Karena media sosial gampang diakses orang lain, tentu generasi tua juga membaca olok-olok yang ditujukan kepada mereka.

Gampang diduga, angkatan tua bukannya menyadari kekeliruannya, malah membalas ejekan tersebut, sehingga terjadilah "perang" kata-kata di media sosial antar generasi.

Angkatan muda mengatakan angkatan tua sebagai "gila hormat", berbudaya feodal, dan bergaya petentang petenteng saja.

Angkatan tua juga dinilai hanya bisa membangga-banggakan prestasinya di masa lalu, padahal cara bekerja sekarang sudah berbeda dengan hadirnya teknologi canggih.

Sebaliknya,  di mata angkatan tua, angkatan muda dianggap sebagai kaum rebahan yang manja, lembek, menghabiskan waktu untuk chatting atau main game, dan gampang ngambek.

Ya, banyak kelompok senior di kantor yang memandang juniornya seperti melihat anak-anaknyanya sendiri di rumah.

Orang tua yang menganggap anaknya tetap "anak kecil" cukup banyak. Yang model begini inginnya si anak ikut saja pilihan orang tua, misalnya dalam menentukan mau kuliah di mana atau mengambil jurusan apa.

Cara pandang seperti itulah yang terbawa-bawa ke kantor, sehingga para junior yang direkrut berdasarkan hasil seleksi, termasuk mengikuti psikotest, dianggap oleh para senior sebagai "anak kemarin sore".

Nah, bisa dibayangkan, dalam kondisi seperti itu, jelas tidak mungkin terciptanya suasana kerja yang kondusif untuk menghasilkan kolaborasi antar angkatan secara efektif.

Padahal, bila saja di suatu perusahaan terbentuk kondisi yang saling memahami antar semua angkatan, maka strategi bisnis akan lebih gampang diimplementasikan.

Tapi, itu bukan hal yang mudah dilakukan, bila masing-masing angkatan lebih mementingkan ego kelompoknya saja.

Parahnya, sekarang ini di suatu perusahaan yang telah lama eksis, komposisi pekerjanya biasanya lintas generasi atau multi generasi.

Komposisi tersebut terdiri dari angkatan tua yang disebut baby boomers (kelahiran 1946 hingga 1964), generasi X (1965-1980), generasi Y (1981-1994), dan generasi Z (1995-2010).

Idealnya, angkatan tua harus berjiwa besar dan tidak merasa sebagai orang yang paling memahami semuanya. Dalam soal teknologi informasi terkini, bisa jadi angkatan muda lebih paham.

Demikian pula, soal selera konsumen anak muda, pasti karyawan muda yang lebih tahu, sehingga seharusnya produk perusahaan didesain untuk bisa diterima anak muda.

Artinya, berilah angkatan muda semacam "hak otonomi" dalam mengeluarkan ide-idenya dan menerjemahkannya dalam suatu rancangan produk yang lebih kekinian.

Tentu, agar ide-ide tersebut berjalan dengan baik, pandangan angkatan tua tetap dibutuhkan. Ya, katakanlah ada sesi berbagi pengalaman antar angkatan.

Tim pengembangan produk lintas generasi yang mau berbagi pengetahuan dan pengalaman, akan menghasilkan sesuatu yang dahsyat.

Klien atau pelanggan perusahaan itu akan lebih luas karena juga menjangkau multi generasi. Dengan demikian kejayaan perusahaan pun akan langgeng.

Jangan abaikan aspirasi angkatan muda, jika tidak ingin mereka mengajukan resign lebih cepat, atau jika tidak ingin terjadi praktik quiet quitting, di mana anak muda bekerja secara ala kadarnya saja, atau bahkan tak sedikit yang berhenti secara diam-diam.

Ilustrasi dok. amazonaws.com, dimuat seputarkarir.com
Ilustrasi dok. amazonaws.com, dimuat seputarkarir.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun