Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Bank Digital Jangan Bikin Nasabah Kepontal-pontal seperti Pinjol Ilegal

25 Oktober 2021   11:07 Diperbarui: 26 Oktober 2021   04:53 1631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bank digital di Indonesia.| Sumber: KOMPAS.com/Bill Clinten

Semakin banyaknya masyarakat yang terjerat utang dari pinjaman online (pinjol) yang beroperasi secara ilegal, telah direspon dengan tindakan penangkapan oleh pihak yang berwajib.

Seperti diberitakan jpnn.com (21/10/2021), dalam sepekan mulai 12 hingga 19 Oktober 2021, pihak kepolisian melakukan operasi di seluruh Indonesia.

Hasilnya, menurut Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Ahmad Ramadhan, sejauh ini sudah ditangkap 45 orang tersangka yang terkait dengan kegiatan pinjol ilegal.

Memang, pinjol ilegal yang bagi sebagian orang awalnya seperti dewa penyelamat, tapi kemudian membuat nasabahnya kepontal-pontal.

Bukan hanya itu, tidak sedikit nasabah pinjoi ilegal yang sangat tertekan secara psikis, karena terlilit utang yang membengkak berlipat-lipat dari pinjaman awal.

Maka, bisa dipahami bila salah satu stasiun televisi dalam membahas kasus pinjol ilegal menyebutnya sebagai jerat mematikan lintah darat.

Disebut mematikan karena sudah ada contoh seorang ibu di Wonogiri, Jawa Tengah, yang diduga tidak kuat diteror debt collector pinjol, tewas gantung diri di teras rumahnya (Merdeka.com, 6/10/2021).

Tapi, agar lebih seimbang, patut diingat bahwa masyarakat, khususnya mereka yang sebetulnya sudah tahu tak akan mampu mengembalikan pinjaman, tapi nekat meminjam, tentu juga ada salahnya.

Soalnya kuat dugaan, pinjol terutama yang ilegal, tidak menyeleksi calon peminjam dengan baik. 

Sepanjang pihak pinjol sudah meyakini keaslian identitas calon nasabah dilihat dari tanda pengenal, alamat, serta nomor ponsel yang digunakan, besar kemungkinan si calon ini akan mendapatkan kredit.

Itulah yang menjadi salah satu perbedaan pinjol dengan bank. Jika calon nasabah mengajukan permohonan kepada sebuah bank, prosesnya tidak gampang dan butuh waktu beberapa hari, bahkan bisa lebih dari 1 bulan.

Soalnya, pihak bank akan meminta data si calon peminjam dan kalau perlu akan mendatangi ke alamat yang tercantum pada kartu identitas.

Namun demikian, ada perkembangan terbaru pada bisnis perbankan di negara kita yang semakin memanjakan nasabahnya, yakni dengan hadirnya bank digital

Cikal bakal bank digital sudah berlangsung sekian lama ketika bank-bank besar mengembangkan aplikasi khusus mobile banking, internet banking, atau online banking.

Tapi, agar lebih fokus menggarap bank digital, beberapa bank besar mengakuisisi bank kecil dan menjadikannya sebagai bank digital. Bank tersebut secara bisnis terpisah dari bank induknya, namun laporan keuangannya tetap dikonsolisadikan.

Ciri utama yang membedakan bank digital dengan bank konvensional, bank digital tidak memerlukan kantor secara fisik. Kalau pun ada semacam galeri di mal, interaksi tatap muka antara nasabah dengan petugas bank nyaris tidak ada, karena semua bisa diproses secara online.

Jika kita berbicara tentang bank, berarti menyangkut 3 area utama pelayanan bank, yakni sebagai berikut ini.

Pertama, penghimpunan dana, baik berupa tabungan, giro, maupun deposito. Bagi masyarakat banyak, pada umumnya yang dipunyai adalah rekening tabungan.

Dengan bank digital, mereka yang belum punya rekening tabungan tidak perlu datang ke kantor bank buat membuka rekening.

Proses pemenuhan syarat untuk pembukaan rekening seperti menyerahkan e-KTP dan syarat administrasi lainnya, kemudian divalidasi oleh pihak bank, sepenuhnya dilakukan secara online.

Kedua, penyaluran kredit yang jenisnya cukup banyak. Tapi secara umum dapat dibagi atas 2 kelompok, yakni kredit konsumtif dan kredit produktif.

Kredit konsumtif atau consumer loan relatif gampang prosesnya sepanjang pihak bank meyakini si calon peminjam punya penghasilan yang mencukupi.

Kartu kredit, kredit bagi karyawan institusi tertentu, kredit pemilikan kendaraan bermotor, kredit kepemilikan rumah, dan kredit serba guna, merupakan contoh dari kredit konsumtif.

Sedangkan kredit produktif adalah kredit kepada dunia usaha, baik berupa kredit modal kerja (untuk operasional usaha sehari-hari) maupun kredit investasi (membangun pabrik, membangun gudang, membangun showroom, ekspansi bisnis, dan sebagainya).

Proses pemberian kredit produktif membutuhkan waktu yang relatif lama, kecuali bagi nasabah lama yang telah diyakini reputasinya oleh pihak bank.

Sedangkan untuk nasabah baru, bank akan sangat berhati-hati dalam melakukan kalkulasi untuk menyimpulkan apakah nasabah tersebut layak diberikan kredit atau tidak.

Nah, dengan adanya bank digital, diperkirakan untuk pelayanan bidang kredit akan terfokus pada kredit konsumtif.

Untuk kredit produktif, mungkin terlalu riskan bila sepenuhnya diproses secara online, karena ada hal yang perlu dicek ke lapangan (on the spot).

Ilustrasi bank digital|dok. forbes.com, dimuat kompas.com
Ilustrasi bank digital|dok. forbes.com, dimuat kompas.com

Ketiga, pelayanan jasa perbankan. Contohnya terlalu banyak, tapi yang paling sering dilakukan nasabah adalah pelayanan transfer ke rekening lain dan pembayaran berbagai tagihan (listrik, telpon, air, SPP mahasiswa, dan sebagainya).

Kegiatan transaksi jasa perbankan di atas, sebelum adanya bank digital pun, sudah banyak yang dilakukan secara online, seperti melalui internet banking.

Kenapa baru sekarang beberapa bank besar mendeklarasikan pendirian anak perusahaannya yang disebut dengan bank digital?

Hal itu tentu dikaitkan dengan 3 fungsi utama pelayanan bank di atas. Jika baru 1 atau 2 fungsi saja yang digital, belum tepat disebut sebagai bank digital.

Misalnya, selama ini bank sudah memudahkan calon nasabah membuka tabungan, tapi untuk meminjam masih datang ke kantor, maka berarti belum sepenuhnya digital banking.

Seperti telah disinggung di atas, diduga tidak semua jenis pinjaman bisa dilayani oleh bank digital. Hanya pinjaman yang gampang diberikan scoring dari profil calon nasabah.

Bagian yang bertugas menganalisis permohonan kredit, sudah punya standar dalam membuat credit scoring dari data calon nasabah.

Jika skornya di atas batas tertentu, maka kredit layak untuk diberikan. Sebaliknya, bila skornya di bawah standar minimal, permohonan kredit akan ditolak.

Pemberian scoring tersebut yang bisa dilakukan secara cepat dan bahkan bisa tanpa bertatap muka langsung dengan calon peminjam, hanya untuk kredit konsumtif.

Jika betul seperti itu, jelaslah dalam hal ini, bank digital menjadi pesaing utama pinjol, karena menggarap bisnis yang sama.

Hanya saja, untuk kondisi sekarang, jumlah bank digital masih sedikit dibandingkan dengan jumlah pinjol yang bejibun.

Apalagi, bila jumlah pinjol ilegal ikut dihitung, masyarakat seperti dikepung oleh berbagai penawaran kredit yang masuk bertubi-tubi ke gawai mereka.

Namun, lama-lama bila bank digital semakin banyak dan sama agresifnya dengan pinjol, pangsa pasar pinjol akan tergerus.

Apalagi, bila bank digital mampu melayani nasabah sama cepatnya dengan pinjol, bukan tidak mungkin pinjol akan tersungkur.

Tapi, sebagai sebuah bank, bank digital harus tetap menerapkan prinsip prudential banking, artinya bank akan menyeleksi, calon nasabah yang mampu mengembalikan kredit saja yang akan diberikan kredit.

Dengan demikian, cerita peminjam yang kepontal-pontal dikejar penagih utang, seharusnya tidak terjadi lagi.

Bagi masyarakat, satu hal yang perlu dicamkan, jika tidak yakin mampu mengembalikan utang, sebaiknya jangan coba-coba berutang. Sedangkan bagi masyarakat yang mampu, diharapkan lebih mengenal tetangga serta sanak familinya.

Bantulah saudara-saudara kita yang betul-betul tidak mampu. Mengharapkan bantuan sosial dari pemerintah saja, rasanya belumlah mencukupi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun