Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pelajar dan Pramuka, Jangan Sekadar Pakai Baju Seragam Saja

14 Agustus 2020   19:22 Diperbarui: 14 Agustus 2020   19:52 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini, Jumat, 14 Agustus 2020, diperingati sebagai Hari Pramuka. Terlepas dari adanya pembatasan sosial sehingga acara peringatan yang bersifat mengumpulkan banyak orang tidak mungkin dilakukan, pada dasarnya sejak belasan tahun terakhir ini, acara memperingati Hari Pramuka memang tidak terdengar gaungnya.

Bukan saja karena acaranya berdekatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan RI, aktivitas pramuka itu sendiri di sekolah-sekolah, terutama seperti yang terlihat di ibu kota Jakarta, relatif sudah jauh berkurang jika dibandingkan dengan masa Orde Baru dulu.

Kebetulan anak saya tiga orang, yang bersekolah  di SD hingga SMA pada era reformasi. Anak tertua saya masuk SD tahun 1999 dan anak bungsu saya meninggalkan bangku SMA pada tahun 2017 lalu.

Seingat saya ketiga anak saya selalu memakai pakaian pramuka pada hari tertentu, kalau tidak salah setiap hari Rabu. Tapi saya tidak melihat kegiatan kepramukaan yang dilakukannya. Mungkin saja ada, tapi tidak diceritakannya kepada saya. 

Namun yang pernah melakukan kegiatan berkemah sebagai bagian dari kegiatan pramuka, hanya anak tertua saya, saat ia duduk di bangku kelas 6 SD. Kemudian saat SMP dan SMP, kegiatan pramuka tidak diwajibkan kepada semua pelajar. Hanya diperlakukan sebagai salah satu kegiatan ekstrakarikuler bagi pelajar yang memilihnya.

Dan kenyataannya, kegiatan ekstrakarikuler yang banyak disukai para pelajar adalah musik dan olahraga. Lagipula para pelajar sekarang, rata-rata ikut kegiatan bimbingan belajar di salah satu lembaga penyedia jasa bimbingan belajar, pada sore hari. Akibatnya, kegiatan pramuka semakin terpinggirkan.

Padahal, jika mengacu pada pengalaman saya di akhir dekade 1970-an, kegiatan pramuka waktu itu diwajibkan bagi semua pelajar. Pernah saya mengikuti perkemahan yang diwajibkan bagi semua pelajar SMP di sebuah lapangan sepak bola. 

Pernah pula waktu kelas 3 SLA, saya ikut berkemah di pinggir Danau Maninjau, 3 jam perjalanan naik bus dari sekolah saya di Payakumbuh, Sumatera Barat. Berkemah di pingir danau ini sangat berkesan bagi saya, walaupun para siswa tidak wajib ikut, hanya bagi yang mau saja. Ada sekitar 60 siswa yang ikut dengan menggunakan dua buah bus.

Kemudian waktu kuliah, saya pernah tiga kali berkemah ramai-ramai, namun bukan untuk kegiatan kepramukaan. Kegiatan yang dinamakan Campus on Camps ini, merupakan kegiatan penutup dari serangkaian acara orientasi bagi mahasiswa baru di bawah bimbingan mahasiswa senior.

Dulu mereka yang aktif dalam pramuka, sering melakukan bakti sosial atau terlibat dalam mengatur lalu lintas. Jadi jelaslah betapa banyak manfaat pramuka dalam membangun karakter para remaja untuk menjadi lebih tangguh.

Tidak salah kalau disebutkan bahwa pramuka berperan besar dalam membentuk karakter bangsa. Bukankah para remaja dan anak muda akan menjadi motor pembangunan setelah mereka terjun ke masyarakat setelah menempuh studi?

Pada dasarnya  kegiatan kepramukaan memiliki tujuan untuk melatih generasi muda agar memaksimalkan segenap potensi yang ada dalam dirinya, baik intelektual, spiritual, dan fisik. Penjabarannya lebih lanjut seperti dikutip dari  jawapos.com (30/3/2019), terdiri dari, pertama, membentuk karakter atau kepribadian dan akhlak mulia bagi generasi muda. Kedua, menanamkan rasa cinta tanah air dan bangsa di dalam diri generasi muda. Ketiga, menggali potensi diri dan meningkatkan ketrampilan para generasi muda, sehingga menjadi individu yang bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.

Masalahnya, tujuan yang mulia tersebut mendapat tantangan besar untuk bisa menjadi daya tarik bagi generasi muda, khususnya para pelajar yang masih dalam tahap mencari jati diri dan membangun karakternya masing-masing.

Tuntutan praktis dari para orang tua agar anaknya mampu menembus perguruan tingi terkenal, membuat para pelajar SLA lebih memilih menekuni bimbingan belajar di lembaga yang terbukti unggul dalam mengantarkan anak didiknya lolos dalam seleksi masuk perguruan tinggi favorit.

Di lain pihak, sebagai selingan, para pelajar banyak menghabiskan waktunya bermain game di gawai atau laptop, serta aktif bermedia sosial dengan memajang berbagai foto atau sekadar chatting. Yang lebih kreatif adalah aktif bermain musik atau kegiatan seni lainnya. Sedangkan kegiatan yang lebih banyak aktivitas fisiknya seperti olahraga, termasuk pula kegiatan kepramukaan, semakin tersingkir.

Beruntung para pelajar secara teoritis masih mengenal kepramukaan, paling tidak dari kewajiban berbaju seragam pramuka setiap hari tertentu. Sayangnya, nilai-nilai kepramukaan, tidak diserap oleh mereka. Memakai baju seragam saja tidaklah cukup.

Ada kesan, anak sekarang, yang sering disebut juga generasi rebahan, terlalu manja. Diperlukan pendekatan yang lebih bergaya kekinian, agar pramuka kembali dilirik. Kalau perlu seragamnya jangan hanya yang standar seperti sekarang, yang dari dulu ya seperti itu terus. Kenapa di hari-hari tertentu tidak memakai seragam yang lebih trendi?

Permainan dan lagu-lagunya jangan hanya yang dulu pernah dialami generasi bapak dan kakeknya. Cobalah memasukkan permainan bergaya masa kini, termasuk dengan lagu-lagu yang lebih ngepop sehingga para pelajar jadi tertarik.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun