Berikut ini adalah perancang setiap stadion yang digunakan selama Piala Dunia di Qatar.
Stadion Ahmad Bin Ali (di Al Rayyan) oleh BDP Pattern
Pattern didirikan pada 2009 dan menjadi bagian dari BDP pada 2021. Sekarang, BDP Pattern menjadi salah satu firma terdepan dalam hal rancang bangun stadion.
BDP Pattern memakai inspirasi dari padang pasir dan karya seni tradisional lokal untuk stadion berkapasitas 40.000 itu. Di bagian eksterior, feature paling menonjol adalah kisi-kisi berbentuk cadar raksasa yang juga berfungsi sebagai peneduh dari sinar matahari.
Ada lima pola di kisi-kisi itu, termasuk pola perisai, atau Dirau, yang merupakan simbol pertarungan terkenal yang terjadi pada 1893, di mana Keluarga Al-Thani, penguasa Qatar saat ini, mengalahkan Kekaisaran Ottoman. Kebanyakan orang Qatar menganggap kemenangan itu sebagai awal dari negara modern. Pola lainnya adalah mawar padang pasir, yang menjadi ornamen di tenda-tenda dan rumah kaum Badawi.
Menurut perancangnya, desain itu juga menggambarkan “fatamorgana dan halimun, flora dan fauna, serta metode navaigasi astronomi tradisional”. Masterplan termasuk fasilitas latihan sepak bola dan tempat terbuka publik berukuran besar, menghasilkan sebuah “karavan atau petualangan” di lansekap padang pasir.
Stadion Al Bayt (di Al Khor) oleh Dar Al-Handasah
Dar Al-Handasah didirikan oleh empat profesor dari American University di Beirut pada 1956 sebagai firma teknik arsitektur. Sekarang telah berkembang menjadi biro konsultasi desain multidisiplin dengan cabang-cabang di Timur Tengah, Eropa, dan Afrika.
Seperti desain yang dibuat oleh Fosters dan Zaha Hadid Architects, Stadion Al Bayt juga mengambil inspirasi dari budaya lokal. Meski demikian, referensi tak terlalu abstrak dan lebih harafiah, yang menghasilkan sebuah stadion yang berbentuk tenda raksasa.
Tenda bayt al sha’ar biasa dipakai oleh kaum nomaden di Qatar dan di Jazirah Arab pada umumnya. Stadion Al Bayt menerima rating lima bintang untuk desain dan konstruksi dari Global Sustainability Assessment System (GSAS). GSAS dipakai untuk menilai bangunan dan infrastruktur yang dibangun secara spesifik untuk Timur Tengah dan utara Afrika. Pada 2016, disetujui untuk dipakai sebagai standar penilaian untuk Pala Dunia 2022.