Setelah puas berkeliling Pura Besakih ditemani guide yang super ramah, saya dan suami bergegas meninggalkan area pura menuju destinasi terakhir di kami hari itu. Dan karena saya termasuk turis yang menyukai keindahan dan keunikan budaya setempat, tentu tempat ini menjadi destinasi yang saya highlight saat menyusun itinerary. Yap, apa lagi kalau bukan Desa Wisata Penglipuran.
Jadi sebenarnya waktu itu harap-harap cemas juga. Khawatir tidak sempat sampai di Penglipuran tepat waktu karena waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore sementara loket penjualan tiket masuk ditutup pukul lima.
Perjalanan dari Pura Besakih menuju Desa Penglipuran yang berlokasi di Kabupaten Bangli memakan waktu sekitar satu jam, sementara saat itu hujan sudah turun. Tapi karena saya sudah terlanjur penasaran, jadi ya dicoba saja dulu.
Puji Tuhan, semesta masih mengizinkan keinginan kami terwujud. Kami sampai di Penglipuran pukul 16.45. Lima belas menit lagi loket tutup! Tapi ternyata selain kami, masih ada beberapa mobil yang baru saja tiba di lokasi. Meski saat itu masih gerimis tipis-tipis, tidak menyurutkan para pengunjung (termasuk kami) untuk menikmati jalan-jalan sore di Desa Penglipuran nan cantik ini.
Fun Facts tentang Penglipuran
Prestasi Desa Penglipuran yang dinobatkan sebagai salah satu desa terbersih di dunia bersama Giethoorn di Belanda dan Mawlynnong di India, tentunya sudah terdengar di seantero wisatawan Indonesia bahkan internasional. Oleh sebab itu, saya pun ingin menyaksikannya sendiri secara langsung. Memangnya sebersih apa sih desanya? Eh ternyata memang gak kalah dengan Giethoorn!
Saat saya turun dari kendaraan, suasana desa yang asri langsung terasa. Area parkirnya bersih, tiada sampah sedikitpun yang tertangkap oleh mata. Kalau di area parkirnya saja sudah sebersih ini, bagaimana di dalam? Selain itu, pintu masuknya juga sangat go green. Pohon-pohon Kamboja ditanam dengan penataan yang apik. Pengunjungpun hanya dikenakan biaya sebesar 25,000 rupiah untuk memasuki area desa.
1. Tri Mandala sebagai konsep tata ruang desa
Meskipun saat ini sudah zaman modern, sungguh salut bahwa Desa Penglipuran masih konsisten mempertahankan tradisi leluhurnya. Salah satunya dengan mengadopsi konsep Tri Mandala pada tata ruang desa.
Konsep tata ruang ini membagi lahan desa menjadi tiga zona berdasarkan kesuciannya. Secara urut mulai dari Zona Utama Mandala di utara sebagai tempat yang paling suci.