Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Alasan Mengapa Saya Betah Menulis

17 Mei 2021   15:52 Diperbarui: 18 Mei 2021   20:17 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Green Chameleon via unsplash.com

Saya baru sadar ternyata hari ini tanggal 17 Mei yang diperingati sebagai Hari Buku Nasional, juga bertepatan dengan tanggal bergabung saya di Kompasiana, platform blogging yang makin beken ini. 

Saya bergabung di Kompasiana tahun 2012 dan itu berarti sudah 9 tahun saya jadi Kompasianer. Lumayan lama lah ya?

Tapi kok, jumlah tulisannya masih sedikit sekali? Hingga tulisan ini saya publikasikan, cuma ada 277 artikel yang sudah saya tulis. Padahal banyak Kompasianer lain yang baru bergabung, jumlah tulisannya sudah jauh melampaui saya. 

Yah maklum lah, saya gak rutin-rutin amat menulis dan mempublikasikan artikel. Apalagi sampai satu hari satu artikel. Duh, belum sanggup rasanya. Semoga Kompasiana gak menurunkan pangkat saya, hihihi...

Kalau saya ditanya kenapa saya betah menulis di Kompasiana, jawabannya sudah pernah saya tuliskan dalam satu artikel khusus yang bisa dibaca di sini.

Tapi kalau saya ditanya, kenapa sih saya suka menulis?

Well, sebetulnya duluuuu sekali waktu saya masih labil soal cita-cita, saya pernah berkeinginan menjadi seorang penulis. 

Itu juga gara-gara saya suka membaca buku novel misteri remaja yang ditulis oleh R.L Stine. Kelihatannya asik kalau punya cerita karya sendiri yang dibaca oleh orang banyak.

Dari situ saya mulai coba-coba menulis cerpen. Kalau tidak salah ingat, saya duduk di bangku SMP saat mulai membuat cerpen pertama dengan tulisan tangan sendiri di atas lembar-lembar kertas folio bergaris. Maklum, dulu komputer atau laptop masih tergolong barang mewah. Sampai kapalan jari-jari saya saking semangatnya menulis. Tapi masalahnya saya belum percaya diri jika tulisan saya dibaca orang lain. Jadi hanya saya simpan sendiri deh.

Sayangnya saya sudah lupa apa judul cerpen pertama saya. Lembar-lembar kertas folio itu juga sudah hilang entah kemana. Dan karena waktu itu saya kebanyakan baca novel R.L Stine, gaya ceritanya juga jadi agak ngikutin beliau. Misteri khas remaja gitu deh. 

Seingat saya, salah satu judul cerpen saya juga pernah dimuat di majalah sekolah. Duh, senangnya bukan main! Tapi sayangnya lagi, majalah sekolah yang memuat tulisan saya juga sudah hilang entah ke mana. Mungkin terbuang saat rumah direnovasi beberapa kali. Sekarang saya jadi menyesal tidak menjaga karya-karya pertama saya itu dengan baik. 

Pembaca sekalian jangan mencontoh tindakan saya ya. Sesederhana apapun karya tulis kita, tetap harus disimpan karena itu adalah hasil kreativitas dan pemikiran kita.

Ketika saya masuk SMA, saya mulai tidak aktif menulis lagi hingga saya selesai kuliah. Saat bergabung pertama kali di Kompasiana pun saya sempat vakum menulis. 

Beruntungnya saya karena akhirnya memutuskan untuk kembali menekuni dunia tulis-menulis dengan aktif berkontribusi di Kompasiana. Apresiasi dari Kompasianer membuat saya menyadari bahwa saya memang memiliki passion dalam menulis.

Namun terlepas dari itu semua, berikut adalah alasan mengapa saya betah menulis:

1. Self Therapy
Bagi saya, menulis adalah self therapy. Terkadang pekerjaan saya di dunia kefarmasian membuat kepala saya terasa penuh dan jenuh. Akumulasi ini bisa memicu saya stres. Nah, aktivitas menulis mampu membantu saya meredakan stres. Kok bisa?

Saat menulis biasanya saya mengambil topik-topik yang saya kuasai atau menarik perhatian saya. Dengan demikian saya bisa menikmati prosesnya karena isi pikiran saya bisa mengalir keluar dengan lancar melalui jemari-jemari saya. Apalagi jika tulisan tersebut memperoleh apresiasi, happy banget rasanya.

Selain menulis di Kompasiana, hingga saat ini saya juga masih menulis jurnal harian. Yah, meski tidak rutin karena hanya pada saat momen tertentu saja. Terutama ketika saya sedang sedih, senang, atau mengalami peristiwa-peristiwa penting yang saya alami. 

Menulis jurnal harian sedikit banyak bisa mengembalikan mood saya agar lebih baik, disamping manfaat lainnya seperti yang sudah pernah saya tulis sebelumnya.

Baca juga: Mengabadikan Riwayat Hidup Lewat Jurnal Harian

2. Menambah Wawasan
Saya akui akan lebih mudah menulis jika topiknya saya kuasai. Karena saya seorang apoteker, saya lumayan sering menulis artikel mengenai obat-obatan atau seputar dunia kefarmasian. Selain itu saya juga suka menulis tentang topik lain. Misalnya lifestyle dan worklife (karena pekerjaan yang saya jalani); juga traveling, budaya lokal, dan literasi (karena saya punya minat mengenai hal-hal tersebut).

Meski demikian, tidak menutup kemungkinan juga bagi saya untuk menulis tentang topik-topik di luar yang saya kuasai atau minati. Misalnya ekonomi dan keuangan, teknologi, lingkungan hidup, dan lainnya.

Nah supaya saya bisa menulis dengan baik, tentu saya harus memperoleh materi dengan banyak membaca, berdiskusi, atau melakukan pengamatan. Dengan demikian, menulis membantu saya untuk menambah wawasan juga.

3. Belajar Menulis yang Baik
Selain menambah wawasan, aktivitas menulis juga melatih kita untuk belajar menulis yang baik. Seiring berjalannya waktu, kemampuan kita untuk menulis artikel juga akan semakin baik. Tanpa disadari kita akan membandingkan karya kita dengan karya penulis lain.

Mana yang perlu diubah, mana yang perlu dipertahankan, apa yang harus dihilangkan atau ditambahkan, bagaimana struktur yang baik, ejaan yang benar, kata yang baku, kapan harus menggunakan bahasa yang formal, kapan harus menggunakan bahasa populer, dan lain sebagainya. 

Tujuannya tentu supaya pembaca merasa nyaman dan mudah memahami apa yang ingin kita sampaikan. Hal-hal semacam ini pada akhirnya akan membentuk gaya menulis yang khas untuk kita sendiri sehingga para pembaca dapat mengenali langsung penulisnya dari gaya bahasa.

4. Melatih Rasa Tanggung Jawab atas Isi Tulisan
Jujur, saya senang bukan main apabila tulisan saya bisa menginspirasi dan bermanfaat bagi pembaca. Ketika mereka menunjukkan apresiasi atas karya kita, rasanya mau terbang ke langit (halah, lebay!).

Sudah beberapa kali saya pernah dihubungi oleh pembaca, khususnya adik-adik kelas mahasiswa, karena artikel yang saya tulis di Kompasiana. 

Kebanyakan dari mereka meminta saya menjadi narasumber untuk tugas akhir atau skripsi yang sedang mereka susun.

Tentu dengan senang hati saya menerimanya, karena saya termasuk orang yang sangat mendukung pendidikan. Meski tidak ada imbalan apapun yang mereka berikan, saya merasa senang bisa membantu mereka berhasil dalam pendidikannya.

Nah, hal-hal semacam inilah yang menjadi motivasi saya untuk terus menghasilkan tulisan yang dapat dipertanggungjawabkan supaya bisa bermanfaat bagi orang lain. 

Tanpa disadari, saya berlatih untuk mencari sumber terpercaya (jika memang diperlukan) sebagai referensi tulisan saya. Apalagi jika topiknya terkait kesehatan.

Tentu sumpah saya sebagai Apoteker yakni menggunakan ilmu pengetahuan saya untuk membantu masyarakat harus tetap saya aplikasikan meskipun secara tidak langsung, yakni melalui tulisan. Dengan demikian saya tidak memberikan informasi kesehatan yang keliru apalagi hoax.

Sebagai manusia yang tidak sempurna, saya juga menyadari bahwa bisa saja ada informasi tertentu yang kurang tepat atau tidak up to date yang saya tuliskan. Oleh sebab itu saya juga terbuka terhadap para pembaca untuk berdiskusi atau memberikan koreksi jika diperlukan. Mengapa? Karena pada dasarnya kita sama-sama belajar.

Yah intinya, saya hanya sharing mengenai alasan saya untuk menulis. Siapa tahu pembaca sekalian juga ada yang merasakan hal yang sama, sehingga tetap semangat untuk terus menulis. 

Saya juga berharap bahwa kelak saya bisa menerbitkan sebuah buku hasil karya saya sendiri sebagai kontribusi saya untuk literasi Indonesia. Yah seperti cita-cita saya dulu itu.

Dan bagi pembaca yang masih ragu-ragu tapi ingin menulis, ayo mulai dicoba. Jangan pikirkan soal tulisannya bagus atau tidak, yang penting tuangkan saja apa yang ada di pikiranmu.

Cherio!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun